Mohon tunggu...
Muchwardi Muchtar
Muchwardi Muchtar Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis, pelaut, marine engineer, inspektur BBM dan Instruktur Pertamina Maritime Center

menulis, membaca, olahraga dan presentasi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hentikan Penyakit "Ingat Memasang Lupa Menurunkan!"

8 Oktober 2024   15:53 Diperbarui: 8 Oktober 2024   22:36 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Hukuman Bagi Yang Ingat Memasang Lupa Mencopot

Oleh  Muchwardi Muchtar

Pekan lalu dalam perjalanan pulang kembali ke rumah ---dari menghadiri hajatan seorang teman di rumahnya---- saya melewati jalanan di daerah Pasarminggu, Jakarta Selatan dan Pasarebo, Jakarta Timur. Karena suasana libur (agak) panjang, maka sepanjang jalanan yang saya lalui ---yang hari-hari biasa macet--- saat itu bisa dinikmati dengan seksama.

Dalam perjalanan kembali ke Bekasi ini saya memang sengaja (back to basic), yaitu  sepenuhnya tidak menggunakan jalan tol prabayar, tapi memakai jalan arteri atau jalan biasa yang berada di sekeliling jalan tol. Saya mencoba bernostalgia dengan jalanan yang saya lalui. Masih lekat dalam ingatan saya, jalan sempit yang saya lewati ini doeloenya sebelum "proyek jalan berbayar" dipopulerkan di Indonesia adalah jalan utama yang dibanggakan oleh Gubernur DKI Jaya (Letjen Marinir TNI AL Pur.) H. Ali Sadikin.

Ketika mengemudikan mobil yang didampingi istriku selaku co-pilot, kami menemukan beberapa "tontonan" di pinggir kiri atau kanan jalanan yang dilewati. Dan, pemandangan yang sebetulnya tidak perlu ada ini, menggerakkan jari jemari saya untuk menkomunikasikannya dengan Anda via Kompasiana.

Di pertigaan jalan kecil yang menuju perkampungan setempat, saya melihat bangkai janur yang sudah berwarna cokelat kehitam-hitaman. Tampaknya janur yang tadinya pasti kuning, indah dan penuh keceriaan itu sudah sangat lama sekali dipajang di pertigaan tersebut. Dan saya yakin, jika (pengantin) yang punya hajatan resepsi pernikahan tersebut sedang berada di rumahnya, ketika kami lewat mungkin tengah hamil >3 bulan. Begitu lamanya prakiraan saya menyangkut umur janur tersebut dipajang di sana.

Ketika kami belok kiri melewati jalan Condet Raya menuju PGC Cililitan, Jakarta Timur, kembali mata saya melihat sebuah janur berwarna cokelat di sebelah kanan jalan yang "berkibar ditiup angin". Lagi-lagi hati kecil saya mengatakan bahwa janur yang tadinya indah dan asri ini sudah "expired" untuk dipajang di perempatan tersebut.

Kenapa bisa terjadi penyakit "ingat memasang lupa mencopot ini" cukup berkembang di sementara masyarakat kita? Sependek ingatan saya ---guna menata kehidupan masyarakat Indonesia yang madani--- pemerintah sudah menyediakan perangkat hukum untuk tertibnya segala bentuk aktivitas manusia. Namun kenyataan yang kita lihat, dimana-mana selalu terjadi pembiaran.

Hal yang sama juga terjadi dalam pesta demokrasi yang tengah berlangsung di masyarakat Indonesia saat ini sampai beberapa bulan ke depan. Pemasangan spanduk atau baliho atau "pamflet ala penjual kecap" bertebaran dimana-mana.

Dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas teknis pemasangan yang kadang dilanggar. Karena pada Pasal 71 (Undang-undang  No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu) ada disebutkan tempat umum yang dilarang ditempelkan bahan kampanye yakni, tempat ibadah, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, tempat pendidikan, gedung atau fasilitas milik pemerintah, jalan-jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik dan/atau taman dan pepohonan.

