Dalam era globalisasi dan teknologi yang terus berkembang, kemampuan literasi menjadi salah satu aspek fundamental yang menentukan kesuksesan individu di berbagai bidang kehidupan. Literasi tidak hanya mencakup kemampuan dasar membaca dan menulis, tetapi juga mencakup pemahaman yang lebih mendalam tentang informasi, pemikiran kritis, serta keterampilan dalam mengolah dan memanfaatkan data dari berbagai sumber. Di zaman sekarang ini, literasi memegang peranan penting sebagai kunci dalam membekali generasi muda untuk mampu bersaing di kancah global, serta beradaptasi dengan cepat terhadap perkembangan zaman. Oleh karena itu, penguatan literasi di sekolah menjadi sebuah program yang sangat penting dan harus terus diupayakan secara konsisten.
Secara tradisional, literasi sering kali hanya diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Namun, dalam konteks pendidikan modern, literasi telah berkembang dengan lebih luas cakupannya. Pertama, literasi baca-tulis, yang merupakan fondasi utama bagi keterampilan lain. Literasi ini mencakup kemampuan memahami dan menafsirkan teks secara kritis. Kedua, literasi digital, yang mencakup kemampuan dalam menggunakan teknologi digital secara efektif dan etis, serta memahami informasi dari berbagai media digital. Ketiga, literasi numerasi, yang mengacu pada kemampuan memahami dan menggunakan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, ada juga literasi finansial, yang mengajarkan individu untuk memahami konsep keuangan dasar, serta literasi sains, yang mencakup pemahaman terhadap konsep ilmiah dan penerapannya dalam kehidupan nyata. Semua jenis literasi ini saling berkaitan dan sama-sama penting dalam mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan di masa depan.
Kemampuan literasi yang kuat memiliki dampak yang luas bagi perkembangan intelektual dan sosial siswa. Pertama, literasi membantu siswa untuk memahami informasi secara kritis. Dengan kemampuan membaca yang baik, siswa mampu menafsirkan teks secara lebih mendalam, sehingga mereka tidak hanya menjadi penerima pasif informasi, tetapi juga mampu mengevaluasi keakuratan dan relevansi informasi tersebut. Hal ini sangat penting di era digital, yang mana informasi dapat dengan mudah diakses, tetapi tidak selalu benar atau akurat.
Kedua, literasi juga berperan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Melalui literasi, siswa diajak untuk menganalisis berbagai sudut pandang, memecahkan masalah, serta mengemukakan ide-ide baru berdasarkan pengetahuan yang mereka peroleh. Kemampuan berpikir kritis ini sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan, baik di bidang akademik, sosial, maupun profesional.
Ketiga, literasi membantu siswa untuk lebih terlibat dalam masyarakat. Kemampuan literasi yang baik memungkinkan individu untuk lebih aktif berpartisipasi dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Sebagai contoh, literasi finansial akan membantu siswa memahami cara mengelola keuangan pribadi mereka, sementara literasi sains akan memudahkan mereka untuk memahami isu-isu global seperti perubahan iklim dan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, literasi tidak hanya berfungsi untuk memperkaya pengetahuan individu, tetapi juga membantu mereka berkontribusi lebih baik kepada masyarakat.
Data internasional menunjukkan bahwa kemampuan literasi pelajar di Indonesia masih tergolong rendah. Berdasarkan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2023, kemampuan literasi siswa Indonesia menempati peringkat ke-72 dari 79 negara yang disurvei. Hasil ini menunjukkan bahwa banyak siswa di Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam hal membaca, menulis, dan memahami teks secara baik.
Salah satu penyebab utama dari rendahnya tingkat literasi ini adalah kurangnya akses terhadap bahan bacaan yang berkualitas. Di banyak daerah, terutama di wilayah pedesaan, siswa masih kesulitan untuk mendapatkan buku yang layak dan relevan dengan kebutuhan pendidikan mereka. Selain itu, minat baca yang rendah di kalangan pelajar juga menjadi faktor yang memperburuk kemampuan literasi. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), minat baca di Indonesia masih berada pada angka 0,001%, yang artinya dari setiap 1.000 orang, hanya 1 orang yang memiliki minat baca yang tinggi.
Faktor lain yang turut mempengaruhi rendahnya kemampuan literasi di kalangan pelajar adalah kurangnya dukungan dari lingkungan sekolah dan keluarga. Di banyak sekolah, pembelajaran literasi belum dikelola secara optimal. Metode pengajaran cenderung monoton dan kurang menantang kegiatan literasi. Di sisi lain, banyak orang tua yang tidak memiliki kebiasaan membaca. Maka, mereka tidak memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya. Semua faktor ini berkontribusi pada rendahnya kemampuan literasi di Indonesia.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan berbagai upaya strategis yang melibatkan semua pihak, baik itu pemerintah, sekolah, maupun keluarga. Pertama, pemerintah perlu lebih banyak menyediakan akses terhadap bahan bacaan yang berkualitas. Ini bisa dilakukan dengan memperbanyak distribusi buku-buku ke sekolah-sekolah, terutama di daerah-daerah terpencil. Pemerintah hendaknya meningkatkan anggaran untuk perpustakaan sekolah agar siswa memiliki lebih banyak pilihan bahan bacaan.
Kedua, sekolah perlu menerapkan strategi pembelajaran literasi yang lebih kreatif dan kontekstual. Pembelajaran literasi sebaiknya tidak hanya berfokus pada kemampuan teknis membaca dan menulis, tetapi juga mengajak siswa untuk memahami dan menganalisis teks secara kritis. Penggunaan teknologi digital juga bisa dimanfaatkan untuk memperkaya pembelajaran literasi. Misalnya, guru bisa menggunakan aplikasi atau platform e-book untuk menarik minat baca siswa, serta memberikan tugas proyek yang melibatkan riset dan presentasi yang mengasah kemampuan berpikir kritis.