AbstrakÂ
Shalat berjama'ah memang lebih banyak pahala bagi yang mengerjakannya, tetapi banyak sekali ulama yang berpendapat bahwa shlat berjama'ah itu hukumnya wajib dan ada juga yang berkata bahwa shlat berjama'ah hukumnya sunnah. Menurut pendapat ulama shalat berjama'ah hukumnya wajib bagi laki-laki yang mampu namun bukan menjadi syarat sahnya shalat, tetapi bagi yang meninggalkan maka ia berdosa.
PENDAHULUANÂ
Jauh sebelum disyari'atkan shalat 5 waktu saat mi'raj nabi SAW, namun umat islam sudah melakukan shalat berjama'ah pada siang hari namun pada malam hari setelah beliau mi'raj, datanglah ,alaikat jibril untuk mengajarkan teknis shalat berjama'ah. Saat itu memang belum ada adzan untuk dikumandangkan dan memanggil umat islam unutk berkumpul dan shalat berjama'ah, hanya saja yang dikumandangkan hanya "assolatu jami'ah" setelah itu malaikat jibril menjadi imam nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad menjadi imam buat para sahabat lainnya.
Namun shalat berjama'ah ini belum dikatakan sempurna dan tiap waktu sholat, kecuali setelah nabi Muhammad SAW tiba di Madinah dan membangun masjid. Setelah di Madinah barulah shalat berjama'ah dan shalat 5 waktu di masjid nabawi dengan ditandai dikumandangkan adzan dan iqamah dan Nabi SAW meminta untuk bilal radhiyallahuanhu untuk melantunkan adzan dan iqamah dengan sabda Nabi SAW.
"Wahai Bilal bangunlah dan lihatlah apa yang diperintahkan Abdullah bin Zaid dan lakukan sesuai dengan perintahnya".
Kemudian ada anjuran untuk melakukan shalat berjama'ah, ada begitu banyak dalil yang meminta untuk shalat berjama'ah diantara adalah hadist berikut ini yang artinya
"shalat berjama'ah lebih afdhal daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat(H. R Muslim)". dengan adanya hadist yang memerintahkan untuk sholat berjama'ah maka banyak umat muslim yang melakukan shalat berjama'ah dengan jama'ah dan tidak berhalangan untuk shalat berjama'ah.
Ibnu Hajar dalam kitabnya, Fathul Bari, pada kitab adzan sudah menyebutkan apa saja keutamaan shalat berjama'ah dan shalat sendirian. Diantaranya adalah ketika ada orang adzan jawablah bersegeralah untuk shalat awal waktu dan jalanlah ke masjid dengan sakinah, masuknya ke masjid dengan do'a, menunggu jama'ah, shalawat malaikat atas orang yang shalat, serta permohonan ampun. Dan kecewanya setan karena banyak orang yang berkumpul dan berjama'ah untuk beribadah, adanya pelatihan untuk membaca Al-Qur'an dengan benar dan pengajaran rukun-rukun shalat, keselamatan dari kemunafikan dan seterusnya.
PEMBAHASANÂ
Pengertian Shalat Berjama'ahÂ
Secara umum shalat berjama'ah adalah shalat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk melakukan shalat berjama'ah yang salah satunya sebagai makmum dan imam, dan mengerjakan shalat dengan memenuhi ketentuan shalat berjama'ah. Namun secara khusus ketika kita menemukan perintah atau anjuran untuk melakukan shalat berjamaah, sebenarnya tidak sekedar berjamaah secara minimalis terdiri dari dua orang begitu saja, melainkan ada beberapa kriteria yang bersumber.
Di masjid
Shalat berjama'ah yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat tidak lain adalah shalat yang dilakukan di Masjid Nabawi dan kota Madinah selain itu juga ada beberapa masjid perkampungan yang lokasinya masi di dalam area kota Madinah yang menyelenggarakan shalat berjama'ah. Para sahabat melaksanakan shalat berjama'ah kecuali di dalam masjid, walaupun bukan berarti hal itu tidak boleh memang idealnya dilakukan demikian.
Bersama Imam Rawatib
Tidaklah lain disebut shalat berjama'ah kecuali bila dilaksanakan dengan Rasulullah SAW sebagai imam, para sahabat tidak akan melakukan shalat berjama'ah di masjid jika Rasulullah tidak menjadi imam, sehingga jika beliau datang terlambat masuk masjid maka shalat pun akan menjadi mundur. Ada hadist "Dari Abi Bazrah Al-Aslami berkata,"Dan Rasulullah suka menunda shalat Isya', tidak suka tidur sebelumnya dan tidak suka mengobrol sesudahnya". (HR. Bukhari Muslim)
Apa yang beliau lakukan juga dilakukan oleh para Khulafaurrasyidin yang juga berposisi sebagai imam masjid, yaitu oleh Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali R A. maka tidaknya shalat berjama'ah kecuali dilakukan oleh imam masjid rawatib.
Diawali dengan Adzan
Yang dimaksud dengan shalat berjama'ah selain adalah shalat yang dilakukan di masjid bersama imam rawatib, juga shalat yang di awali dengan adzan. Sedangkan shalat berjamaah di gelombang kedua, ketiga dan seterusnya meski diawali dengan iqamah, yang pasti tidak pernah diawali dengan adzan. Karena tidak ada cerita ada adzan dua kali di satu masjid yang sama.
Hukum Shalat Berjama'ahÂ
Tidak semua shalat disyari'atkan untuk shalat berjama'ah, sebagaian ada shalat yang lebih utama dikerjakan sendirian. Maka para ulama membagi shalat berjama'ah itu menjadi beberapa hukum, antara lain ada yang hukumnya wajib dan menjadi syarat sahnya shalat, ada yang dikatakan sunnah dan ada juga yang tidak dikatakan sunnah.