Yang membuat saya miris adalah masih ada kelihatan spanduk, pamflet, atau janur (seperti yang diceritakan di awal tulisan ini) yang masih tetap mejeng di mana-mana, padahal "waktu tayangnya" ---Pileg 24-2-2024--- sudah usai tujuh bulan yang lalu. Bila mengacu kepada ketentuan dan perundang-undangan mereka yang bertanggung jawab selaku pemasang alat peraga out door tersebut, harus mencopot, dan mengembalikan suasana asri di bekas tempat pemasangan seperti semula.

Bagi pemasang spanduk, janur, pamflet secara pribadi ---seperti rambu bagi tamu undangan menuju rumah kenduri--- selesai hajatan harus segera dibersihkan. Namun kenyataan yang ada masih banyak yang membiarkan "janur rambu-2" termenung lesu menunggu rontok ke bumi dimakan usia. Kalau yang kenduri misalnya lupa membersihkan janur dari pertigaan jalan ke rumahnya, tentu masyarakat sekitar melalui kewewenangan Ketua RT atau Ketua RW setempat bisa mengingatkan yang bersangkutan untuk tidak mengidap penyakit "ingat memasang lupa mencopot" ini dalam bentuk apa pun.

Kalau dalam pesta demokrasi yang bernama Pilkada Serentak 2024  (27 November 2024), menyangkut pembersihan atribut kampanye dalam UU-nya adalah tugas Satpol PP, maka untuk pencopotan spanduk, janur atau umbu-umbul lain tampaknya belum ada pengaturan secara tegas dan jelas.

Foto asli  Muchwardi Muchtar
Foto asli  Muchwardi Muchtar

Sependek ingatan saya, dalam UU-nya ditegaskan dengan jelas, bahwa alat peraga tesebut harus sudah bersih 3 hari sebelum pemungutan suara. Dalam UU dinyatakan, bahwa KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota membersihkan Alat Peraga Kampanye paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara.

Sedangkan sanksi bagi pelanggaran pemasangan atribut kampanye di Masa Tenang, maksudnya ketika alat peraga masih terpasang dan belum dibersihkan, ternyata tidak ada sanksi yang dikenakan terhadap pasangan calon. UU yang ada tugas membersihkan alat peraga kampanye pada dasarnya merupakan tugas KPU Provinsi dan KPU/KIP Kabupaten/Kota yang berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota, yakni dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara sebagaimana dijelaskan di atas. Dan kenyataan selama ini dalam praktiknya, alat peraga kampanye ini malah dibersihkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja.

Jika ditelaah lebih dalam, ternyata sanksi bagi mereka pengidap penyakit "Ingat Memasang Lupa Mencopot" sudah ada disiapkan oleh pemerintah.  Tinggal lagi  untuk menerapkannya secara konsisten dan kusekuen terhadap pelanggarnya, tanpa pandang bulu.

Ancaman sanksinya bisa merujuk pada ketentuan dalam Pasal 187 ayat (1) Perpu 1/2014 (yang ditetapkan sebagai undang-undang oleh UU 1/2015) yang berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing calon, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari atau paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Dan, merujuk kepada peraturan tersebut, memasang alat peraga pada masa tenang dapat dipidana...!!!

Nah, kalau saja UU 1/2015 bisa disempurnakan dengan menambahkan klausul "bagi pemasang janur, umbul-umbul atau pamflet di tempat umum (out door) tidak membersihkannya 3 hari paska kenduri, bisa dikenakan pidana kurungan atau denda", betapa tertib dan indahnya kehidupan manusia madani itu. Dan saya yakin pemandangan janur yang sudah cokelat kehitam-hitaman yang mejeng di pertigaan jalan raya takkan pernah ada.

 Sejalan dengan gagasan Generasi Emas 2045 atau menuju Indonesia Emas 2045, dimana pada tahun tersebut ditargetkan Indonesia sudah menjadi negara maju, modern, dan mampu sejajar dengan negara-negara maju di dunia, saya kira saran untuk memberi sanksi terhadap "orang yang ingat memasang dan lupa mencopot" adalah wajar adanya.

Bekasi Jaya 8 Oktober 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun