"Barang siapa yang berpuasa selama bulan Ramadhan, kemudian diikuti dengan puasa enam hari di bulan Shawal, maka nilainya sama dengan puasa selama satu tahun (Hadist Riwayat Ahmad dan Muslim", suatu acuan bagaimana pola ubudiah setelah Ramadhan berakhir. Kita menyadari betul bahwa dalam Ramadhan tahun mendatang, tidak ada yang dapat memastikan apakah masih diberi karunan hidup sehat atau sebalik nya, ......dipanggil Al Khaliq.
Kisah Mocah Misterius yang dapat dilihat di www.muchtar-bahar blogspot.com dan kembali di "share", semakin segar dalam ingatan, dibagikan oleh seorang teman lama, di medsos Alumni PGAN Padang, beberapa hari berselang.
"Bocah itu menjadi pembicaraan dikampung itu. Sudah tiga hari ini ia mondar-mandir keliling kampung. Ia menggoda anak-anak sebayanya, menggoda anak-anak remaja diatasnya dan bahkan orangorang tua. Hal ini bagi orang kampung sungguh menyebalkan. Yah, bagaimana tidak anak itu menggoda dengan berjalan kesana kemari sambil tangan kanannya memegang roti daging yang tampak coklat menyala. Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan air dan butiran butiran es yang melekat diplastik es tersebut.
Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila masyarakatmelihatnya bukan pada bulan puasa!Tapi ini justru terjadi ditengah hari pada bulan puasa! Bulan ketika banyak orang sedang menahan lapar dan haus. Es kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang yang melihatnya.
Luqman remaja di desa itu, menemui bocah itu. Biasanya setiap bakda zuhur, anak itu akan muncul secara misterius. Muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan hari-hari kemarin dan akan muncul pula dengan es kelapa dan roti isi daging yang sama juga! Benar, ia menari-nari dengan menyeruput es kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas membuat orang lain menelan ludah.
Luqman pun lalu menegurnya.. Cuma,ya itu tadi,bukannya takut, bocah itu malah mendelik hebat dan melotot, seakan-akan matanya akan keluar. "Bismillah.. . "Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan Luqman. Luqman pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan membawanya ke rumah. Gerakan Luqman diikuti dengan tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang yang melihatnya.
"Ada apa Tuan melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini? Bukankah ini kepunyaan saya?" tanya bocah itu sesampainya di rumah Luqman, seakan-akan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang kelakuannya. Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman. "Maaf ya, itu karena kamu melakukannya dibulan puasa," jawab Luqman dengan halus,"apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa? Kamu bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan tingkahmu itu.."
Bocah itu menjawab, "Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami semua! Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini ketimbang saya..?! Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan pada sebelas bulan diluar bulan puasa?.Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami?
Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis?
Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal..?!
Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus? Ketika bedug maghrib bertalu, ketika azan maghrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian...!?"
Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Luqman untuk menyela. Tiba-tiba suara bocah itu berubah. Kalau tadinya ia berkata begitu tegas dan terdengar "sangat" menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba. "Ketahuilah Tuan.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tak ada makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang siang saja.
Dan ketahuilah juga, justru Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan lah yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri? Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri?