Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Suwung

6 Oktober 2021   20:17 Diperbarui: 7 Oktober 2021   18:19 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ketika diri kita mendengar kata "suwung" otomatis dalam benak akan terpusat pada pemahaman kata "kosong".  Namun banyak makna yang terlintas ketika kata itu diikuti dengan kata dibelakangnya.  

Ketika kata suwung dihubungkan dengan sebuah kata rumah maka diartikan sebagai sebuah rumah yang tidak ada penghuninya. Kajian tentang suwung kali ini bukan dihubungkan dengan kata benda melainkan jika kita hubungkan dengan kondisi diri sebagai seorang manusia.

Secara umum diri manusia adalah terdiri dari dua elemen yaitu naluri dan nurani.  Elemen yang ada dalam diri ini seharusnya digunakan secara bersama dan tidak ada yang dominan dalam penggunaan, inilah yang disebut dengan keseimbangan kehidupan.  

Ketika diri tidak seimbang dalam menggunakan dua elemen tersebut maka akan berdampak pada ketidak harmonisan kehidupan diri yang kemungkinan bisa berdampak pada manusia lain yang berada dalam lingkungan diri. Sehingga akan berdampak diri menjadi subyek atau obyek untuk lingkungan orang dan masyarakat di sekitar kita.

Sebagai subyek ini berarti bahwa diri menjadi suwung yang bermakna diri lebih dominan kekuatan naluri yang ada.  Seperti kita ketahui naluri adalah merupakan perbuatan diri yang dilakukan akibat dari dorongan hati atau nafsu yang didasarkan untuk mempertahankan eksistensi hidup. 

Dampak dari diri yang hanya mengandalkan pada hati atau nafsu ini mengakibatkan perilaku diri tidak dalam keseimbangan karena tidak menggunakan indra yang lengkap seperti yang diberikan oleh Sang Pencipta kepada semua manusia (Indra Manusia).   

Ketika hal ini terjadi maka dominasi ego diri untuk menunjukkan eksistensi akan menjadi tujuan utama tanpa memperhatikan posisi dan kondisi orang lain yang ada disekitar kita.  

Sebuah kerugian diri jika kita hidup dalam kondisi yang tidak seimbang seperti ini karena kehidupan diri hanya tertuju pada titik kepuasan diri untuk eksistensi kehidupan di dunia ini.

Sebagai obyek ini berarti bahwa diri mengalami suwung karena diri memang dalam kondisi yang tidak bisa dan memiliki kemampuan apapun baik dari segi naluri.  

Karena diri hanya selalu menggunakan hati/rasa (karena bukan qolb).  Hal ini berakibat diri selalu memiliki rasa was-was/curiga/kekhawatiran sebelum melakukan aktivitas dalam kehidupan. 

Maka dampaknya diri selalu terlambat dalam semua tindakan atau keputusan yang diambil. Eksistensi dalam kehidupan akan menjadikan diri selalu menjadi obyek dari orang lain akibat diri kalah sebelum berperang.  Dan mungkin diri sering dianggap diri yang suwung yang perlu di bawa ke dokter untuk diperiksa.    

Dua fenomena diri manusia baik sebagai subyek atau obyek dalam kehidupan tidaklah sulit ditemui dan mungkin hal itu merupakan fenomena diri kita sebagai manusia yang hidup sekarang ini.  Hal ini berdampak menjadi sebuah masalah kehidupan di dunia ini penuh dengan ketidakseimbangan.  

Ketika ketidakseimbangan ini muncul maka dampak yang terjadi adalah kehidupan bukanlah sebuah perjalanan untuk mencari kebahagian tetapi perjalanan mengarah kepada kerusakan dan pembinasaan diri manusia yang lain.  

Sebuah masalah yang sederhana yang sebetulnya terjadi akibat tidak tercapainya sebuah keseimbangan diri akibat diri tidak mampu atau menggunakan indra secara komplit yang diberikan oleh Sang Pencipta kepada seluruh manusia. 

