Mohon tunggu...
Muchwardi Muchtar
Muchwardi Muchtar Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis, pelaut, marine engineer, inspektur BBM dan Instruktur Pertamina Maritime Center

menulis, membaca, olahraga dan presentasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rumah Batu Pertama di Kota Lubukbasung

18 Desember 2024   21:12 Diperbarui: 19 Desember 2024   10:23 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inyiak Galuang, Pengusaha Kayaraya di Lubukbasung tahun 1900, foto dokumentasi MM

Sayang Rumah Batu (9 m X 22 m) berlantai dua yang dibangun tahun 1923 tersebut, ketika terjadi pelebaran jalan raya di ibukota Kabupaten Agam (1995), dari Ilir Pasar sampai ke Lapautalang (sekarang diberi nama Jl. Gajah Mada) terpaksa mengorbankan 2 m X 9 m bangunan terasnya untuk dipotong. Dengan dipotongnya bagian depan Rumah Batu maka kesakralan Lantai Dua jadi hilang sama sekali. Padahal di Lt-II inilah ada 5 kamar, untuk 5 anak perempuan Inyik Hasan dan Iyak Rafiah. Di Lt-II ada lima kamar besar 4 m X 3 m untuk 5 orang putri dari Iyak Rafiah ---Fatimah 3-3-1913, Rakiah 19-9-1919, Umi Kalsum 22-3-1922, Norma 8-2-1927 dan Fahmida 17-8-1933--- tersebut masih ada tapi tidak terawat lagi.

Nah, semenjak 1995 itu pulalah, "tangga sakral" untuk naik ke teras lantai dua Rumah Batu yang berada di sebelah Mudiak (timur) rumah, dipindahkan ke sebelah Ilir (barat) rumah, (sementara tangga sebelah utara dari lantai dua untuk turun ke dapur dan kamar mandi di pincuran belakang, tidak diubah). Dan, ketika terjadi "peristiwa G3OS 2009" (gempa tektonik tanggal 30 September 2009 yang menggoyang Sumatra Barat, kondisi Rumah Batu semakin menyedihkan.

Inyiak Galuang, Pengusaha Kayaraya di Lubukbasung tahun 1900, foto dokumentasi MM
Inyiak Galuang, Pengusaha Kayaraya di Lubukbasung tahun 1900, foto dokumentasi MM

Ketika saya datang ke Lubukbasung dalam rangka takziah atas kematian adik ipar kami di Pasarusang, Sampan (23/7/2012), kondisi kamar-kamar di lantai dua Rumah Batu masih belum bisa dipakai.  Maklum, Rumah Batu yang dibangun tahun 1923 tersebut, saat itu belum mengenal sistem beton bertulang atau pondasi cakar ayam, maka untuk merehabilitasi Rumah Batu secara total benar-benar membutuhkan persiapan segala macam dari anak, cucu, cicit, dan piyut serta cicit-cucunya.

Sementara dari 143 orang (anak, cucu, cicit, piyut dan menantu) dari Iyak Rafiah dan Inyik Hasan Datuk Bungsu yang hidup di muka bumi hari ini, hanya seorang Ibu (Sukmawati, 67 th) dengan 3 anak, dan saudara sepupunya seorang Bapak (Muchverizon, 66 th) dengan 3 anak yang menetap di Lubukbasung. Sisanya, 136 orang (anak, kemenakan, menantu, cucu, cicit, piyut) bertebaran di bumi perantauan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dengan kondisi kehidupan dan ekonomi yang serbaneka.

Seorang Datuk di Lubukbasung pernah bertanya kepada saya, kapan Rumah Batu  yang sudah tak laik pakai (lantai duanya) itu mau direhab, saya hanya menjawab dengan sebuah lirik lagu "Cik Uniang" Elly Kasim : ...... "Iduik bak cando roda padati,  sakali di ateh sakali di bawah ......(Hidup ini bagai putaran roda pedati, sekali berada di atas, sekali berada di bawah)". Dan..., tampaknya anak cucu dari kaum suku Koto Datuk Tumanggung, Pasar Lubukbasung yang mayoritas "larek di rantau" (tidak pernah pulang ke kampung halamannya) ---kecuali dua orang tinggal di kampung halaman--- merasa "roda pedatinya" masih di bawah?

Kuburan Inyik Galung di samping Masjid Raya Pasar Lubukbasung, foto dok : MM
Kuburan Inyik Galung di samping Masjid Raya Pasar Lubukbasung, foto dok : MM

Kalau doeloe tahun 1923 Inyik (great grand father) dari kaum Koto Datuk Tumanggung Lubukbasung, selaku konglomerat di nagari Lubukbasung, bisa membangun rumah batu berlantai dua, maka seratus tahun kemudian, untuk merahibilatasi bangunan bersejarah di kota Lubukbasung tersebut tampaknya anak cucunya tidak punya dana (?). Wallahu alam.

***

Bekasi Jaya, 18 Desember 2024

LAMPIRAN :

Lubukbasung adalah sebuah kota berstatus kecamatan yang menjadi nama ibu kota dari Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Indonesia. Luas wilayahnya 278,4 km, atau sekitar 12,5% dari luas Kabupaten Agam. Kecamatan yang berkedudukan pada ketinggian rata-rata 102 meter dari atas permukaan laut, dan suhu udara maksimum mencapai 32 C dan minimum mencapai 25 C,

Dengan pindahnya pusat pemerintahan Kabupaten Agam dari Bukittinggi ke Lubukbasung pada tanggal 19 Juli 1993 secara de facto, kemudian diperkuat dengan Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 8 Tahun 1998, maka Lubukbasung dengan pusat pemerintahan dipindahkan ke Padang Baru. Setelah memasuki era otonomi daerah, istilah desa dan sistem pemerintahan di dalamnya diubah menjadi nagari dengan sistem pemerintahan yang berpola kepada adat istiadat masyarakat Kabupaten Agam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun