Fenomena yang ada sekarang ini adalah sebuah rutinitas hidup yang disibukkan dengan berita mengenai dampak diri yang menjadi korban dalam kesibukan bekerja sering dijumpai setiap hari. Â Coba kita tengok media masa hampir setiap hari sabtu dan minggu pasti terdapat berita tentang kemacetan di daerah-daerah destinasi wisata baik untuk menuju maupun ketika keluar dari area tersebut. Â Dan berita tentang kemacetan di setiap pagi hari menjelang aktivitas bekerja setiap insan yang hidup di dunia ini.
Sebuah rutinitas yang mungkin sebagai bentuk ekspresi melepas kepenatan beban kerja dengan pergi ke tempat-tempat yang dipandang mampu menghilangkan sementara beban tersebut. Â Namun itupun sebetulnya malah bukan menghilangkan tetapi menjadi tambahan beban jika diri tak sabar menghadapi kemacetan dan situasi di area yang dituju.
Dan ketika diri sudah pulang dari berliburnya pun kemudian kembali kepada rutinitas yang sama dan akan dijalani selama masih bekerja. Â Apakah ini bukan sebuah hidup yang membosankan jika kehidupan hanya seperti ini? Â Mereka yang tidak sadar akan selalu terjebak dalam rutinitas tersebut namun bagi yang sadar akan mencari jalan agar tidak terjebak di dalamnya.
Secara pemahaman ilmu modern mungkin berlibur adalah bentuk obat diri yang berupa refreshing pikir-perasaan ataupun fisik diri manusia yang selama 5 hari sudah disibukkan dengan bekerja. Â Dan ternyata secara ilmiah (dalam ukuran jasmaniah) mungkin dapat dibuktikan dan merupakan bentuk pemahaman yang memang sebuah "kebenaran".Â
Dan kebenaran pemahaman ini akan terus dipertahankan sebelum ada pembuktian tentang kesalahan dari pemahaman tersebut. Namun ketika banyak diri yang selalu "mendewakan" pemahaman modern tersebut maka pengetahuan tentang obat penat pasti jawabannya adalah seputar ilmu tersebut.
Sehingga tidak ketinggalan pemerintahpun ikut turun tangan dalam mengembangkan program atau kebijakan dan strategi yang dianggap sebagai obat "penat kerja" dan disatu sisi sebagai usaha untuk menambah pendapatan bagi pelaku pariwisata. Â Sarana dan prasarana terus di pacu dan dikembangkan, perbaikan fasilitas dan lain sebagainya terus dibangun dan sebetulnya intinya adalah hal yang bukan untuk obat itu sendiri.
Sehingga perlu adanya perenungan diri  untuk mencari agar tidak terpenjara dalam kesibukan kerja dan selalu dalam kondisi bahagia dalam kesibukan bekerja sehari-hari.  Mungkin tidak perlu harus dengan berlibur di akhir pekan namun dengan cara lain yang lebih jitu dalam mengobati kepenatan pikir-perasaan dan fisik tersebut.
Kesibukan dalam Hidup Diri Manusia
Bekerja sarana diri untuk mencukupi kebutuhan dalam kehidupan di dunia ini. Â Maka tidak heran ketika banyak orang untuk berobsesi mendapat pekerjaan yang mampu memberikan imbalan yang tinggi walaupun mengorbankan waktu yang banyak. Â Mereka bekerjapun tidak mengenal bekerja untuk prestasi atau untuk profesi (Bekerja dalam bingkai profesi atau mencari prestasi).
Bekerja adalah merupakan kewajiban manusia agar dirinya mampu bermusafir untuk hidupnya. Â Kesadaran bekerja harus muncul dari jiwa manusia itu sendiri karena mencari rejeki (bukan meminta-minta rejeki) sesuai dengan ajaran yang ada bahwa manusia disyaratkan untuk memiliki mata pencaharian dan harus berusaha maksimal dalam menelusuri jalan-jalan rejeki yang ada di dunia ini.
Ketika diri memiliki keluarga dan anak pastilah berpikir keras bagaimana cara untuk mencukupinya. Â Karena berpikir adalah fakttor penting dalam kehidupan yang berhubungan dengan dunia. Â Ketakutan diri apabila tidak terpenuhi dalam mencukupi kebutuhan yang ada mengakibatkan rasa takut dan cemas (kekhawatiran) yang merupakan asal muasal sebuah penyakit yang ada dalam diri manusia.
Ketakutan kekurangan makan adalah hal wajar yang sering ditemui, padahal ketika makan dengan berlebih akan mendatangkan penyakit itu sendiri. Â Kecemasan tidak diperhatikan teman akan menimbulkan rasa ego diri agar diri selalu menjadi perhatian, sehingga hidup hanya untuk mencari hal tersebut dan menimbulkan rasa bosan dan perpisahan dengan teman yang lain.
Oleh karena itu diri harus bisa belajar bijak agar diri tidak seperti orang yang hanya sekedar mencari nafkah namun kesibukannya malah meninggalkan hal-hal yang penting dalam kehidupannya. Â Agar hal ini dapat terwujud maka diri harus selalu dapat menjaga keseimbangan kehidupan yang baik.
