Mohon tunggu...
Muchwardi Muchtar
Muchwardi Muchtar Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis, pelaut, marine engineer, inspektur BBM dan Instruktur Pertamina Maritime Center

menulis, membaca, olahraga dan presentasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Pilih Bramacorah Sebagai KaDa di Lima Tahun Mendatang

26 November 2024   14:30 Diperbarui: 26 November 2024   14:37 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pamflet asli bikinan Muchwardi Muchtar

Menyalurkan Suara Rakyat Kepada Yang Tepat

Oleh  Muchwardi Muchtar

"Sekali lancung keujian, seumur hidup orang tak percaya" (pepatah Melayu yang hingga akhir zaman masih berlaku bagi kehidupan masyarakat madani)

***

 Menyalurkan suara  kita ---selaku pemilih--- dalam sebuah even yang bernama Pemilu kepada yang tepat adalah sebuah keniscayaan. Namun, di era lipstik yang bertebaran di mana-mana, ya... di medsos yang ada pada perangkat Hape dalam genggaman kita, ya .... di sekitar jalanan yang kita lalui yang penuh dengan spanduk, pamflet dan "promosi kecap", bisakah kata TEPAT tersebut diwujudkan?

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, atau lebih populer disingkat menjadi PILKADA, adalah pemilihan umum untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Semua orang tentu tahu dengan makna Pilkada ini. Namun, dilain pihak tidak banyak peserta Pilkada yang benar-benar tahu siapa dan mengapa calon kepala daerahnya itu mereka pilih. Umumnya alasan mereka memilih kepala daerah (gubernur, bupati atau walikota beserta wakilnya) hanyalah karena dorongan satu akidah dan ditambah dengan rekam jejak yang bersangkutan selama ini selaku tokoh masyarakat.

Mengenai rekam jejak masing-masing kepala daerah yang akan dipilih bisa dilihat jika yang bersangkutan selama ini aktif di medsos (WAG, FB, IG, X, Reels atau Tiktok). Namun, kalau yang akan dipilih selaku kepala daerah untuk masa jabatan lima tahun ke depan, tidak ada jejak digitalnya di medsos ---karena dia bukan penggemar medsos--- bagaimana akan menakar kadar kepemimpinan calon Kada tersebut?

Dalam ajaran Islam pun, para Ulama ( "u"-nya huruf kapital) akan selalu mengingatkan para jamaahnya dalam kesempatan tausyiah dalam pengajian atau silaturahim di tempat-tempat ibadah. Karena dalam kitab suci yang menjadi "pedoman hidup bagi yang takwa" memang ada ayat yang diturunkan dari langit, diperintahkan untuk memilih pemimpin yang satu akidah, dan orangnya pun harus amanah. Tidak satu Undang-undang pun yang bisa melarang warganegaranya untuk menyampaikan kebenaran dari agama yang mereka anut kepada sesamanya, karena konstitusi pasal 28 dan pasal 29 UUD 1945 melindungi hak warganegara tersebut dalam beraktivitas dalam ajaran agama masing-masing.

Untuk lebih jelasnya, ketentuan yang sangat mendasar dalam melindungi hak azasi manusia tersebut saya kutipkan secara lengkap :

Kebebasan memeluk agama diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945) pada Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2). Pasal 28E ayat (1) berbunyi, "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya", dan Pasal 29 ayat (2) berbunyi, "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya". Selain itu, kebebasan beragama juga diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Hak Asasi Manusia (UU HAM).

Nah, karena persoalan agama yang dianut para peserta Pilkada sangatlah peka dan riskan untuk disinggung apalagi dibahas dalam kampenye-kampanye, maka satu-satunya yang masih bisa diutak-utik untuk disigi adalah "jejak digital" dari calon Kada yang akan dipilih tersebut. Kenapa demikian? Ya, di era medos yang sudah bagai "buku rapor personal" masyarakat madani, jejak digital di dunia maya tidak akan bisa memanipulasi para peserta Pilkada yang suaranya sangat menentukan kemanangan seorang Kada dan Wakada.

Dalam PILEG 2024, lengkapnya Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2024 yang telah berlangsung "secara sukses" pada tanggal 14 Februari 2024, ternyata ada mantan narapidana yang terpilih sebagai "anggota legislatif yang terhormat" untuk lima tahun ke depan. Terpilihnya mantan narapidana ini bisa dengan berbagai alasan untuk membenarkan kekeliruan tersebut. Misalnya, karena kurangnya informasi dari "rapor kehidupan caleg" bagi para pemilih, karena dorongan satu keluarga atau satu kampung, karena sama-sama satu partai, dan "karena keberhasilan serangan fajar".

Meski dari segi moral ---yang namanya narapidana itu adalah orang yang dipenjara karena terbukti melanggar ketentuan dan perundangan-undangan---, namun dalam tatatan hukum di republik ini ada pasal yang membolehkan para residivis untuk ikut sebagai orang yang akan dipilih memegang amanah rakyat.

Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan, salah satu syarat seseorang dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah adalah tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

Namun, sesuai dengan kewewenangan yang dipangku Mahkamah Konstitusi (11/12/2019) memutuskan untuk menerima sebagian permohonan uji materi yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) atas  pasal yang mengatur tentang pencalonan mantan narapidana tersebut. Dampak dari putusan ini, terjadi perubahan bunyi Pasal 7 ayat (2) huruf g. Salah satu perubahannya menyatakan bahwa seorang mantan narapidana dapat mencalonkan diri pada pilkada lima tahun setelah yang bersangkutan selesai menjalani pidana penjara.

"Pendukung AMIN" di Plipres 2024 (Dokumentasi Muchwardi Muchtar)

Jika para anggota legislatif yang periode 2024-2029 yang mantan narapidana, sudah dianggap sah keberadaannya selaku wakil rakyat yang terhormat di DPR-RI atau DPD-RI atau DPRD, maka kini tinggal lagi kita menunggu episode akhir dari Pemilu di Republik Indonesia yang bernama Pilakada Serentak pada 27-11-2024. Mari kita sama-sama saksikan apakah mantan narapidana ada yang jadi  gubernur -- wakil gubernur atau bupati - wakil bupati atau walikota -- wakil walikota dipilih oleh peserta pemilih Pilakada.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menyerahkan data jumlah pemilih potensial ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2 Mei 2024. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah pemilih potensial mencapai 207.110.768 jiwa. Detailnya, pemilih laki-laki mencapai 103.228.748 jiwa dan pemilih wanita 103.882.020 jiwa. Seluruh pemilih itu perlu memperoleh jaminan untuk bisa menggunakan hak pilih dalam pilkada serentak. Angka pemilih potensial 207 juta jiwa ini lebih besar dibandingkan pemilih Pemilu 2024 pada Februari lalu sebesar 204 juta jiwa.

Lantaran MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon, bunyi pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, di atas berubah. Setidaknya, ada empat hal yang diatur dalam pasal itu. Pertama, seseorang yang dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah "tidak pernah diancam dengan hukuman pidana penjara lima tahun atau lebih", kecuali tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik. Kedua, "mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya apabila yang bersangkutan telah melewati jangka waktu lima tahun setelah selesai menjalani pidana penjara". Selanjutnya, "seorang calon kepala daerah yang merupakan mantan narapidana harus mengumumkan latar belakang dirinya sebagai seorang mantan napi". Terakhir, "yang bersangkutan bukan merupakan pelaku kejahatan yang berulang".

Nah, guna patuh dan tunduk terhadap putusan MK yang mengikat menyangkut Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, para pemilih harus jeli. Lihat dulu di sekitar TPS Anda di hari Rabu 27 November 2024, apakah KPU ---selaku penyelenggara Pilkada yang independen--- ada memajang foto-foto calon Kada-Wakada mantan narapidana sebelum ia menjadi calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang akan Anda pilih? .

                                                                                                                                                           Bekasi Jaya, 26 November 2024

CATATAN :

*) bra.ma.co.rah (bentuk tidak baku: bromocorah) adalah orang yang melakukan pengulangan tindak pidana; residivis. 

**) "Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya" adalah peribahasa yang artinya sekali saja mengkhianati teman, maka untuk selanjutnya Anda tidak dipercayai lagi.

Peribahasa ini menunjukkan bahwa selaku calon Kepala Daerah harus menjunjung tinggi kejujuran, bukan hanya kepintaran. Keberhasilan seseorang adalah ketika dia memiliki akhlak dan etika yang baik, menjadi manusia yang jujur, dan menjauhi segala perbuatan curang dalam berpolitk.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun