Dua fenomena diri manusia baik sebagai subyek atau obyek dalam kehidupan tidaklah sulit ditemui dan mungkin hal itu merupakan fenomena diri kita sebagai manusia yang hidup sekarang ini. Hal ini berdampak menjadi sebuah masalah kehidupan di dunia ini penuh dengan ketidakseimbangan.
Ketika ketidakseimbangan ini muncul maka dampak yang terjadi adalah kehidupan bukanlah sebuah perjalanan untuk mencari kebahagian tetapi perjalanan mengarah kepada kerusakan dan pembinasaan diri manusia yang lain.
Sebuah masalah yang sederhana yang sebetulnya terjadi akibat tidak tercapainya sebuah keseimbangan diri akibat diri tidak mampu atau menggunakan indra secara komplit yang diberikan oleh Sang Pencipta kepada seluruh manusia.
Ketidakkomplitan diri dalam menggunakan "bekal diri" yang diberikan oleh sang Pencipta ini mengakibatkan diri dipenuhi oleh pemikiran atau keinginan yang berasal dari naluri atau nurani yang dominan dalam diri kita. Ketika pemikiran dan keinginan sudah menjadi tuhan diri maka tidak ada kata lain kecuali harus dipenuhi.
Hal ini berdampak diri "suwung" dengan tugas diri sebagai manusia yang diciptakan oleh Sang Pencipta dan diperintahkan untuk hidup di dunia ini.
Sang Pencipta pun sebetulnya juga memberikan pelajaran melalui alam agar diri kita mau belajar tentang bagaimana bisa menjaga keseimbangan dalam kehidupan agar diri dapat lepas dari dominasi naluri dan nurani.
Burung merak salah satunya. Seperti kita ketahui burung merak adalah salah satu burung yang memiliki bulu-bulu indah yang sangat menarik. Ketika bulu bulu itu berkembang maka bisa menimbulkan keindahan yang luar biasa.
Keindahan yang dimiliki bisa menjadikan dirinya subyek dan obyek dalam kehidupan. Dan saat saat tertentu merak akan mencabuti bulu yang dimiliki agar dirinya merasa suwung dan terlepas dari beban sebagai subyek dan obyek.
Rontoknya bulu merak akan menghilangkan dominasi naluri dan nurani karena akan kembali dalam kondisi merak yang suwung. Kesuwungan merak mengakibatkan kehidupan merak akan bebas dari subyek dan obyek serta menjadikan diri hidup dalam ketenangan dan kebahagiaan. Itulah waktu yang tepat bagi merak menemukan titik keseimbangan dalam kehidupan pas dalam kondisi suwung.
Berdasarkan hal tersebut maka makna "suwung" adalah sebuah rasa hampa yang ada dalam diri manusia yang terbebas dari jajahan naluri dan nurani serta akan menimbulkan kesadaran diri dengan posisi diri di tengah perjalanan kehidupan di dunia ini.
Rasa hampa ini dimaknai sebagai kondisi kosong yang tidak mempunya bentuk dan bersifat abstrak karena diri dalam kehidupan diwakili oleh "faktor lain" yang merupakan hakekat diri yang sesungguhnya.