Teori Keseimbangan dalam Kesibukan Bekerja
Diri dalam bekerja memang selalu disibukkan pikiran karena fokus agar dapat menyelesaikannya dengan tepat waktu. Â Ketika pikiran-perasaan dan fisik manusia berkelana mencari materi dan mempersiapkan untuk kepentingan besuk hari atau tahun-tahun mendatang adalah sebuah bentuk penjara badan dalam kesibukan bekerja.
Walaupun diri adalah orang bebas yang tidak masuk sel namun melihat rutinitas keseharian dalam kehidupan ibarat diri dipenjara oleh pekerjaan (materi). Â Oleh karena itu penting kiranya diri untuk bisa melepaskan diri dari penjara tersebut. Â
Maka setiap orang harus memiliki kesadaran bahwa bekerja adalah hal yang baik namun bisa berubah menjadi tidak baik jika diri bekerja melampaui batas. Â Diri yang demikian karena tak memiliki pengetahuan atau pemahaman yang cukup untuk mengetahui pembatas antara yang baik dan tidak baik.Â
Bekerja merupakan sebuah kenikmatan dan bagaikan kelezatan dalam perjalanan kehidupan manusia. Â Namun kenikmatan dan kelezatan bisa berubah menjadi musibah ataupun petaka jika disebabkan munculnya rasa bosan-penyakit diri-ataupun hilangnya orang-orang yang pernah dicintai dan dicintainya.
Tugas diri adalah untuk selalu mencari pemahaman atau pengetahuan yang benar dan tidak sekedar mengikuti pengetahuan yang selama ini dianggap benar oleh orang lain. Â Mencari pemahaman tersebut adalah dengan selalu merenung dan belajar ditengah kesibukannya untuk mencari jawaban atas penjara kehidupannya.
Ibaratnya diri yang datang ke majelis ilmu adalah dengan motivasi untuk mencari pemahaman/pengetahuan yang benar. Â Dan bukan datang ke majelis karena diri untuk memenuhi kebutuhan perutnya (materi/prestasi/popularitas). Karena ketika diri lepas dari unsur dunia maka akan memudahkan diri dalam menerima segala bentuk nasehat dan menjadikan diri paham dengan pemahaman tentang kehidupan yang baik.
Dan ketika ini terjadi maka hati dan mata manusia akan terbuka dan mengakibatkan timbulnya jiwa manusia yang diwakili oleh rasa penyesalan serta memunculkan instropeksi untuk selalu belajar dan memperbaiki diri. Â Dan kesadarannya pun tidak hanya sekedar muncul di tempat pencarian ilmu namun kesadaran yang hakiki dan akan menyertai perjalanannya di kehidupan di dunia ini.
Pemahaman kehidupan yang baik akan membawa pada pengenalan tugas diri sebagai manusia yang sesungguhnya. Â Karena dengan pemahaman tersebut akan diawali dengan mengenal diri secara benar. Â Ketika diri dapat mengenal dirinya sendiri otomatis diri tidak ingin ditinggalkan oleh dirinya sendiri dan hanya dikuasai oleh hal yang lain.
Mengenali dirinya sendiri berarti bahwa diri mampu melakukan "anatomi" badan manusia baik secara jasmaniah dan ruhaniah. Â Karena dengan mengenalinya maka tidak akan terjadi dominasi baik dominasi jasmani ataupun dominasi ruhaniah. Itulah yang disebut dengan keseimbangan kehidupan manusia.
Teori keseimbangan kehidupan ini sebuah pemahaman tentang  "kerja" manusia yang sesungguhnya.  Ibarat keseimbangan antara jasmani yang diwakili oleh indera (Mata, hidung, mulut, telinga, dan kulit) dengan indra (pikir, Perasaan, dan Keinginan) yang digerakkan oleh hati sebagai as penggerak kerja dari indra itu sendiri.
Kerja indra jasmani yang merupakan input yang memberikan informasi kepada indra ruhani.  Informasi yang masuk akan diolah dengan motor penggerak yaitu hati manusia.  Sehingga keputusan atau "kerja" manusia akan selalu selaras dengan tugas diri sebagai  makhluk yang sempurna.
Dan ketika kerja manusia sesuai dengan teori keseimbangan tersebut maka diri akan terlepas dari penjara rutinitas kehidupan sehari-hari. Â Karena diri mampu "kerja" dengan baik dan mengelola waktu yang ada baik untuk bekerja maupun untuk tugas lain dalam kehidupannya.
Teori keseimbangan ini bukan melemahkan semangat kerja dalam bekerja sehari-hari. Â Melainkan akan menjadikan motivasi yang lebih dalam bekerja, karena merasa bahwa bekerjanya yang seperti yang dilakukannya sehari-hari adalah bagian dari tugas untuk bermusafir di kehidupan di dunia ini.
Teori kesimbangan akan menjadikan diri menekan nafsu dan syahwat dalam bekerja yang muaranya pada kepentingan diri (materi/prestasi/popularitas). Â Namun mampu menjadikan diri manusia bekerja dengan menjalankan profesinya baik sebagai karyawan/pimpinan karena kesadaran bahwa bekerja adalah tanggung jawab diri dengan Sang Pencipta.
Hanya sekedar humor sufi. Â Tidak ada yang lucu dalam humor ini, namun kelucuan mungkin dari perbedaan pemahaman yang ada.
Terima kasih
Magelang, 12/12/2021
Salam, KAS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H