Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyikapi Pertemuan Anak MUda NU dengan Presiden Israel

30 Juli 2024   06:07 Diperbarui: 30 Juli 2024   06:07 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Bagaimana dengan Israel? Apakah sudah pantas dikatakan sebagai negara yang dholim sehingga layak diperangi? Bagaimana sikap kita sebagai bangsa Indonesia menghadapi perilaku Israel jika dikategorikan sebagai negara yang benar benar melakukan kedholiman kepada warga Palestina? Harus dilakukan dengan cara menutup diri rapat rapat (pemboikotan) dengan Israel atau dilakukan dengan perjanjian, bekerjasama hubungan bilateral dan atau hubungan perdagangan?

Seluruh bangsa Indonesia menghendaki sikap tegas menolak  total terhadap Israel. Sampai tahun 2024, Indonesia  tidak memiliki hubungan diplomasi dengan Israel. Hal ini menunjukan sikap politik Indonesia tetap menolak agresi Israel dan mendukung penuh kemerdekaan Palestina melalui forum diplomasi di tingkat internasional dan PBB. Masyarakat Indonesia tidak tinggal diam, berbagai elemen masyarakat dan ormas rajin melakukan aksi bela Palestina. Seruan boikot produk Israel juga digaungkan sehingga ada yang menilai seruan boikot benar benar berpengaruh terhadap eksistensi Israel secara ekonomi maupun  politik.

Saking bencinya dan semangatnya menolak Israel, siapapun yang berkomunikasi dengan Israel pasti dihujat, dicaci maki bahkan dianggap sebagai pengkhianat bangsa. Pada tahun 1994 KH. Abdurrahman Wahid (Gu Dur) diundang oleh Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin untuk menyaksikan perjanjian damai antara Israel dengan Yordania.  Sebelum menjadi Ketua Umum PBNU, Gus Yahya juga pernah datang ke Israel ketemu Perdana Menteri Israel. Hujatan dan cacimakianpun juga dialami oleh Gus Dus dan Gus Yahya pada waktu itu . Kelima anak muda NU sekarang juga mengalami hal yang sama bahkan lebih tajam.  

Indikasi mendukung atau menolak Israel lebih banyak dilihat dari sikap yang bersifat formal dan langsung. Artinya seseorang atau kelompok dianggap pro atau anti Israel jika melakukan atau tidak melakukan kerjasama, ketemu atau tidak ketemu dengan elit politik Israel, berkunjung ke Israel atau tidak. Mengetahui negara itu pro atau anti Israel cukup mudah. Apakah memiliki hubungan diplomatik dengan Israel atau tidak. Memberi bantuan kepada Israel atau tidak, menyatakan menolak melalui pidato di forum forum internasional atau tidak.

Gus Dur saat menjadi  Presiden RI ke 4 berencana membuka hubungan diplomatik dengan Israel, alasanya  kalau ingin membantu mempercepat kemerdekaan Palestina harus membuka hubungan diplomatik dengan Israel bukan malah menutup diri atau memusuhi Israel. Jika memiliki hubungan diplomatik maka Indonesia bisa secara terus menerus bertemu dan berdiskusi untuk mewujudkan perdamaian dan kemerdekaan Palestina. Namun rencana Gus Dur ditentang mentah mentah dari berbagai kalangan, akhirnya sampai Gus Dur lengser rencana tersebut belum bisa diwujudkan.

Gus Dur mengajarkan  berfikir realistis dan proporsional. Mengapa? Bangsa Indonesia dan juga bangsa lain di dunia tidak mungkin bisa memusuhi Israel secara total yang menyangkut politik, sosial budaya dan ekonomi. Kalaupun memusuhi atau anti Israel itu hanya dalam tataran formal seremonial  saja yaitu dengan cara tidak membuka hubungan diplomasi politik dan pernyataan menolak di berbagai forum internasional. Namun dalam hal tertentu masih tetap memberikan dukungan dalam bentuk lain  yang menguntungkan Israel secara budaya maupun ekonomi. Bisa dilihat dari beberapa fakta sebagai berikut;

Pertama, Meskipun Indonesia tidak memiliki hubungan dilomatik dengan Israel namun hubungan dagang masih terus berjalan. Kementerian perdagangan mencatat selama tahun 2023 nilai perdagangan Indonesia dengan Israel mencapai 187,7 juta USD.  (BeritaSatu, 11/5/2024).

Kedua, Data Pusat Statistik (BPS) menunjukan bahwa impor Indonesia dari Israel masih terus berjalan ditengah tengah sorotan tajam terkait dengan serangan membabi buta kepada warga Palestina. Selama kurun waktu  januari sampai oktober 2023 nilai impor mencapai 16. 925.950 USD. Barang yang paling banyak diimpor diantaranya mesin dan pesawat mekanik, perkakas, perangkat potong serta mesin dan peralatan listrik. (CNBC Indonesia, 16 /11/2023).

Ketiga, Indonesia memang tidak memiliki hubungan diplomati dengan Israel, namun Indonesia tetap memiliki hubungan diplomatik dan hubungan dagang dengan negara yang bersekutu dengan Israel yaitu Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Perancis dan Australia.  Nilai investasi negara sekutu Israel di Indonesia cukup besar. Sampai tahun 2021, nilai investasi Amerika serikat di Indonesia mencapai 2.5 milliar USD (Databoks, 18/5/2022). Nilai investasi Inggris di Indonesia sampai tahun 2022 mencapai 507 juta USD (Databoks, 10/1/2023). Nilai investasi Jerman di Indonesia periode 2015-2021 mencapai 1 milliar USD dan sekitar 250 perusahaan Jerman beroperasi di Indonesia (Siaran Pers Kemenko perekonomian 6/10/2023). Sejak tahun1950 Indonesia sudah menjalin kerjasam dengan Perancis (Kemenlu RI). Nilai Investasi Perancis di Indonesia sampai tahun 2016 mencapai 109 juta USD (Databoks, 30/3/2017). Nilai investasi Australia kurun waktu 2019-2014 mencapai 1,96 miliar USD (Kementerian Investasi/BKPM, 13 Mei 2024).

Keempat, Memang Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, namun setidaknay ada 2 perusahaan yang beroperasi di Indoensia dna itu menajdi mesin pencetak keuntunagn material bagi Israel. Dua perusahaan itu pertama, waze yaitu   layanan peta digital yang menggunakan data real-time dari para penggunanya. Sebelum diakuisisi Google pada 2013, Waze adalah perusahaan yang didirikan pada 2008 di Israel oleh pengusaha asal Tel Aviv, Uri Levine; Ehud Shabtai; dan Amir Shunar. Kedua, Teva Pharmaceuticals Industries adalah perusahaan multinasional berbasis di Petah Tikva, Israel yang memproduksi berbagai produk farmasi. Hingga saat ini Teva merupakan produsen obat generik terbesar di dunia. (CNBC, 30/10/2023)

Keempat fakta tersebut jelas jelas mendatangkan keuntungan sangat besar bagi Israel baik secara ekonomi maupun politik yang menjadikan Isarel semakin kuat dan eksis tidak hanya dinegaranya sendiri tetapi juga di berbagai negara dibelahan dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun