[caption id="attachment_417430" align="aligncenter" width="414" caption="Nyi, di depan pekerjaannya. Sumber: Facebook Nyi"][/caption]
Selalu ada perasaan sayang bila mengingat kawan satu ini: Nyi Penengah Dewanti yang akrab disapa Nyi atau Dewi. Saya mengenal perempuan kelahiran Kendal 6 November 1986 ini sudah cukup lama, kira-kira sejak 4 tahun yang lalu. Waktu itu ia masih tinggal di Hong Kong dan dijuluki Ratu Antologi oleh kawan-kawan penulis lainnya. Bagaimana tidak disebut Ratu Antologi, Nyi sudah berkontribusi pada 100-an judul buku!
Saya memang hanya mengenalnya di dunia maya tapi saya merasa cukup akrab dengannya. Sesekali kami bertegur sapa dan mendiskusikan beberapa hal via inbox Facebook. Sesekali, ketika deritanya di perantauan tak tertahankan, ia curhat kepada kami – kawan-kawannya di komunitas Be a Writer. Waktu itu sifat grup Be a Writer masih “rahasia” dan kebanyakan dari kami ibu rumah tangga jadi kami paham perasaan dan jerih payah Nyi yang buruh migran itu.
Usianya belum lagi 17 tahun ketika dengan beraninya ia mencoba tantangan merantau ke Hong Kong, pada tahun 2003. Selama 9 tahun Nyi berjuang sebagai pahlawan devisa bagi keluarga dan negara. Ia balik ke Indonesia tahun 2012. Sembari mencari penghidupan yang lebih baik, Nyi menulis buku solo pertamanya. Pada tahun 2013, buku solo pertama – sebuah novel berjudul Promise, Love & Life diterbitkan oleh penerbit Quanta. Novel itu ditulis berdasarkan kisah nyata dirinya.
Sinopsis novel itu sedikit memberikan gambaran bagaimana kehidupan Nyi:
Selain umur yang tidak memenuhi syarat, aku tidak memiliki KTP, dan KK. Oleh sebab itu bioadataku dirombak habis-habisan oleh PT yang akan memberangkatkanku. Aku bukan lagi warga Jawa Tengah, tapi berpindah menjadi warga Jawa Barat. Nama juga diubah dan beberapa surat lain. Ketika adikku beberapa bulan lahir, Bapak meninggalkan kami. Aku dan kakak banting setir untuk menghandel keuangan rumah demi bisa memberi sebotol susu dan bubur bayi untuk adik. Kalau Kakak menjadi kuli panggul bambu atau kenek angkot sepulang sekolah. Aku bekerja di warung makan, tetangga.
Rezeki seumpama teka-teki, kerap berlindung di sarang misteri. Aku dan keluarga kecilku tidak menyerah. Kami terus berlayar ke negeri impian yang penuh perjuangan, tangisan, dan pengorbanan demi mewujudkan masa depan. Majikan pertamaku suka memukul dan cerewet, majikan keduaku sering menikam dibalik punggungku, majikan ketigaku -anaknya pernah mau membunuhku, sanggupkah aku melewati hidup di negeri orang dengan segudang ujian, dari yang Esa? Inilah kisahku, Promise, Love and Life.
[caption id="attachment_417467" align="aligncenter" width="410" caption="Nyi di Bali"]
Mungkin kalian mengira Nyi harus menjadi BMI karena bapaknya meninggal, ya? Tidak. Bapaknya meninggalkan keluarganya dalam arti yang sebenarnya. Ia punya rumah kedua, punya keluarga baru. Lelaki itu meninggalkan keluarga lamanya dalam keadaan kesusahan dan tak pernah menafkahi mereka lagi.
Betapa bahagianya Nyi ketika buku solo pertamanya terbit. Kami – kawan-kawannya di grup Be a Writer pun tak kalah bahagia untuk dirinya. Seorang kawan – Riawani Elyta pernah merensi novel tersebut dan menuliskan sepenggal kisah ini:
Setiap aku melakukan kesalahan, dia akan berkata seperti itu dan kata-kata kotor lainnya. Puncak kemarahannya, waktu itu aku didorongnya menghantam tembok. Esok harinya, kali ketiga memasak kailan aku masih juga salah. Sumpit yang dibawanya buat mencicipi masakan dipukulkan ke pundakku dengan kasarnya (hal. 69-70). Tidak mudah bertahan menghadapi majikan yang cerewet, memperlakukanku seperti anjing, memukulkan benda apa saja ketika dia marah (hal.100).
Namun itu semua tidak menyurutkan semangat dan kesabaran Dewi. Semua ia lakukan demi menghidupi keluarga yang ia cintai. Demi menyekolahkan adikku. Demi bisa memiliki rumah. Demi bisa membayar utang-utang peninggalan Bapak. Demi itu semua aku berusaha kuat dan tegar dengan cobaan yang ditimpakan. Demi bisa makan dan asap dapur yang terus mengepul. Demi mempertahankan nasib dan masa depan. Tidak ada alasan menyerah pada keadaan. (hal. 26).
Berbagai pengalaman pahit yang dialami Dewi sempat membuatnya gamang. Salah satu pilihan tersulit adalah memutuskan menyerah atau berjuang lebih keras lagi. Aku memilih opsi aman kedua. (hal. 107). Meski untuk pilihan itu, Dewi harus menghadapi majikan yang lebih kejam dan beban pekerjaan yang jauh lebih berat.
[caption id="attachment_417469" align="aligncenter" width="450" caption="4 novel pertama karya Nyi"]
Setelah novel memoar itu terbit, berturut-turut Nyi menerbitkan 4 novel berikut yang telah beredar di toko-toko buku besar di seluruh Indonesia: Waktu (Zettu, Juli 2013), Pendamping Hatiku (Rumah Oranye, Oktober 2013), Yang Tercinta (Zettu, Februari 2014), dan Ingin Bercinta (Zettu, September 2014). Saya tahu, seorang penulis senior pernah menyindirnya, mengapa ia tak menulis buku solo, hanya antologi demi antologi saja yang diupayakannya. Saya menduga, Nyi terpicu oleh sindiran itu.
Nyi luar biasa. Ia sudah terbiasa jatuh-bangun dalam kehidupan sejak masa remaja. Sejak masa, di mana kebanyakan orang melaluinya dengan bersenang-senang, Nyi sudah bekerja keras.
Tahun 2012 lalu, dia pernah menulis di blognya tentang bagaimana cara dia produktif menulis:
Jangan menunggu lo punya waktu baru nulis, tapi menulislah selalu dalam keadaaan kepepet sekali pun. Mau percaya mau nggak, gue nulis saat majikan gue belum bangun. Jam tujuh gue udah ke basement nyuci dua mobil bos gue (BMW + M.benz). After that, gue bawa anjing piaraan gue jalan pagi, than nyiram bunga. Nyiapin breakfast, beberes meja makan, ruang nonton tivi, ngepel, nyapu, ngelapin kaca, nyuci toilet. Ini kerjaan pagi gue sebelum mereka bangun, dan lo tau gue nulis di sela-sela gue ngerjain itu.
[caption id="attachment_417470" align="alignright" width="197" caption="Novel terbaru karya Nyi"]
Ada salah seorang bosnya yang aneh. Ia mengharuskan Nyi menempuh jarak 25 menit antara pasar dan rumah menjadi hanya 15 menit. Nyi setiap hari harus berlari kencang untuk memenuhinya. Kadang-kadang saat sedang berlari itu ia menyempatkan diri untuk menelepon ibunya.
Namun Nyi bisa bertahan hingga 2 tahun bekerja pada majikan itu. Setelahnya, pengganti Nyi hanya sanggup bekerja selama setahun. Tekad Nyi kuat. Menurutnya, seorang pemenang sejati adalah ketika ia mampu menahan amarahnya dengan kesabaran, memaafkan dengan ketulusan. Ia sadar, inilah risiko yang harus ia telan karena telah memilih menjadi BMI. Ia yakin, Allah akan membalas setiap kebaikan dan keburukan, sekecil apapun itu. Ia juga meyakini bahwa merantau akan melatihnya berjiwa mandiri dan tahan banting. Nyi berusaha ikhlas sekuat tenaganya.