Ketidakkomplitan diri dalam menggunakan "bekal diri" yang diberikan oleh sang Pencipta ini mengakibatkan diri dipenuhi oleh pemikiran atau keinginan yang berasal dari naluri atau nurani yang dominan dalam diri kita. Ketika pemikiran dan keinginan sudah menjadi tuhan diri maka tidak ada kata lain kecuali harus dipenuhi.  

Hal ini berdampak diri "suwung" dengan tugas diri sebagai manusia yang  diciptakan oleh Sang Pencipta dan diperintahkan untuk hidup di dunia ini.

Sang Pencipta pun sebetulnya juga memberikan pelajaran melalui alam agar diri kita mau belajar tentang bagaimana bisa menjaga keseimbangan dalam kehidupan agar diri dapat lepas dari dominasi naluri dan nurani.  

Burung merak salah satunya.  Seperti kita ketahui burung merak adalah salah satu burung yang memiliki bulu-bulu indah yang sangat menarik.  Ketika bulu bulu itu berkembang maka bisa menimbulkan keindahan yang luar biasa.  

Keindahan yang dimiliki bisa menjadikan dirinya subyek dan obyek dalam kehidupan.  Dan saat saat tertentu merak akan mencabuti bulu yang dimiliki agar dirinya merasa suwung dan terlepas dari beban sebagai subyek dan obyek.  

Rontoknya bulu merak akan menghilangkan dominasi naluri dan nurani karena akan kembali dalam kondisi merak yang suwung.  Kesuwungan merak mengakibatkan kehidupan merak akan bebas dari subyek dan obyek serta menjadikan diri hidup dalam ketenangan dan kebahagiaan.  Itulah waktu yang tepat bagi merak menemukan titik keseimbangan dalam kehidupan pas dalam kondisi suwung.

Berdasarkan hal tersebut maka makna "suwung" adalah sebuah rasa hampa yang ada dalam diri manusia yang terbebas dari jajahan naluri dan nurani serta akan menimbulkan kesadaran diri dengan posisi diri di tengah perjalanan kehidupan di dunia ini.  

Rasa hampa ini dimaknai sebagai kondisi kosong yang tidak mempunya bentuk dan bersifat abstrak karena diri dalam kehidupan diwakili oleh "faktor lain" yang merupakan hakekat diri yang sesungguhnya.  

Sehingga dapat dikatakan suwung merupakan merupakan kekosongan yang ada dalam diri manusia manusia yang digantikan dengan kerjanya "qolb/bukan hati" dan menggantikan peran dari kerja naluri dan nurani.  

Dampak diri yang suwung ini bernuansa pengendalian diri yang sempurna sehingga menimbulkan kehidupan dalam kondisi equibrium yang sesungguhnya.  

Kondisi keseimbangan inilah karena diri dalam hidup selalu menjalankan perintah dari Sang Pencipta karena manusia diciptakan hakekatnya adalah menggantikanNYA.

Demikian sedikit makna filosofi suwong yang seharusnya bisa diaplikasikan diri pada manusia agar dapat mencapai titik keseimbangan untuk mencapai kebahagiaan dalam kehidupannya.  Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.   terima kasih.

SUWONG (Potongan Puisi)

......

Kesendirian dalam perjalanan adalah awal dari perjalananmu... Rasa sepi dan sendiri haruslah dilewati... untuk menuju "suwong... Yang merupakan proses diri menemukan kesadaran

Jangalah berputus asa... Berpikirlah... Karena suwong akan menemukan rasa hampa dari kesadaran diri yang ada sekarang.. Karena suwongmu akan diisi dengan titah Sang Pencipta

Titah sang Pencipta akan muncul jika diri sudah melewati perjalanan ini... Yang akan menggantikan kesadaran diri menjadi kesadaran hakiki... Dan akan menuntun diri mencari bekal dan menyampaikan... Hakekat pengetahuan yang Sejati

KAS, 5/10/2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun