Banyak peristiwa memilukan terjadi pasca semburan lumpur mengubah wajah kecamatan porong dan sekitarnya. Dalam organisasi sosial yang awal terbentuknya bertujuan untuk tempat berkumpul sekaligus berkomunikasi antar warga seperti PKK dan jamaah Yasin, terpaksa harus hilang secara perlahan karena kekhawatiran yang amat besar akan resiko tinggal dekat dengan lumpur sidoarjo. Secara sekilas memang sangat sepi wilayah yang berada di dekat tanggul, hal itu mungkin karena banyak masyarakat yang menyelamatkan diri ke tempat yang mereka anggap aman. Tapi penyelamatan diri merupakan keharusan, karena demi para generasi masa depan untuk memperoleh kehidupan yang layak.
Namun bukan karena warga pindah kemudian disimpulkan permasalahan lumpur sidoarjo selesai. Mereka yang memutuskan pindah adalah mereka yang memiliki kemampuan pindah secara materi sebab masih banyak warga yang pindah namun untuk menghemat biaya mereka menempati rumah kontrakan dengan penghuni dua keluarga sekaligus, adapula di balik kesunyian sekitar tanggul masih saja ada warga yang nekat tinggal karena keterbatasan kemampuan untuk pindah ke tempat yang lebih aman.
Hilangnya institusi sosial seperti itu tidak bisa dianggap remeh karena jati diri masyarakat indonesia adalah memiliki jiwa sosial yang baik. Melalui institusi – institusi sosial seperti demikianlah maka masyarakat indonesia mampu saling bertukar pandangan untuk kerukunan dan juga kemajuan bangsanya.
Tidak sebatas kota yang awalnya selalu ramai dengan hiruk pikuk warga bersosialisasi dan juga berniaga, sekarang berubah menjadi sunyi. Industri – industri juga menjadi kebingungan untuk masa depan usahanya maupun nasib pekerjanya. Banyak yang kehilangan pekerjaan sehingga harus pontang panting mencari pekerjaan di era yang semakin sulit ini. beberapa usaha yang menjadi ciri khas dari kabupaten sidoarjo adalah adanya perkembangan usaha kerajinan tas, sepatu maupun sandal dari kulit.
Dengan kerajinan – kerajinan tersebutlah warga daerah tanggulangin menggantungkan nasib masa depan hidupnya. Namun pasca terjadinya lumpur sidoarjo para pengrajin tersebut semakin berkurang, sehingga akan penuh tanya, mereka yang awalnya menggantungkan sumber keunangannya dari usaha keajinan, mereka sekarang harus bagaimana dalam memenuhi kebutuhannya, saya rasa akan sangat sulit untuk secara tiba – tiba mereka nekat mengubah haluan hidup mereka dari pengrajin menjadi apapun yang bisa dilakukan.
Selain sektor ekonomi yaitu kerajinan, sektor ekonomi yang lain adalah tambak ikan. Oleh karenanya sidoarjo terkenal sebagai daerah penghasil ikan. Sehingga ada beberapa desa yang berada di kabupaten sidoarjo memiliki nama dengan awalan TAMBAK, seperti Tambak Sawah dan Tambak Rejo.
Akibat adanya lumpur yang dialirkan disungai porong maka perubahan air sungai porong pun terjadi sehingga banyak petani ikan yang mendapati ikan – ikan ditambaknya mati sebelum panen, para penambak yang berada disekitar kali porong yang memanfaatkan aliran airnya tentu sangat prihatin dan takut karena mata pencaharian mereka satu – satunya sangat terancam oleh adanya pencemaran air akibat lumpur yang dibuang disungai. Sehingga lambang dari kabupaten sidoarjo yaitu dua ikan (Bandeng dan udang) akan menjadi kenangan. Tentunya awal terinspirasi lambang tersebut adalah karena dahulu sektor perikanan di sidoarjo menjadi penopang ekonomi masyarakatnya.
Sidoarjo mungkin akan menyisakan kenangan panjang tentang sebuah peradaban manusia yang tenggelam akibat keserakahan manusia itu sendiri. Karena peradaban manusia yang ada terpaksa ditenggelamkan oleh lumpur panas. Menurut buku “Kronik Lumpur Lapindo” menyebutkan bahwa sidoarjo yang dikenal dengan delta sidoarjo dahulu kala merupakan tempat berdirinya kerajaan Kahuripan yang ditulis tahun 1019-1042 M dipimping oleh raja Airlangga yang merupakan cikal bakal adanya kerajaan – kerajaan besar berikutnya seperti kerajaaan majapahit maupun kerajaan Kediri. Adanya kisah tersebut menunjukkan bahwa dahulu kala sidoarjo sudah merupakan pusat peradaban dimana banyak manusia yang melakukan aktivitas kehidupan dan merasa nyaman untuk menjalani hidup dengan segala permasalahannya.
Terlebih dengan adanya sungai porong yang merupakan akses jalur perdagangan yang menghubungkan selat Madura hingga sungai brantas. Dengan adanya bencana lumpur panas sidoarjo ini akankah sebuah peradaban yang sudah pernah terjadi pada masa kerajaan kemudian dilanjut hingga masa setelah reformasi ini menjadi sebuah peradaban yang tenggelam dan akan menjadi kenangan dan menjadi objek kajian arkeologi di masa mendatang.
Beberapa dampak sosial ekonomi tidak cukup membuat sedih dan juga memprihatinkan masyarakat korban lumpur panas sidoarjo. Namun dampak yang lebih mengerikan adalah adanya perubahan lingkungan yang sangat tidak aman untuk kesehatan. Sehingga nyawa pun menjadi taruhan setiap warga korban lumpur sehari – hari, setiap saat. Udara menjadi kotor, bau gas tak sedap pun sangat menyengat. Dalam “kronik Lumpur Lapindo” disebutkan gas metana yang tersebar akibat semburan lumpur ini juga berpotensi pada naiknya Gas Rumah Kaca (GRK). Dengan naiknya GRK maka pemanasan global pun juga mengalami hal yang sama.
Seperti yang kita ketahui bahwasannya dampak dari pemanasan global sangatlah nyata, paling tidak yang sangat mudah dirasakan adalah naiknya suhu udara disekitar kita. Namun naiknya suhu udara sebanarnya tidaklah sebatas hanya menjadi panas dan membuat semakin tidak nyaman, lebih dari itu suhu panas tersebut juga semakin menunujukkan resiko panas matahari terkait radiasi sinarnya. Selain udara terdapat pula gas – gas liar yang bermunculan disekitar lumpur panas sidoarjo, gas – gas tersebut sangat mudah tersulut api, dengan gas yang mudah tersulut api tersebut sangatlah berbahaya bagi warga karena keamanan hidupnya sangat terancam.