Tidak ada yang pernah mempersoalkan  investasi negara sekutu Israel di Indonesia, tidak pernah ada yang ribut dengan hadirnya perusahaan Israel di Indonesia, tidak pernah juga ada yang keberatan jika ada hubungan dagang dengan Israel. Kegaduhan dan keberatan selalu terjadi  jika ada personil ataupun organisasi yang berkunjung atau bertemu dengan Israel. Buktinya kegaduhan lebih besar terhadap pertemuan kelima tokoh muda NU yang bertemu  Presiden Israel Isaac Herzog dari pada merespon berbagai investasi dan perdagangan Israel di Indonesia. Ini menandakan sikap ambiguitas terhadap Isrel yang lebih suka ramai terhadap hal hal yang tidak pokok namun diam seribu bahasa terhadap yang sangat pokok atau substansi. Dalam pepatah jawa disebut "rame ing gawe, sepi ing pamrih" yang artinya lebih suka mempermasalahkan hal hal yang kurang substansi dan lupa kepada masalah masalah yang pokok atau utama yang berkaitan dengan anti atau memusuhi Israel.  Pertemuan lima tokoh NU dengan Presiden Israel  bukan sesuatu yang pokok atau substansi, apa lagi disikapi dengan mencibir, mencaci maki atau marah marah. Tidak mungkin dan bisa dikatakan mustahil kelima tokoh NU itu melakukan pengkhianatan kepada bangsa nya sendiri apa lagi ingin menyakiti warga Palestina.  Sebutan pengkhianatan kepada bangsa dan menyakiti warga Palestina  layak diberikan jika masih ada hubungan dagang dengan  israel, masih menerima investasi dari Israel maupun dari negara sekutu Israel dan mengimpor barang dari Israel  serta mempergunakan produk makanan, kosmetik dan mesin dari Israel. Mungkinkah bangsa Indonesia berhenti dari semua itu? Wallahu 'alam .
M. Saekan Muchith, Dosen Pascasarjana (S2) FITK UN Walisongo Semarang, Pemerhati Pendidikan & Sosial Politik Keagamaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H