Banyak lagi pengalaman aneh yang saya alami selain itu yang tidak mungkin saya curahkan semuanya disini.
Keluh-resah saya
Satu waktu saya sempat berbicara dengan pacar saya, karena ia juga pejalan kaki, mengenai keluh-resah sebagai pejalan kaki. Kami berbicara mengenai fasilitas trotoar di Indonesia yang tidak ramah bagi para pejalan kaki. Mulai dari trotoar yang sempit, trotoar yang digunakan oleh pedagang kaki lima, jalannya yang buruk, banyaknya poster-poster calon pejabat yang menghalangi trotoar, sampah-sampah yang berserakan di pinggir trotoar, hingga para pengguna kendaraan bermotor yang menggunakan trotoar untuk menerobos kemacetan, juga aksesibilitas yang rendah untuk orang-orang disabilitas. Hal yang tidak mengenakan lainnya---khususnya ketika musim hujan---ialah terkena cipatran dari kubangan air di jalan akibat pengendara yang terlalu cepat.
Saya yakin, nasib trotoar yang 'agak baik' itu hanya ada di pusat kota. Sedangkan semakin ke pinggir kota, nasib trotoar bagi pejalan kaki semakin buruk. Ada juga kejadian---yang saya sayangkan---di beberapa kota, trotoar untuk pejalan kaki dipotong untuk memperluas lebar jalan untuk kendaraan, yang mereka---para pemerintah---pikir sebagai solusi untuk mengatasi kemacetan. Tentu saja ketika jalan sudah dilebarkan, kemacetan tidak berkurang sedikitpun, malah saya pikir bertambah parah saja.
Akhir dari tulisan ini
Dari keanehan yang saya alami hingga keadaan trotoar di Indonesia yang buruk. Terkadang saya berharap agar adanya perbaikan pada trotoar sehingga saya---dan yang sama seperti saya---bisa berjalan kaki dengan lebih nyaman di Indonesia. Juga terbentuknya persepsi orang-orang bahwa berjalan kaki itu ialah hal yang normal untuk dilakukan. Meskipun saya yakin bahwa hal itu terdengar mustahil terwujud.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI