Oleh: MugiarniÂ
Sore itu, aku duduk di teras rumah, menunggu nasi yang sedang dimasak oleh ibu. Aromanya sudah mulai menyebar, membuat perutku keroncongan.
"Nasi sudah hampir matang," kata ibu sambil tersenyum. "Kamu mau makan apa?"
"Aku mau jantung pisang," jawabku. "Jantung pisang ibu itu enak banget, gurih dan lezat. Pasti aku bakal ketagihan."
Ibu mengangguk. "Ya, ibu tahu. Ibu juga suka jantung pisang. Nanti ibu buatkan."
Ibu kemudian masuk ke dapur untuk menyiapkan bahan-bahan. Aku pun ikut masuk ke dapur, ingin melihat ibu memasak.
Ibu mencuci jantung pisang terlebih dahulu, lalu diiris tipis-tipis. Kemudian, ibu merebusnya hingga empuk.
Setelah jantung pisang empuk, ibu meniriskannya. Lalu, ibu iris cumi-cumi sesuai selera.
Ibu mulai menumis bawang merah dan bawang putih hingga harum. Kemudian, ibu masukkan cumi-cumi dan tumis hingga berubah warna.
Selanjutnya, ibu masukkan jantung pisang dan aduk rata. Ibu menambahkan cabai rawit, garam, gula, dan penyedap rasa.
Ibu terus mengaduk hingga bumbu meresap dan tumisan matang.
"Sudah," kata ibu sambil tersenyum. "Jantung pisangnya sudah siap."
Aku mencium aroma tumisan jantung pisang yang sedap. Aku pun tidak sabar untuk mencicipinya.
Nasi pun sudah matang. Aku dan ibu segera menyantap tumisan jantung pisang dan nasi panas-panas.
Rasanya memang benar-benar lezat. Jantung pisangnya lembut dan gurih, cumi-cuminya juga enak. Aku benar-benar ketagihan.
"Ibu, tumisan jantung pisangnya enak banget," kataku. "Aku pasti nambah."
Ibu tersenyum. "Ibu senang kamu suka," katanya.
Aku pun menghabiskan tumisan jantung pisang dan nasi dengan lahap.
"Makasih, ibu," kataku. "Aku kenyang banget."
Ibu tersenyum. "Sama-sama," katanya. "Ibu senang bisa membuat kamu bahagia."
Aku pun memeluk ibu. Aku bersyukur memiliki ibu yang selalu bisa membuatku bahagia, termasuk dengan masakannya yang lezat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H