Narita, Tiada Sangka
Karya: Mugiarni
Narita tingga kampung kecil yang dikelilingi oleh gunung dan sawah yang subur, tinggal seorang anak bernama Narita. Ia adalah seorang anak pemulung sampah yang gigih dan penuh semangat. Setiap hari, Narita berkeliling kampung dengan keranjangnya, mencari barang-barang bekas yang bisa dijual untuk membantu kehidupan keluarganya.
Suatu hari, ketika Narita sedang melakukan rutinitasnya, ia menemukan sesuatu yang tidak biasa di antara tumpukan sampah. Ia menemukan sepotong raket bulutangkis bekas yang tergeletak di dalam tong sampah. Raket itu sudah tua dan tidak lagi digunakan oleh pemilik sebelumnya. Meski begitu, keberadaannya membuat hati Narita berdebar-debar. Ia tidak pernah bermain bulutangkis sebelumnya, namun hasrat untuk mencobanya sangat besar.
Tanpa ragu, Narita mengambil raket itu dan membawanya pulang. Ia merasa seperti menemukan harta karun yang berkilau di tengah-tengah sampah. Dengan hati yang berbunga-bunga, Narita membawa raket itu ke sekolahnya, sebuah SD kecil yang terletak di tepi kampung.
Di sekolah, Narita belajar di kelas empat di bawah bimbingan seorang guru yang baik hati, Ibu Saripah. Ibu Saripah seorang guru yang penuh kasih sayang dan selalu menginspirasi anak-anaknya. Suatu hari, dengan senyuman lembut di wajahnya, Ibu Saripah mengajak semua anak-anak kelas empat untuk bermain bulutangkis setelah pelajaran selesai.
Namun, takdir berkata lain. Guru penjas yang seharusnya memimpin kegiatan tersebut tidak dapat hadir karena istrinya sedang melahirkan. Anak-anak kecewa, tetapi Narita merasa ada harapan yang masih menyala dalam dirinya. Ia mengambil raket bekasnya dan berjalan dengan langkah berani mendekati Ibu Saripah.
"Dapatkah saya ikut bermain bulutangkis, Bu Saripah?" tanya Narita dengan suara lirih namun penuh harapan.
Ibu Saripah terkejut melihat raket bekas yang Narita bawa. Namun, ia tidak melihat raket itu sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman atau usang. Ia melihat keinginan dan semangat yang terpancar dari mata Narita. Dengan lembut, Ibu Saripah menjawab, "Tentu, Nak. Ayo, ikutlah bermain bersama kami."