Mohon tunggu...
Muh Fahrurozi
Muh Fahrurozi Mohon Tunggu... Human Resources - Penikmat Kopi

Hanya manusia biasa yang ingin mati dengan damai, sebab hidup adalah proses panjang dari bagaimana cara kita mati.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penguasa Amnesia

7 Juni 2018   07:44 Diperbarui: 7 Juni 2018   07:56 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak banyak yang ingin kusampaikan dalam tulisan ii, aku hanya ingin mneyampaikan kegundahan hatiku.

Aku hanya ingin mengabarkan sesuatu kepada mereka yang buta dan mati hatinya, bahwa disini ada berjuta-juta derita.

Lihatlah di pinggir-pinggir jalan, di trotoar-trotoar jalan. Berharap pada tiap-tiap orang yang lalu lalang untuk diberi sesuap nasi supaya bisa melanjutkan hidup.

Pdahal mereka, oleh penguasa disebutnya sebagai rakyatnya.

Lewat kampanye-kampanye politiknya, mereka tidak malunya mengakui mereka semua sebagai rakyatnya, apalagi sampai dikatakan sebagai rakyatnya yang paling mereka cinta, bulsit, omong kosong.

Rasanya ingin kutampar wajah sok polos tanpa dosa dan kedermawanan mereka saat menyebut rakyat adalah yang paling mereka cintai.

Aku tidak percaya kalau mereka lupa dengan janji-janji mereka, namun bisa saja, bisa saja uang dan kekuasaan membutakan mata dan hati mereka. atau mungkin kemewahan gedung, kursi yang empuk, dinginya ruangan kerja mereka. membuat mereka enggan untuk tururn melihat rakyat yang hidup dalam lingkungan kotor dan panas.

Aku pikir, tugas mereka memang seperti itu. Jangan jadi pelayan rakyat jika tida bisa melayani rakyat.

Lucunya negeriku ini, dari seorang pelayan, sekarang sudah berani menantang rajanya sendiri.

Tapi apalah dayanya bagi rakyat, mereka tidak ada pilihan lain selain nurut. bahkan mahasiswa sebagai kaum idealis, penyambung lidah rakyat, saat ini jejaknya tidak lagi ditemukan. Mungkin mereka sudah menjadi budak penguasa, atau bisa saja memikirkan keegoisannya sendiri, bisa juga mereka asyik beronani ditiap rumah-rumah atau kos-kos mereka.

Sekali lagi inginku kabarkan kepada kalian yang bergelimpangan harta dan kemewahan, disini ada derita yang menggunung.

Jangan kalian jual tanah kami, sementara kami terlantar.

Jangan buat harga diri  bangsa turun, karena sifat keserakahan kalian.

Untuk kalian para penguasa, sadarlah. Kalian punya tugas dan tanggung jawab sacral yang balasanya besar di akhirat nanti.

Sekali-kali turun dan lihatlah mereka rakyat jelata, yang setipa hari berharap derita ini segera berakhir. Jangan salahkan mereka, mereka seperti itu karena kurangnya pendidikan. Mereka ingin berpendidikan, tapi uang pendidika yang tiap waktu semakin naik, tidak ada lagi harapan mereka unutk berpendidikan. Padahal pendidikan itu ialah hak segala bangsa, dan dibiayai oleh Negara.

Betapa banyaknya kejanggalan dan pelanggaran dinegeri ini. Hukum lama dihapus, hokum baru dimunculkan untuk memuaskan keserakahan para penguasa.

Suara-suara kritik dan perlawanan, semakin hari tergerus. Kaum-kaum intelektual diambil nyawanya dan dikemudi, menjadikan mereka budak-budak kampus. Lalu lupa dengan derita rakyat.

Aku salut dengan mereka yang sampai hari ini masih rela berpanas-panas, berhujan-hujan dijalan-jalan untuk meneriakan ketidakadilan di negeri ini.

Dikala kebanyakan mahasiswa lainya sudah dicuci otaknya, mereka masih mampu berjuang dan lolos dari cucian otak itu.

Selamat untuk kalian yang masih memeprtahankan hal itu, mudah-mudahan kobaran api semangat seperti itu jangan sampai hanya ada  dan berhenti digenerasi kalian.

Aku sering berkhayal, negeri ini kembali seperti tujuan awal pendirianya. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme benar-benar hilang dinegeri ini. segala sesuatunya dilakukan benar-benar untuk kemakmuran rakyat. Negara hanya sebuah symbol, sebenarnya yang harus diperhatikan adalah masyarakatnya. Semakin bagus dan sejahtera masyarakatnya, semakin bagus juga nama Negara itu.

Amerika, Jerman, Ingris, Jepang, Australia, dan deretan Negara-negara maju lainya. Mereka lebih utama memberdayakan masyarakatnya. Kita punya sumber daya alam yang melimpah, hanya tinggal bagaimana kita menyiapkan sumber daya manusianya yang berkualitas.

Terkadang saya malu dengan bapak-bapak pendiri bangsa ini, Negara yang mereka dirikan dengan lautan keringat dan darah, juga perlawanan yang tiap hari tiada hentinya. 

Saat ini hanya dijadikan lading uang bagi para penguasa, atas nama masyarakat dan Negara, mereka menggadaikanya untuk keuntungan mereka. sungguh miris negeriku. Arwahmu hamper terputus dengan jasadmu, tidak tahan dengan keserakahan manusia-manusia yang hidup diatas mu, yang mereka sebut sebagai wakil rakyat; pelayan rakyat.

Kembalikan Indonesia kami seperti yang diharapkan oleh pendiri bangsa saat awal berdirinya Negaraka ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun