Di kaki Gunung Urip, ada sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh hutan hijau dan sungai yang jernih. Di desa ini, hidup seekor kerbau bernama Badus. Badus adalah kerbau yang kuat, dengan tanduk yang besar dan tubuh yang kekar. Namun, sayangnya, ia memiliki kebiasaan buruk yaitu dia suka mengejek dan membully hewan-hewan lain di desa.
Suatu hari, Badus sedang berjalan-jalan di padang rumput. Dia melihat seekor kambing kecil bernama Monmon sedang mencoba memanjat pohon untuk mencari daun yang segar. Badus tertawa terbahak-bahak. "Lihatlah, kambing kecil ingin jadi monyet!" ejek Badus sambil berguling-guling di tanah. "Kamu tidak bisa memanjat, Monmon! Kamu terlalu lemah dan bodoh untuk itu!"
Monmon merasa malu dan sedih. Dia turun dari pohon dengan kepala tertunduk. "Aku hanya ingin mencoba," bisik Monmon pelan. Tapi, Badus tidak peduli. Dia terus menertawakan Monmon sepanjang hari itu.
Di pohon yang tinggi, seekor burung jalak bernama Soko menyaksikan semuanya. Soko adalah burung yang bijaksana. Dia sering terbang dari satu desa ke desa lain dan selalu mendengar cerita-cerita hewan di sepanjang perjalanan. Melihat sikap Badus yang suka membully, Soko memutuskan untuk berbicara dengan Badus.
"Badus, mengapa kamu selalu mengejek teman-temanmu?" tanya Soko lembut. "Apakah kamu tidak merasa kasihan melihat mereka sedih?"
Badus mendengus. "Kenapa aku harus peduli? Mereka semua lemah dan bodoh. Aku yang terkuat di sini, jadi mereka harus menurutiku!"
Soko tersenyum tipis. "Kekuatan sejati bukanlah tentang siapa yang paling kuat atau siapa yang paling keras, Badus. Kekuatan sejati adalah tentang bagaimana kamu memperlakukan teman-temanmu. Kamu tahu, pohon yang kuat bisa tumbang karena badai, tapi pohon yang bijak akan membungkuk dan bertahan."
Badus terdiam. Kata-kata Soko masuk ke dalam hatinya, seperti air yang menetes ke dalam tanah kering. Namun, Badus masih merasa dirinya benar dan tetap melanjutkan kebiasaan buruknya.
Beberapa hari kemudian, saat Badus sedang tidur di bawah pohon besar, tiba-tiba tanah di sekitarnya bergetar. Sebuah badai besar datang tanpa peringatan, menghancurkan segala sesuatu di jalurnya. Badus terbangun dengan panik. "Tolong! Tolong!" teriaknya. Tapi tidak ada yang datang menolong.
Monmon, meski sering diejek oleh Badus, tidak tega melihat Badus dalam bahaya. Dengan keberanian yang luar biasa, dia melompati pohon tumbang dan menendang batu-batu kecil ke sisi untuk membuka jalan. "Ayo, Badus! Cepat! Ikuti aku!" teriak Monmon.
Badus sangat terkejut. "Kamu... kamu mau menolongku?" tanyanya dengan suara gemetar.
"Tentu saja," jawab Monmon dengan senyum lembut. "Teman sejati tidak akan meninggalkan temannya dalam kesulitan."
Dengan bantuan Monmon, Badus berhasil keluar dari bahaya. Setelah badai reda, Badus merasa sangat malu atas sikapnya selama ini.
 "Monmon, aku minta maaf karena selalu mengejekmu," kata Badus dengan tulus. "Aku sekarang mengerti bahwa menjadi kuat bukan berarti merendahkan yang lain. Aku ingin menjadi teman yang lebih baik."
Monmon tersenyum. "Aku maafkan kamu, Badus. Mari kita mulai dari awal dan menjadi sahabat yang baik."
Dari hari itu, Badus berubah menjadi kerbau yang ramah dan baik hati. Dia berhenti membully dan mulai membantu teman-temannya. Mereka semua belajar bahwa di kaki Gunung Urip, persahabatan dan saling menghargai adalah hal yang paling berharga. Mereka hidup bahagia dan damai, saling membantu seperti sungai yang mengalir tenang, membawa kehidupan dan kedamaian ke setiap sudut desa. Dan Soko, burung jalak bijaksana, hanya tersenyum dari atas pohon, puas melihat perubahan yang indah di desa kecil itu.
Salam Literasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H