Umat Islam harus memiliki komitmen bahwa aloaksi uang yang dimiliki untuk kepentingan beramal dan shodaqh harus ditingkatykan minimal 5 % dari kekayaan, agar peluang untuk memiliki surga lebih besar. Semakin sering manusia mampu membelanjakan uanganya untuk kepentingan praabdi, maka harus diikuti dengan frekuensi untuk mengeluarkan uang untuk shodaqoh dan beramal.Â
Setelah beli baju atau paralatana rumah tangga, maka saat itu juga harus mengeluarkan sebagian uangnya untuk beramal atau shodaqoh, agar apa yang dibelanjakan itu memiliki nilai kemanfaatan yang hakiki.
 Konsekuensi selanjutnya untuk memperoleh tiket surga, setiap manusia harus memiliki komitmen atau kemauan untuk mengalokasikan sebagian besar kekayaannya untuk kepentingan umum atau sosial khususnya sosial keagamaan. Setiap umat Islam harus memiliki patokan atau standard tentang penggunaan uang yang dimiliki, semakin banyak uang yang dimiliki maka alokasi untuk beramal atau shodaqoh juga harus ditingkatkan.Â
Misalnya, jika tahun ini, penghasilannya setiap bulan mencapai 1 juta, sedangkan shodaqohnya hanya berkisar 10 ribu rupiah, maka jika tahun depan penghasilnya meningkat 2 juta, maka secara otomatis dana untuk beramal atau shodaqoh harus naik minimal 20 ribu rupiah. Selanjutnya jika tahun berikutnya, mengalami kenaikan menjadi 5 juta rupiah, maka dana untuk beramal harus minila 50 ribu rupiah.
 Dengan kata lain, uang bisa untuk membeli surga, jika umat Islam memiliki komitmen untuk selalu mengeluarkan shodaqah atau beramal lebih banyak dan selalu ditingkatkan setiaps aat. Semakin banyak rizki yang dimiliki harus diikuti dengan semakin banyaknya kuantitas shodaqah atau beramalnya.
 M. Saekan Muchith, Dosen Pascasarjana (S2) FITK UIN Walisongo, Pemerhati Pendidikan dan Sosial Politik Keagamaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H