Mohon tunggu...
Muh. Taufik
Muh. Taufik Mohon Tunggu... Wiraswasta - belajar dan terus belajar memperbaiki diri

berusaha selalu nyaman walaupun selalu dalam kekurangan

Selanjutnya

Tutup

Politik

KPU di Ujung Jalan

23 November 2010   04:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:22 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Judul diatas tidak ada hubungannya dengan kantor baru mereka yang masih dibangun persis di ujung jalan lingkar yang juga masih baru dan entah kapan selesai.Judul itu saya maksudkan tentang kondisi penyelenggara Pemilu di Indonesia yang akhir-akhir ini selalu dibicarakan dan pernah saya baca di berbagai media massa.

Di Komisi II DPR sudah masuk menjadi agenda untuk dilakukan revisi,ada yang mengusulkan agar KPU di isi dengan orang-orang parpol,ada yang bertahan dengan pola independensi, ada juga yang mengusulkan "sudahlah,kembalikan saja ke pemerintah".

Tapi apapun usulan itu saya kira semuanya baik.Namun mari kita kembali ke jiwa pemilihan itu sendiri.Dimanapun,pada setiap pemilihan semua orang menginginkan suasana yang  fair , jauh dari kecurangan dan tidak berat berat sebelah.Teman-teman pembaca pasti sudah bisa membayangkan bagaimana suasana KPU nanti jika yang masuk adalah wakil-wakil partai.Taruhlah seperti Pemilu 2009 lalu, partai peserta Pemilu ada 48 partai,sementara anggota KPU cuma 7 orang di pusat,KPU Provinsi cuma 5 orang,KPUD hanya 5 orang.

Jadi siapami yang diambil?(aksen Makassar)

"tapi pak,itu kan supaya unsur-unsur terwakili, yang lolos parliamentary treshold kan ada 9"

Ada yang menyanggah seperti itu.Betul juga,tapi tidaklah mungkin bisa menghindari kecurigaan,jika wakil partai A masuk, sementara wakil F,G,H dan seterusnya tidak masuk KPU bagaimana?.Ketika perhitungan suara selesai kemudian muncul ketidakpuasan bukan tidak mungkin partai yang kecewa dan tidak punya wakil di KPU bakal menyusun laskar perang dan ujung-ujungnya tawuran.Petinggi partai yang ngerti hukum sih,pasti lebih memilih ke MK,tapi tokoh lokal yang kecewa? Ini yang paling gampang menyusun barisan tombak di desa-desa.Jangan lupa titik paling krusial dalam Pemilu adalah pada saat penetapan setelah perhitungan suara,banyak orang yang jadi ahli matematika mendadak ikut-ikutan menghitung.

Ada juga wiro sableng yang mengusulkan agar masa jabatan anggota KPU sekarang dikurangi,alasannya supaya nanti masa jabatan KPU yang akan datang bisa seragam.

Itu juga keliru,karena dari pengamatan penulis,masa jabatan KPU berakhir berbeda-beda karena diperpanjang jika di daerahnya memasuki masa Pilkada, jadi sepanjang masa pelaksanaan Pilkada tidak diseragamkan pasti hasilnya ke depan ya begitu-begitu juga.

Terkesan dimata penulis memang KPU nya saja yang dihabisi,kan mereka tidak punya basis massa yang besar.Sulit buat anarkhis.Resiko kurang.Disamping tentunya semangat serakah yang meluap-luap karena ada yang menyangka hidup orang KPU itu makmur.Padahal tidak seperti itu.Dengan gaji 3 juta perbulan (untuk KPUD) dipotong pajak 15%,ditambah beban kerja yang luar biasa,tekanan politis,ancaman teror dan nihil tunjangan kesehatan membuat lengkap derita sang komisioner.

Apakah tidak khawatir jika orang partai yang masuk,mereka pasti akan mendahulukan suara partainya.Paling tidak dengan wakil partai yang berbeda mereka akan melakukan kesepakatan bersama dan aksi tutup mulut setelah mendongkrak jumlah suara partai masing-masing sekaligus mengorbankan partai yang tidak punya wakil.

Resiko jauh lebih besar.Sedangkan independen saja,ada "main" kok.

Tapi entahlah,apa yang ada dibenak anggota DPR itu.Sehingga usulan yang aneh-aneh itu dipikirkan.Mestinya yang perlu dipikirkan adalah menaikkan kesejahteraan anggota KPU,plus tunjangan keselamatan,kesehatan supaya tenang bekerja,tidak gampang disogok dan jaminan kerja setelah paripurna.Bukankah orang-orang KPU itu didaerah adalah orang-orang yang sudah terlatih dan terampil dalam bekerja?

Buatkan sistem supaya mereka bisa bekerja terus menerus selama 5 tahun itu.Kan banyak program kerja yang bisa mereka lakukan,misalnya kontrol data pemilih.Bukankah di Indonesia ini setiap minggu,setiap bulan ada saja warga yang cukup umur untuk menjadi pemilih baru,atau ada juga penduduk potensi pemilih yang berubah status menjadi militer dan polisi (tidak punya hak pilih lagi selama aktif),atau militer dan polisi yang pensiun.Data seperti ini tidak ada di catatan sipil.Makanya jangan heran kalau dalam pemilihan terkadang ada anggota pengamanan yang terdaftar.Karena statusnya di catatan sipil belum berubah,catatan status itu hanya ada di desa dan kelurahan.Beri saja ruang bagi KPU untuk mengontrol data itu,karena mereka sudah menempatkannya dalam peraturan KPU no.67 tahun 2009 jadi ada yang memang intens mengurusi itu.Selama ini data catatan sipil amburadul,tapi orang-orang tidak mau tau sehingga KPU yang jadi sasaran.

Entahlah,mengapa para pemikir dinegeri ini selalu saja tidak tepat dalam membuat keputusan.Kadang keputusannya terbalik dengan yang seharusnya.Mungkin demi kepentingan.Setelah diurusi sampai dilantik malah menikam balik.Saya jadi ingat Ibu Guru Aminah,guru saya sewaktu kelas 5 SD,sambil membuka lembaran buku pantun Melayu pelajaran kesukaan saya beliau membacakan pepatah :

"Anakku, janganlah engkau menjadi seperti anjing terjepit,setelah dilepas langsung menggigit"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun