Mohon tunggu...
Mugniar
Mugniar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mamak Blogger

Ibu dari 3 anak dan penulis freelance yang berumah maya di www.mugniar.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kesejahteraan Warga Lorong, Salah Satu Upaya Makassar Smart City

12 Mei 2015   09:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:08 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Walaupun tinggal di kota terbesar di Indonesia Timur, saya hidup di tengah masyarakat menengah ke bawah. Saya sering mengamati dan ikut merasakan dinamika kehidupan masyarakat kelas bawah. Istilah gaul yang kadang-kadang bikin orang jadi minder adalah “anak lorong”. Yup, saya “anak lorong”. Eh, sekarang “ibu lorong”, tepatnya. Karena saya tinggal di dalam sebuah lorong sejak tahun 1989. Hanya sempat merantau setelah menikah selama 2 tahun, setelah itu balik lagi ke dalam lorong ini.

Saya tahu sekali rasanya mengalami banjir akibat kecerobohan manusia. Dan banjir yang terjadi setiap tahun terasa semakin parah, sama parahnya dengan kerusakan lingkungan sekitar berupa got-got yang tersumbat dan kanal yang mendangkal.

[caption id="attachment_416790" align="aligncenter" width="420" caption="Kiri: penggalian got sebelum musim hujan. Kanan: upaya memperindah lorong "][/caption]

Rumah saya hanya berjarak ± 200 meter dari kanal (saluran drainase besar) jadi saya tahu dari tahun ke tahun air kanal makin cepat meluap ketika curah hujan yang agak deras menyiram kota ini. Hanya “agak deras”, bukan deras, Kawan. Untungnya Tuhan masih mengasihani sehingga Dia tak pernah membiarkan hujan deras mengguyur bumi Makassar selama sehari penuh seperti yang sering terjadi di era 80-an hingga 90-an. Andai itu terjadi, pastilah pil pahit harus kami telan selama berhari-hari.

Danny Pomanto – wali kota yang baru dilantik setahun lalu membawa angin segar. Ia mengadakan 14 unit excavator amphibi untuk mengeruk kanal. Namun begitu, hal tersebut bukanlah kerja yang mudah. Di samping karena pendangkalan sudah terlalu parah (bertahun-tahun tak pernah dikeruk pemkot sebelumnya karena alasan anggaran), pola pikir kebanyakan warga di sekitar kanal juga masih buruk. Mereka menjadikan kanal sebagai tempat sampah raksasa.

[caption id="attachment_416791" align="aligncenter" width="404" caption="Tempat-tempat sampah disebar di kota (perhatikan gambar panah)"]

1431395508268676530
1431395508268676530
[/caption]

Berbagai program dengan berbagai tagline diselenggarakannya. Pro dan kontra komentar orang-orang terhadapnya. Saya tak hendak ikut dalam perdebatan yang entah akan berujung kapan. Saya juga tak hendak membela. Tapi tulisan ini saya maksudkan untuk menceritakan apa yang saya rasakan selama menjadi warga Kota Makassar.

Perubahan membaik secara signifikan saya saksikan. Penggalian got-got secara manual dilakukan di banyak tempat menjelang musim penghujan beberapa bulan lalu. Seingat saya, pemandangan serupa ini hanya saya saksikan ketika kanak-kanak, di era 80-an. Efeknya, ketika musim penghujan datang, air tak serta-merta meluap dan mengepung rumah-rumah warga.

[caption id="attachment_416792" align="aligncenter" width="430" caption="Para petugas bekerja di beberapa titik di kota (11/05)"]

14313955781657550900
14313955781657550900
[/caption]

Sayangnya tak berlangsung lama. Ketika air tanah menjadi jenuh jumlahnya, banjir kembali terjadi. Sekali lagi, itu karena kecerobohan warga sendiri. Tak ada guna jadinya got-got besar di luar sana digali karena got-got kecil di dalam lorong pada tersumbat. Banyak warga yang masih seenaknya membuang sampah ke dalam got, mulai anak kecil hingga tua renta. Saya pernah memarahi seorang anak lelaki usia sekolah dasar yang melempar sampah plastiknya ke dalam got di depan rumah kami. Saya suruh anak itu untuk membawa pulang sampahnya. Cobalah datang ke lorong kami, Kawan. Kau akan melihat got-got dangkal berisi sampah-sampah berserakan. Juga got-got yang putus karena ada warga yang tak mau memberikan sejengkal tanahnya untuk kepentingan drainase!

Pengelolaan sampah di kota ini mulai membaik. Dulu, kami harus usaha sendiri untuk membuang sampah di kontainer yang disediakan kelurahan. Kontainer itu diletakkan di dekat kanal, pada sebidang tanah yang agak lapang. Kalau tak bisa membuang sendiri, ada tetangga yang mau membuangkan sampah dengan ongkos Rp. 10.000 sekali kerja. Sekarang, kontainer itu ditiadakan. Pengambilan sampah-sampah warga diambil alih kelurahan, dilakukan setiap harinya. Bahkan ada daerah yang sampahnya diambil 3 kali sehari. Setiap kepala keluarga hanya perlu membayar Rp. 10.000 – Rp. 20.000 setiap bulannya. Penghematan luar biasa, kan Kawan?

[caption id="attachment_416797" align="aligncenter" width="420" caption="Kendaraan angkut sampah Makassar yang diupayakan Danny"]

1431396058731509641
1431396058731509641
[/caption]

Kendaraan-kendaraan pengangkut sampah kini banyak, bekerja setiap hari. Kemarin, di sepanjang perjalanan dari rumah ke Pantai Losari, saya melihat sejumlah petugas kebersihan bekerja di beberapa titik. Ada yang membersihkan jalan dan ada yang membersihkan got.

Di anjungan Pantai Losari saya melihat sebuah bangunan berlantai dua yang mudah dibongkar pasang. Namanya “Aparong”, kependekan dari “Apartemen lorong”. Ukurannya 4 x 12 meter persegi. Bangunan seperti itu nanti akan diterapkan untuk warga yang tinggal di dalam lorong-lorong kota. Di lokasi itulah tempat Makassar Expo berlangsung. “Sebentar lagi Pak JK akan datang ke sini,” begitu kata seorang ibu kepada saya.

[caption id="attachment_416800" align="aligncenter" width="430" caption="Aparong (Apartemen Lorong)"]

1431396166251029602
1431396166251029602
[/caption]

[caption id="attachment_416801" align="aligncenter" width="430" caption="Bagian dalam Apartemen Lorong"]

14313962161038002879
14313962161038002879
[/caption]

Danny Pomanto kepada wartawan Sulawesi Bisnis dot Com (11/05/2015) mengatakan bahwa Apartemen Lorong merupakan inovasi untuk mengatasi masalah perumahan bagi warga kurang mampu. Aparong diperuntukkan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) serta solusi bagi masyarakat yang mempunyai lahan namun tidak sanggup membangun. Anggarannya adalah Rp. 150 jutaan. Produk yang diletakkan di anjungan Pantai Losari itu menggunakan rangka baja dan bahan lunak lainnya, nantinya dibangun menggunakan beton dan disubsidi pemerintah.

Di sekitar Apartemen Lorong, saya melihat ada Kaki Limata, Kaki Limata ini akan diperuntukkan bagi pedagang kaki lima supaya lebih tertata. Kaki Limata adalah gerobak ramah lingkungan. Danny mengklaimnya sebagai desain dengan prototipe gerobak modern pertama di Indonesia, bahkan di dunia yang menggunakan hidrolik untuk membuka dan menutup. Ada dua bentuk Kaki Limata yang saya lihat di sana, ada yang berbentuk tabung dan ada yang berbentuk balok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun