Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ayoooo.... "Membeli" Surga

31 Juli 2024   06:54 Diperbarui: 31 Juli 2024   06:56 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Ada ayat yang menjelaskan bahwa sesungguhnya harta dan anak dapat menjadikan fitnah, ayat ini harus dipahami secara tepat dan proporsional. Ayat ini lebih mengandung makna sebagai peringatan atau perhatian, bahwa harta dan anak itu akan menjadi fitnah atau mala petaka jika tidak dikelola, dibina atau dimanfaatkan dengan cara ayang baik dan benar. 

Jika punya anak tidak dibimbing dan disekolahkan, tidak ajari masalah etika, maka secara otimatis akan menjadi anak durhaka yang akhirnya akan menjadi fitnah bagi kedua orangtuanya. Begitu juga harta, jika seseorang memiliki harta yang banyak tetapi tidak dipergunakan atau ditasarufkan secara baik dan benar, maka harta tersebut juga akan menjadi fitnah atau menjadi pemicu kesengsaraan bagi pemiliknya.

 Sebagai umat Islam wajib kaya dan punya modal atau kekayaan yang banyak, karena banyak perintah kepada umat Islam harus rajin melakukan shodaqoh, perintah mengeluarkan zakat, dan perintah menyantuni fakir miskin merupakan bukti nyata bahwa umat Islam harus mempunyai kekayaan yang berlimpah. 

Dengan kekayaan yang berlimpah itulah, harus dipergunakan untuk kepentingan atau keperluan yang benar sesuai dengan kaidah agama sehingga benar benar bermanfaat di dunia dan akherat.

 Kembali kepada membeli surga. Umat Islam harus mampu membeli surga, dengan kekayaan atau uang yang dimiliki selama di dunia harus bisa untuk membeli tiket masuk surga yang nantinya akan mampu menikmati suasana atau situasi yang bahagia, sejahtera lahir dan batin. Kekayaan atau uang yang dimiliki umat Islam harus dikelola untuk kepentingan yang baik dan sesuai dengan norma yang berlaku khususnya norma agama, seperti, perintah hadits bahwa "tangan yang di atas, lebih utama dari pada tangan yang dibawah", artinya manusia yang memberi itu lebih mulia dari pada orang yang meminta. 

Hal ini membawa implikasi bahwa sebagai umat islam harus memiliki janji atau komitmen pantang untuk meminta, melainkan harus mampu tampil sebagai orang yang selalu memberi kepada orang lain. Pemberian atau santunan tersebut, benar benar diniatkan sebagai bagian dari upaya untuk melaksanakan perintah agama bukan untuk kepentingan lainnya.

Setiap manusia harus memiliki patokan atau komitmen khusus untuk mengalokasikan untuk shodaqoh atau beramal yang proporsional, minimal 2,5 % dan jika ingin memperoleh surga maka standar minimal 2,5 % itu harus ditingkatkan. Artinya setiap umat Islam harus memiliki alokasi untuk shodaqoh atau beramal minimal 2,5 % dari kekayaan yang dimiliki, bila perlu ditingkatkan menjadi 3-5 % dari kekayaan. 

Kebanyakan manusia tidak seimbang antara pemanfaatan kekayaan yang dialokasikan untuk kepentingan pribadi, kepentinagn gensi dengan kepentingan amal jariyah atau shodaqah. Mayoritas alokasi untuk beramal atau shodaqoh sangat minim jika dibanding dengan untuk keperluan pribadi yang hanya untuk memenuhi gengsi dan harga diri. 

Misalnya, untuk membeli seperangkat perhiasan mereka mampu dengan harga luluhan juta, tetapi sementara jika dimintai sumbangan untuk pembangunan masjid, untuk madrasah, yatim piatu mereka bilang tidak punya uang.

 Biaya untuk pencalonan sebagai kepala daerah, sebagai wakil rakyat, mengeluarkan uang ratusan juta bahkan milyaran merasa biasa dan tidak merasa "eman-eman", tetapi jika diminta sumbangan untuk yatim piatu mereka sangat berhemat dengan berbagai alasan. 

Baru saja membeli mobil mewah, tetapi jika dimintai sumbangan untuk pembangunan masjid ataupun musholla meraka bilang tidak punya uang, bahkan dengan bangga pamer barus aja membeli mobil mewah. Mentalitas yang seperti itulah yang menyebabkan harta dan anak itu akan menjadi fitnah di kemudian hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun