Teks puisi tersebut juga menggambarkan Marsinah sebagai sebuah ancaman bagi sebagian orang, hingga harus dijemput paksa di rumahnya. Dalam teks puisi tersebut tergambar juga bahwa perempuan sebagai kaum yamng lemah, dan selalu diperlakukan dengan kekerasan.
Sapardi Djoko Damono menggambarkan puisi Dongeng Marsinah jika dicermati dan dirasakan akan menimbulkan perasaan emosi yang dialami tidak hanya bagi pembaca perempuan saja namun laki-laki yang membaca teks puisi tersebut. Penggambaran tokoh Marsinah sebagai seorang perempuan yang mendapatkan kekejaman dan kekerasan hingga akhir hayatnya tergambar dalam kutipan teks puisi berikut.
     Â
5. Citra Perempuan dari Segi Perlakuan Fisik
Ia tidak diberi air, Â
ia tidak diberi nasi; Â
detik pun gerah Â
berloncatan ke sana ke mari. Â
Dalam perhalatan itu, Â
kepalanya ditetak, Â
selangkangnya diacak-acak, Â
dan tubuhnya dibirulebamkan Â
dengan besi batangan. Â
Detik pun tergeletak, Â
Marsinah pun abadi. (Melipat Jarak: Damono, 2015:9)
Â
Dalam teks puisi tersebut digambarkan seorang perempuan diperlakukan secara tidak manusiawi. Perlakuan berupa tidak memberi makan dan minum hingga kekerasan fisik juga kekerasan seksual yang terjadi pada diri Marsinah, menggambarkan perlakuan pada seorang wanita dengan kekerasan. Teks puisi tersebut menggambarkan perlakuan pada perempuan yang dianggap lemah dan tidak berdaya hingga harus menerima kekerasan fisik dan seksual sampai akhir hayatnya.
Adapun hasil analisis pada teks puisi di atas Ia tidak diberi air, Ia tidak diberi nasi dan kepalanya ditetak selangkangnya diacak-acak, dan tubuhnya dibirulebamkan. Pada teks puisi tersebut menunjukan Marsinah sebagai sosok perempuan yang mendapat perlakukan tidak manusiawi, dalam puisi tersebut juga digambarkan wanita sebagai kaum yang lemah, sehingga selalu mendapatkan kekerasan baik secara fisik namun juga kekerasan seksual.
6. Citra Perempuan dari Segi Perlakuan dan Perasaan Jiwa
Semak-semak yang tak terurus Â
dan tak pernah ambil peduli, Â
meregang waktu bersaksi: Â
Marsinah diseret Â
dan dicampakkan -- Â
sempurna, sendiri. Â
Pangeran, apakah sebenarnya Â
inti kekejaman? Apakah sebenarnya Â
sumber keserakahan? Apakah sebenarnya Â
azas kekuasaan? Dan apakah sebenarnya Â
hakikat kemanusiaan, Pangeran? Â Apakah ini? Apakah itu? Â
Duh Gusti, apakah pula Â
makna pertanyaan? (Melipat Jarak: Damono, 2015:9-10)
Â
Dalam teks puisi tersebut digambarkan secara jelas bahwa Marsinah sebagai seorang perempuan yang tidak mengerti tentang apa-apa, hingga ia mendapatkan kekejaman dan kekerasan tanpa rasa kemanusiaan.
Dalam teks puisi tersebut digambarkan adanya citra perempuan dari aspek fisis. Selanjutnya melalui kalimat tersebut dapat diperoleh gambaran tentang keadaan perempuan yang mendapatkan penyiksaan yang tidak seharusnya di dapatkan karena keterbatasan fisik yang dimilikinya. Dalam teks puisi tersebut digambarkan secara jelas bahwa Marsinah sebagai seorang perempuan yang tidak mengerti tentang apa-apa, hingga ia mendapatkan kekejaman dan kekerasan tanpa rasa kemanusiaan.