Kepada ibunya, ia tak pernah menceritakan keburukan yang diterimanya dari majikan. Ia selalu mengatakan, “Aku baik-baik saja, Ibu.” Pada sebuah antologi yang mencatat namanya sebagai salah seorang kontributor, Nyi menuliskan, “Kesabaran dalam menjalani kehidupan layaknya pakaian hangat yang menjaga dari dinginnya musim dingin.”
Kini, Nyi tinggal di Cepiring, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Ia bekerja sebagai Content Creator di OSCORP Industries yang bergerak di bidang internet digital marketing agency. Nyi mengerjakan beberapa hal terkait dengan urusan “tulis-menulis” pada perusahaan itu (website, iklan, deskripsi produk) dan akunting. Ia juga tengah berusaha merampungkan kuliah S1-nya di Jurusan Ekonomi Manajemen di STIE SEMARANG.
Ibundanya masih bekerja di rumah orang, pulang seminggu sekali dan berkumpul dengan ketiga anaknya yang semuanya sebenarnya sudah berpenghasilan.
Nyi belum juga lepas dari ujian. Ketika saya menghubunginya untuk memintanya menjadi nara sumber tulisan ini dan menanyakan kabarnya, Nyi mengatakan kabarnya “lumayan”.
“Kenapa? Pulang ke Indonesia masih ada masalah, Nduk?”, pertanyaan saya mungkin kurang tepat karena waktu baru menjejakkan kaki di tanah air, Nyi harus menghadapi serangkaian masalah. Berarti, ia masih dilingkungi masalah hingga hari ini.
“Mau nikah, ga jadi, Bun masalahnya itu aja. Lagi memulihkan hati,” jawabnya. Nyi pun bercerita tentang pembatalan sepihak calon suaminya terhadap rencana pernikahan mereka.
[caption id="attachment_417471" align="aligncenter" width="416" caption="Nyi dan teman-teman kantornya sekarang"]
Ah, Nyi ... lelaki itu tak tahu saja ia telah melepas seseorang yang tak bisa dinilai dengan apapun. Seorang perempuan cerdas yang sudah bersenyawa dengan berbagai pelajaran hidup. Perempuan itu sudah mengalami banyak hal yang tak diketahui perempuan-perempuan lain. Dan semua keterampilan hidup yang ia peroleh dari pengalamannya, merupakan aset tak berhingga yang kelak bisa menopang pendamping hidupnya.
Ketika saya menanyakan, bagaimana ia menyikapi masa depannya tentang keuangan, karier, dan cinta, Nyi menjawab, “Menjalani apa yang Tuhan sudah berikan. Lebih banyak bersyukur dan tetap berusaha menjalani dan memperbaiki diri untuk jadi pribadi yang lebih berkualitas.”
Sabar ya Nyi, jodoh terbaikmu masih disimpan oleh Allah. Yakini saja, suatu saat Allah akan mempertemukanmu dengannya.
Makassar, 15 Mei 2015
Salam sayang selalu dari Makassar, Nyi Penengah Dewanti. Semoga Allah selalu menjagamu, Nduk ...
Keterangan: foto-foto berasal dari akun Facebook Nyi Penengah Dewanti
Referensi:
- Wawancara via inbox FB dengan Nyi Penengah Dewanti.
- Blog pribadi Nyi di http://npdewanti.blogspot.com, diakses pada 12 Mei 2015.
- Resensi Promise, Love & Life di blog Riawani Elyta, http://www.riawanielyta.com/2013/09/resensi-memoar-promise-love-life.html, diakses pada 12 Mei 2015.
- Zakyzahra & Keluarga Hikmah Samudera Kesabaran, Hikmah Samudera Kesabaran, AG Publishing, 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H