Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menghilangkan Sekolah Favorit Tidak dengan PPDB Zonasi

26 Juni 2019   15:25 Diperbarui: 27 Juni 2019   20:54 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Murid antre mengambil formulir pemeriksaan kesehatan sebagai salah satu syarat pendaftaran siswa baru di SMK Negeri 2 Salatiga, Kota Salatiga, Jawa Tengah, Senin (17/6/2019). | KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB) tahun 2019 masih menjadi polemik seperti PPDB tahun sebelumnya. Sumber polemik disebabkan oleh penerapan sistem domisili (Zonasi). 

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41 tahun 2018 yang dijadikan landasan PPDB tahun 2019 disebutkan bahwa penerimaan peserta didik satuan pendidikan ditentukan oleh jarak antara rumah tinggal calon peserta didik dengan sekolah. 

Semakin dekat jarak tempat tinggal maka semakin besar peluang diterima, sebaliknya semakin jauh jarak tempat tinggal dengan sekolah pilihan maka semakin jauh harapan bisa diterima. Besarnya nilai hasil ujian nasional ( NEM) tidak bisa mempengaruhi " nasib" untuk bisa diterima di sekolah sesuai pilihan.

Dalam sebuah kesempatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud) Muhadjir Efendi menjelaskan bahwa salah satu tujuan diberlakukanya PPDB dengan sistem Zonasi adalah untuk menghilangkan sebutan ( predikat) sekolah favorit. Dengan adanya sekolah favorit akan muncul kesan diskriminatif karena hanya orang orang tertentu yang bisa mendapat pelayanan disekolah yang dianggap favorit.

"Predikat sekolah favorit merupakan sebutan yang bersifat kultural dari masyarakat setelah meyakini sekolah tertentu mampu melahirkan lulusan sesuai harapan."

Sekolah Favorit
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI), Favorit adalah sesuatu yang di harapkan untuk menjadi yang terbaik (Juara). Setiap yang di anggap favorit pasti dibanggakan. Kebanggaan bisa muncul karena ada aspek atau unsur yang dianggap memiliki kelebihan dibanding lainya.

Sekolah Favorit berarti sekolah yang dibanggakan masyarakat karena di yakini mampu menjadikan peserta didik menjadi yang terbaik (juara) setelah lulus. Setidaknya mampu memiliki potensi menjadi yang terbaik di kemudian hari. 

Munculnya persepsi atau keyakinan terhadap sekolah favorit karena sekolah tersebut memiliki kelebihan dibanding sekolah lainya seperti kelengkapan sarana pendidikan dan sistem pembelajaran serta bentuk kerjasama antara sekolah dengan masyarakat (orang tua siswa). Artinya predikat sekolah favorit merupakan sebutan yang bersifat kultural dari masyarakat setelah meyakini sekolah tertentu mampu melahirkan lulusan sesuai harapan. 

Predikat sekolah favorit bisa disetarakan seperti halnya sebutan Kiai atau Ulama yang di tujukan kepada seseorang yang diyakini memiliki kelebihan (unggulan) dalam bidang keagamaan Islam. 

Seseorang yang disebut Kiai atau Ulama tidak perlu terlebih dahulu mendapatkan sertifikat atau bukti formal administrasi lainya. Begitu juga dengan sekolah favorit, pemerintah tidak pernah menerbitkan sertifikat atau bukti formal administrasi kepada sekolah tertentu.

Sekolah favorit dapat dikatakan akumulasi atau kristalisasi kebanggaan masyarakat terhadap kualitas yang dimiliki sekolah tertentu yang berimplikasi kesediaan atau kerelaan (keikhlasan) untuk memberikan sumbangan biaya operasional dan juga investasi pendidikan. 

Sudah menjadi rahasia umum jika seseorang sudah memiliki kebanggaan dan kepercayaan kepada sekolah maka mereka rela mengeluarkan biaya demi sukseanya pendidikan bagi putra putrinya. 

Semakin banyak predikat sekolah favorit, akan semakin banyak masyarakat yang secara suka rela memberikan sumbangan untuk mewujudkan kualitas pendidikan dengan catatan dilakukan secara transparan dengan tetap ada pengawasan dari instansi yang berwenang.

Menjadi salah besar jika justru pemerintah ingin menghilangkan atau menghapus sekolah favorit. Mengapa demikian? Karena bertentangan dengan naluri alamiah masyarakat. 

Sekolah favorit murni hasil persepsi dan pengakuan secara alamiah (kultural) masyarakat atas kualitas atau keunggulan terhadap sekolah. Artinya keinginan memaksa untuk menghilangkan predikat sekolah favorit sama dengan memaksa persepsi manusia yang nota benenya bagian dari hak asasi manusia.

Apa yang perlu dilakukan? 
Menghilangkan predikat sekolah favorit tidak bisa dilakukan melalui regulasi atau kebijakan pemerintah seperti dengan PPDB sistem Zonasi yang dapat dikatakan "memaksa" masyarakat untuk masuk sekolah tertentu walaupun itu bukan dari keinginannya. 

Dalam perspektif ilmu psikologi, setiap orang yang melakukan suatu di awali dengan ketidak cocokan atau ketidak senangan maka tidak akan memiliki semangat untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Motivasi akan mudah muncul jika pelaku benar benar merasa senang dan cocok dengan yang dikerjakan. 

Belajar di sekolah yang tidak sesuai harapan atau keinginan anak dan juga orang tua justru hanya akan merusak atau menghambat motivasi pengembangan potensi yang dimiliki oleh peserta didik maupun orang tua peserta didik. 

Untuk menghilangkan predikat sekolah favorit tidak dilakukan dengan "memaksa" masyarakat untuk masuk sekolah berdasarkan zonasi. Kebijakan yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah langkah langkah sebagai berikut:

Pertama, dengan cara "memaksa" aparat sekolah (kepala sekolah, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan) untuk melakukan kinerja yang tinggi dengan menentukan standar kinerja tertentu. 

Kedua, pemerintah dan pemerintah daerah harus memiliki kebijakan yang cepat dan tepat untuk memenuhi dan melengkapi sarana pendidikan dan sarana pembelajaran semua sekolah negeri. Jangan sampai ada sekolah negeri yang minim sarana pendidikan dan pembelajaran. 

Ketiga, yang tidak kalah pentingnya adalah tentang kesejahteraan bagi para guru khususnya guru honorer atau Guru Tidak Tetap (GTT). Jangan sampai dalam hal kesejahteraan ada jurang pemisah yang sangat dalam antara guru yang berstatus negeri dengan honorer atau GTT, karena realitasnya mereka memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama dengan guru yang berstatus negeri.

Bisa dibayangkan, jika sekolah negeri di semua wilayah memiliki standar pelayanan dan sarana yang merata maka secara alamiah, masyarakat secara evolutif memiliki persepsi tentang mutu dan kebanggaan terhadap semua sekolah. Dengan sendirinya predikat sekolah favorit akan merata disemua wilayah Indonesia.

Ditulis oleh Dr. M. Saekan Muchith, S.Ag, M.Pd (Dosen Pascasarjana IAIN Kudus)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun