Di antara pemandangan itu, Purbaningrum juga melihat seni di setiap sudut perkotaan. Dia melihat mural yang indah di dinding bangunan, patung-patung yang menggambarkan cerita dan emosi, dan seniman jalanan yang mengekspresikan kreativitas mereka. Seni menjadi medium untuk menyampaikan pesan, menggerakkan perasaan, dan menghubungkan manusia dalam pengalaman bersama.
Dalam melihat semua ini, Purbaningrum menyadari bahwa kehidupan perkotaan adalah galeri yang hidup. Setiap pemandangan adalah karya seni yang unik, menggambarkan kehidupan dalam berbagai nuansa. Dia belajar untuk melihat dengan mata yang terbuka, meresapi keindahan yang tersembunyi di balik gemerlap perkotaan.
Melalui indra penglihatannya, Purbaningrum merasakan kehidupan yang berdenyut di sekelilingnya. Pemandangan-pemandangan menjadi lukisan yang menghiasi perjalanan hidupnya, memberinya perspektif baru tentang keindahan dan keunikan dalam kehidupan perkotaan. Dia belajar untuk menghargai setiap momen yang terjadi di depan matanya, menggali keindahan yang terkandung dalam setiap sudut perkotaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H