Nah, karena persoalan agama yang dianut para peserta Pilkada sangatlah peka dan riskan untuk disinggung apalagi dibahas dalam kampenye-kampanye, maka satu-satunya yang masih bisa diutak-utik untuk disigi adalah "jejak digital" dari calon Kada yang akan dipilih tersebut. Kenapa demikian? Ya, di era medos yang sudah bagai "buku rapor personal" masyarakat madani, jejak digital di dunia maya tidak akan bisa memanipulasi para peserta Pilkada yang suaranya sangat menentukan kemanangan seorang Kada dan Wakada.
Dalam PILEG 2024, lengkapnya Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2024 yang telah berlangsung "secara sukses" pada tanggal 14 Februari 2024, ternyata ada mantan narapidana yang terpilih sebagai "anggota legislatif yang terhormat" untuk lima tahun ke depan. Terpilihnya mantan narapidana ini bisa dengan berbagai alasan untuk membenarkan kekeliruan tersebut. Misalnya, karena kurangnya informasi dari "rapor kehidupan caleg" bagi para pemilih, karena dorongan satu keluarga atau satu kampung, karena sama-sama satu partai, dan "karena keberhasilan serangan fajar".
Meski dari segi moral ---yang namanya narapidana itu adalah orang yang dipenjara karena terbukti melanggar ketentuan dan perundangan-undangan---, namun dalam tatatan hukum di republik ini ada pasal yang membolehkan para residivis untuk ikut sebagai orang yang akan dipilih memegang amanah rakyat.
Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan, salah satu syarat seseorang dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah adalah tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Namun, sesuai dengan kewewenangan yang dipangku Mahkamah Konstitusi (11/12/2019) memutuskan untuk menerima sebagian permohonan uji materi yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) atas  pasal yang mengatur tentang pencalonan mantan narapidana tersebut. Dampak dari putusan ini, terjadi perubahan bunyi Pasal 7 ayat (2) huruf g. Salah satu perubahannya menyatakan bahwa seorang mantan narapidana dapat mencalonkan diri pada pilkada lima tahun setelah yang bersangkutan selesai menjalani pidana penjara.
Jika para anggota legislatif yang periode 2024-2029 yang mantan narapidana, sudah dianggap sah keberadaannya selaku wakil rakyat yang terhormat di DPR-RI atau DPD-RI atau DPRD, maka kini tinggal lagi kita menunggu episode akhir dari Pemilu di Republik Indonesia yang bernama Pilakada Serentak pada 27-11-2024. Mari kita sama-sama saksikan apakah mantan narapidana ada yang jadi  gubernur -- wakil gubernur atau bupati - wakil bupati atau walikota -- wakil walikota dipilih oleh peserta pemilih Pilakada.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menyerahkan data jumlah pemilih potensial ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2 Mei 2024. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah pemilih potensial mencapai 207.110.768 jiwa. Detailnya, pemilih laki-laki mencapai 103.228.748 jiwa dan pemilih wanita 103.882.020 jiwa. Seluruh pemilih itu perlu memperoleh jaminan untuk bisa menggunakan hak pilih dalam pilkada serentak. Angka pemilih potensial 207 juta jiwa ini lebih besar dibandingkan pemilih Pemilu 2024 pada Februari lalu sebesar 204 juta jiwa.
Lantaran MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon, bunyi pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, di atas berubah. Setidaknya, ada empat hal yang diatur dalam pasal itu. Pertama, seseorang yang dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah "tidak pernah diancam dengan hukuman pidana penjara lima tahun atau lebih", kecuali tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik. Kedua, "mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya apabila yang bersangkutan telah melewati jangka waktu lima tahun setelah selesai menjalani pidana penjara". Selanjutnya, "seorang calon kepala daerah yang merupakan mantan narapidana harus mengumumkan latar belakang dirinya sebagai seorang mantan napi". Terakhir, "yang bersangkutan bukan merupakan pelaku kejahatan yang berulang".
Nah, guna patuh dan tunduk terhadap putusan MK yang mengikat menyangkut Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, para pemilih harus jeli. Lihat dulu di sekitar TPS Anda di hari Rabu 27 November 2024, apakah KPU ---selaku penyelenggara Pilkada yang independen--- ada memajang foto-foto calon Kada-Wakada mantan narapidana sebelum ia menjadi calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang akan Anda pilih? .
                                                                              Bekasi Jaya, 26 November 2024