Syarat sah shalat
Diantara syarat sah shalat berjama'ah diantaranya adalah shatal jum'at, shalat idul fitri dan idul adha.
Shalat Jum'at
Jumhur ulama menyebutkan bahwa shalat jum'at itu minimal dilakukan oleh 40 orang mukallaf, yaitu mereka yang beragama islam, aqil, baligh, muqim, sehat, laki-laki dan merdeka. Mazhab Al-Hanafiyah membolehkan shalat Jumat bila dikerjakan hanya oleh tiga orang, tetapi tetap tidak sah bila hanya dikerjakan sendirian. Dan madzhab Malikiyah menyebutkan minimal shalat jum'at dilakukan oleh 12 orang, tetapi jika dikerjakan oleh satu orang jelas itu tidak sah.
Dua Shalat Ied
Dalam madzhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah, berjama'ah menjadi syarat sahnya shalat idul fitri dan idul adha, artinya keduanya tidak sah apabila dikerjakan tanpa berjama'ah atau sendirian. Dasarnya karena di masa Rasulullah SAW tidak pernah sekalipun shalat ini dikerjakan, kecuali dihadiri oleh banyak orang, bahkan jumlahnya melebihihi jumlah yang hadir pada shalat Jumat. Hal itu lantaran RAsulullah SAW juga memerintahkan agar para budak dan wanita haidh untuk ikut menghadirinya, padahal dalam shalat Jumat mereka tidak diperintahkan hadir.
Dalam hadits "Dari Ummu Athiyyah radiyallahuanha ia berkata: "Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk mengeluarkan hamba sahaya dan wanita haid pada hari raya idul fitri dan idul adha, agar mereka dapat menyaksikan kebaikan dan undangan muslimin. Dan wanita yang haid menjauhi tempat shalat". (HR Bukhori dan Muslim)
Namun dalam pandangan madzhab Asy-Syafi'iyah dan Al-Malikiyah, mengerjakan shalat kedua shalat ini dengan berjama'ah hukumnya sunnah dan bukan syarat sah shalat.
Disunnahkan Berjama'ah
Sedangkan shalat yang disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjama'ah adalah shalat tarawih, shalat khusuf dan kusuf, shalat istisqa'.
Shalat tarawih dan witir
Para ulama umumnya berpendapat bahwa meskipun shalat tarawih dan witir sah untuk dilakukan secara sendirian, namun melakukannya dengan berjama'ah hukumnya sunnah dan mustahab. Mazhab Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi'iyah menggunakan isltilah sunnah, sedangkan mazhab Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah menggunakan istilah mustahab.
Shalat Khusuf dan kusuf
Kusuf adalah peristiwa dimana sinar matahari menghilang baik sebagian atau total pada siang hari karena terhalang oleh bulan yang melintas antara bumi dan matahari.
Khusuf adalah peristiwa dimana cahaya bulan menghilang baik sebagian atau total pada malam hari karena terhalang oleh bayangan bumi karena posisi bulan berada dibalik bumi dan matahari.
Kedua shalat ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW kecuali dengan berjama'ah juga. Ada juga dalilnya yaitu "ketika matahari mengalami gerhana di zaman Rasulullah SAW, orang-orang dipanggil shalat dengan lafaz "as-shalatu jami'ah." (HR Bukhori)
Menurut pendapat As-Syafi'iyah, dalam shalat gerhana disyariatkan untuk disampaikan khutbah di dalamnya. Khutbahnya seperti layaknya khutbah Idul Fithri dan Idul Adha dan juga khutbah Jumat.
Dalil adalah Dari Aisyah ra berkata,"Sesungguhnya ketika Nabi SAW selesai dari shalatnya, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan manusia dengan memuji Allah, kemudian bersabda, "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-tanda Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah".
Shalat Istisqa'
Shalat istisqa' tidak pernah dilaksanakan di masa Rasulullah SAW kecuali dilakukan dengan berjama'ah. Namun para ulama menyebutkan bahwa hukumnya sunnah untuk dilaksanakan dengan berjama'ah. Madzhab Al-MalIkiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah menyebutkan bahwa disunnahkan shalat istisqa' untuk dilaksanakan dengan berjama'ah, sedangkan madzhab Al-Hanafiyah memang tidak menyari'atkan shalat istisqa' ini dalam pandangannya.
Disunnahkan untuk disampaikan khutbah baik sebelum atau sesudah shalat. Namun dalam teknisnya para ulama berbeda pendapat, apakah khutbah itu terdiri dari dua khutbah atau cukup dengan satu khutbah saja.
RefrensiÂ
Ahmad Sarwat, LC., MA, Shalat Berjama'ah, 47 hlm, jakarta selatan
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathulbari, jilid 2 hal. 133
Hasyiyatu Ibnu Abdin, jilid 1 hal.275
Djazuli, Zaenudin. tth . Fiqh Ibadah. Kediri: Lembaga Talif Wannasyr.
Mughni Al-Muhtaj, jilid 1 hal. 225
Bada'I Ash-Shana'I, jilid 1 hal. 288
Kasysyaf Al-Qinna', jilid 1 hal. 114
Abu Hamid Al-Ghaazali, Al-Wajiz fi Fiqh Al-Imam Asy-Syafi'i, Libanon: Dar Al-
Ma'rifah, tt.
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuh, Juz I, Damsyiq: Dar Al-
Fikr, 1997 M/1418 H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H