Kenapa bisa ada para koruptor? sebab mereka tidak betul-betul dipilih oleh rakyat. Kertas suara yang tercentang ataupun ditusuk itu bukan samata-mata suara murni dari rakyat. Banyak hal dan juga kejadian dibalik surat suara itu. Banyak moril, moral, dan materi yang dikorbankan untuk itu.
Bagaimana jadinya kalau pemerintahan di Indonesia ini bersih tanpa adanya koruptor. Sudah barangkali kesejahteraan tidak perlu lagi di cari.
Bagaimana tidak? Uang yang dihasikan dari korupsi yang bernilai miliar dan triliun-triliun itu bisa pergunakan untuk kesejahteraan keluarga miskin, membuka usaha-usaha tani dan nelayan, buruh, dst.
Dan sekarang tindakan korupsi tidak saja dilakukan oleh pihak-pihak dari kepemerintahan. Guru yang tugas dan kewajibanya sebagai pendidik juga sudah terlibat dalam tindakan biadab yang sialan itu.
Lalu siapa lagi yang bisa kita harapkan untuk mendidik generasi-generasi selanjutnya untuk tidak melakukan korupsi? Siapa yang bisa kita harapkan untuk mendidik moral generasi selanjutnya jika yang menddinya saja tidak paham moralitas? Kita hanya butuh peraturan baru yang bisa memberi efek jera supaya korupsi tidak ada lagi di bumi NKRI ini, dengan hukuman mati, potong tangan atau apapun yang bisa betul-betul membuat koruptor berpikir-pikir seribu kali untuk melakukan tindakan sialan itu. Kalau kita mengharapkan orang dalam yang duduk di pemerintahan, yang memiliki wewenang dalam membuat dan mengatur kebijakan, itu tidak mungkin karena lembaga pemerintahan isinya sekarang  hampir dipenuhi oleh mereka-mereka rakus dan haus kekuasaan. Mereka yang rakus dan haus kekuasaan sudah pasti menggunakan 1001 cara untuk mencapai kekuasaan. Padahal ketika kampanye, suaranya begitu lantang menyuarakan bahwa mereka maju karena panggilan nurani untuk meningkatkan kemakmuran rakyat.
Saya pernah melihat secara langsung bagaimana cara mereka melakukan kampanye dimasyarakat, khususnya masyarakat-masyarakat pinggiran dan terpencil.
Saya menceritakan ini karena kesal dengan orang yang dulu datang kampanye di desa saya, dia  mengatakan akan membangun wirausahaan untuk warga kami, setelah dia terpilih hal itu tidak pernah terjadi. Bahkan dia tidak pernah datang mengunjungi kami, walaupun hanya untuk sekedar melihat.
Lihatlah betapa kotornya politik di negeri ini. Belum lagi kalau  kita membicarakan apa yang dia lakukan selain dari pencitraan untuk menarik simpati itu? saya juga melihat langsung bagaimana uang dan kaos disalurkan kepada warga didaerahku waktu itu. Iya, itu jelas sebuah cara yang busuk, menyuap rakyat, menjadikan rakyat sebagai batu pijakan supaya dia bisa sampai keatas. Setelah naik mereka kembali melakukan korupsi untuk mengembalikan modal yang telah mereka buang waktu kampanye. Seperti itu yang saya lihat dari seorang politisi, sudah tidak ada yang benar-benar murni pilihan rakyat, dan menyuarakan suara rakyat. Seperti itulah politisi, yang ada dipikiran mereka adalah bagaimana caranya meraup keuntungan banyak.  Begitupun rakyat, sepertinya hanya bisa pasrah, bingung memilih siapa, sehingga siapa yang paling banyak memberinya uang, itulah yang mereka pilih.
Bagaimana dengan negarawan? Tentu yang ada dipikiran mereka adalah bagaimana generasi kedepanya mengalami perkembangan kearah yang positif. Dan itu selaras dengan yang diinginkan oleh para pendahulu kita.
Sampai hari ini, saya pribadi belum menemukan sang negarawan itu. Bahkan di tingkatan nasional sampai daerah, saya belum temukan.
Hari ini kepala desa saja, sudah mempraktekan hal picik yang merugkan masyarakat itu. Anggaran Desa lebih banyak masuk ke kantong kades dan beberapa bawahanya yang penurut, maka jangan heran akhir-akhir ini kita melihat diberita-berita, bagaimana kepala desa ditangkap karena hal itu.
Belum lagi soal kebijakan, ketika rakyat mencoba untuk menyuarakan hal itu, negeri ini seakan tidak memiliki pemeritahan. Semua diam dan menutup mata, seolah-oleh suara rakyat itu tidak ada artinya apa-apa, padahal rakyat itulah yang membuat mereka bisa berada di posisinya sekarang.
Katanya kebebasan berpendapat itu sudah diatur dalam undang-undang. Namun nyatanya ketika rakyat mencoba menyuarakan hal yang tidak memihak kepada masyarakat, mereka malah membubarkannya secara paksa. Saya pikir kebebasan berpendabat sekarang hanya untuk mereka yang berkuasa.
Sampai saat ini, apa yang salah dengan Indonesia? Jawabanya Indonesia kurang berani, ketika ada seorang atasan yang melakukan sesuatu yang tidak semestinya, mereka tidak berani lagi menantang dan bertindak lebih jauh, walaupun itu untuk kebenaran dan rakyat.
Kekuatan dan kekuasaan utama yang katanya dari rakyat, relitasnya tidak seperti itu. Rakyat hanya dijadian babu, sumber  dan ladang uang untuk mereka.
Begitu bobroknya keadilan dinegeri ini, yang dibela hanya mereka yang berduit, sekalipun orang yang berduit itu salah tetap dibela.
Rasanya ingin berontak dan berteriak melihat kekacauan yang terjadi dinegeri ini, tapi dalam pandangan orang, saya mungkin tidak lebih hanya seperti sebutir pasir di dalam panjang pantai di Indonesia. Terlihat kecil bersama dengan orang-orang disekitar. Saya tidak bisa melawan mereka yang memiliki penjaga, yang mampu mengatur semuanya. Ketika ada yang berontak dan melawan, hasilnya kalau tidak mati ya dipenjarakan.
 Yang ku lakukan hanya bisa berharap sampi berusaha terus mengubah diri untuk mencintai Indonesia dan mengajak teman-teman yang lainya juga untuk terus melakukan perlawanan terhadap ketimpangan dan ketidakadilan di negeri ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H