Mohon tunggu...
Mugi
Mugi Mohon Tunggu... Freelancer - Let me know if you have a time machine

Sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Horor

Kutukan Pantai Viral (Bagian 1)

30 Mei 2024   19:12 Diperbarui: 9 Juli 2024   20:22 1295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

Nina dan Fajar adalah pasangan muda yang gemar berwisata. Akhir pekan lalu, mereka memutuskan untuk mengunjungi sebuah destinasi wisata baru yang tengah populer di media sosial, Pantai Wedi Abang. Pantai tersebut mendapat namanya dari pasirnya yang berwarna merah tua. Kombinasi warna tak biasa tersebut dengan lautan biru berbatu karang serta vegetasi-vegetasi khas pantai memberikan pemandangan yang eksotis nan unik.

Dengan antusias, Fajar dan Nina berangkat pagi-pagi sekali. Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang dan berliku, akhirnya mereka tiba juga di pantai tersebut. Benar saja, pemandangannya sangat memukau. Pasir yang lembut, air laut yang jernih, dan angin sepoi-sepoi membuat mereka langsung jatuh cinta pada tempat itu.

Suasana pantai yang tenang membuat mereka merasa rileks. Mereka berjalan di sepanjang pantai, menikmati pemandangan, sembari berbicara tentang berbagai hal, termasuk masa depan mereka. Tanpa disadari, mereka telah berjalan cukup jauh dan memasuki area yang dikelilingi oleh pohon-pohon besar dan lebat.

Tanpa sengaja, mereka menemukan sebuah jalan setapak yang tampak sepi dan terlupakan, ditumbuhi semak belukar. Sejenak Nina merasa aneh begitu melangkahkan kaki di jalan setapak itu. Sebaliknya, Fajar justru merasa penasaran. Terlebih ketika mereka menemukan sebuah gerbang tua yang berkarat. Di atas gerbang itu terdapat papan kayu dengan tulisan yang hampir tidak terbaca yang berbunyi, Kawasan Terlarang.

Nina merasa tidak nyaman dan ingin segera pergi. Namun, Fajar meyakinkannya untuk tetap tenang. "Kita hanya akan melihat sebentar saja, lalu kembali," kata Fajar sembari tersenyum.

Meskipun sebenarnya hati kecilnya menolak, Nina akhirnya setuju. Keduanya pun terus menyusuri jalan setapak itu. Tak disangka, jalan itu membawa mereka ke sebuah area yang penuh dengan pepohonan besar.

Setelah berjalan beberapa saat, mereka tiba di sebuah kawasan yang terlihat lebih rimbun. Di sana mereka melihat batu-batu usang dan berlumut tersebar di antara pepohonan yang rimbun. Nina merasakan getaran aneh di sekelilingnya dan menyarankan agar mereka kembali ke pantai.

"Fajar, aku merasa tempat ini tidak baik. Ayo kita kembali ke pantai," kata Nina dengan suara gemetar.

Namun, Fajar hanya tertawa kecil. "Ah, kamu terlalu takut, Nina. Tidak ada apa-apa di sini."

Sejujurnya Fajar juga merasa sedikit ngeri. Tapi, entah mengapa ia begitu tertarik oleh suasana misterius tempat itu. Ia pun mengambil ponselnya dan mengabadikan beberapa gambar.

Karena perasaan tidak enak terus menghantui Nina, mereka akhirnya memutuskan untuk meninggalkan tempat itu dan kembali ke pantai. Beruntung hari belum gelap. Tapi, di sisi barat sana, senja nampak telah jatuh. Mereka kemudian berkemas dan pulang dengan kenangan akan pantai yang sepi dan indah. Meski begitu, Nina merasa ada sesuatu yang mengawasi mereka. Tetapi, ia tidak berani mengatakannya kepada Fajar. Mereka tiba di rumah pada malam hari, sekitar jam 9 malam.

Karena kelelahan, Nina lekas tenggelam dalam kelelapan. Malam itu, ia bermimpi berada di sebuah rumah tua yang tidak ia kenal. Ketika mencoba keluar dari rumah itu, Nina menemukan dirinya berada di kawasan hutan dekat Pantai Wedi Abang yang sebelumnya ia datangi bersama Fajar. Di sana, ia bertemu dengan seorang lelaki berwajah pucat dengan mata yang kosong. Tatapan lelaki itu mengarah padanya. Lelaki itu tidak berbicara, namun kehadirannya terasa begitu mengerikan. Nina terbangun dengan keringat dingin dan jantung berdebar kencang.

Hari berikutnya, hal-hal aneh terjadi lagi. Barang-barang di rumah Nina sering berpindah tempat sendiri. Ketika ia sedang menonton televisi, layar tiba-tiba mati dan terdengar suara berbisik. Nina juga merasa ada sesuatu yang mengikutinya ke mana pun ia pergi. Saat malam tiba, Nina sering mendengar suara langkah kaki di luar kamarnya, padahal tidak ada seorang pun di sana. Tirai jendela sering bergerak sendiri meski tidak ada angin yang bertiup. Nina semakin ketakutan, namun ia berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya.

Pada malam yang lain, mimpi buruk kembali menghampiri Nina. Ia kembali bertemu lelaki berwajah pucat. Kali ini, lelaki itu mendekatinya dan menyentuh wajahnya dengan tangan yang dingin. Nina merasa napasnya tersengal-sengal, seolah-olah benar-benar disentuh oleh makhluk itu. Ia terbangun dengan tangisan dan merasa bahwa mimpi itu begitu nyata.

Pada malam yang lainnya lagi, saat sedang tidur, Nina merasakan desahan napas di telinganya. Ia terbangun dan melihat bayangan hitam berdiri di sudut kamarnya. Bayangan itu perlahan mendekat, menampakkan wajah lelaki yang selama ini muncul dalam mimpinya. Nina menjerit ketakutan. Namun, bayangan itu menghilang seketika saat lampu kamarnya menyala. Rasa lega sedikit terasa di benak Nina kala ia melihat kedua orang tuanya telah berada di kamarnya.

"Kamu kenapa malam-malam kok menjerit-jerit?" Tanya ibunya sembari mendekatinya yang tampak begitu shock di ranjang.

*

Fajar pun rupanya tak luput dari gangguan. Barang-barangnya juga sering berpindah tempat sendiri dan pintu-pintu di rumahnya terbuka dengan sendirinya. Ia juga kerap mendengar suara langkah kaki pada malam hari.

Suatu hari, ia terbangun pada tengah malam dan melihat bayangan hitam berdiri di sudut kamarnya. Bayangan itu perlahan mendekat. Fajar merasakan ketakutan yang luar biasa. Keringat dingin terasa membanjiri tubuhnya.

"Siapa kamu? Apa yang kamu inginkan?" teriak Fajar dengan suara bergetar.

Bayangan itu tidak menjawab, hanya mendekat secara perlahan, dan semakin dekat.... Saat itu, Fajar merasakan hawa dingin yang menusuk sampai tulang. Padahal, ia ingat betul, sebelum tidur ia telah mengatur pendingin ruangan di kamarnya pada suhu normal.

Bayangan itu semakin dekat. Fajar gemetar, tubuhnya terasa kaku. Ia mencoba untuk beranjak, tetapi tubuhnya seakan terpaku di ranjang. Napas Fajar tersengal-sengal.

Bayangan itu tinggal beberapa jengkal darinya. Samar-samar, Fajar melihat wajah dengan kulit pucat seperti mayat.

"Tolong... tolong aku...." kata Fajar dengan suara parau, berharap ada yang mendengar teriakannya.

Tiba-tiba, sosok hitam itu mengulurkan tangan, hendak meraih Fajar. Namun, sebelum tangan itu sampai, sebuah suara nyaring memecah kesunyian malam. Ponsel Fajar berbunyi. Tampak nama Nina pada layarnya.

*

Bagian 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun