Karena tidak ada regulasi yang mengatur secara jelas maka KPU yang memiliki otoritas penuh dalam hal penyelenggara pemilu berihtiyar untuk mengatur secara detail dan tehnis khusus kepada tiga macam terpidana yaitu terpidana Bandar narkoba, kejahatan seksual kepada anak dan korupsi.
Mengapa di atur secara khusus? Jawabnya mudah, karena tiga perbuatan tindak pidana tersebut, masuk kategori kejahatan tindak pidana luar biasa (extraordinary Crime) yaitu suatu jenis kejahatan atau tindak pidana yang memiliki dampak negatif yang sangat  luas bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Berdasarakan Perppu No 1 tahun 2016 terdapat beberapa tindak pidana yang dinyatakan sebagai kejahatan luar biasa yaitu tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan psikotropika serta tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak.
Menjadi sangat wajar dan sudah seharusnya, suatu kejahatan yang luar biasa harus diikuti dengan sikap atau komitmen yang luar biasa yang sudah ditunjukan oleh KPU dengan mengeluarkan peraturan yang melarang mantan terpidana yang masuk kategori kejahatan luar biasa ikut andil dalam kompetisi sebagai calon pejabat publik yang nantinya akan menjadi contoh (uswah) bagi seluruh bangsa Indonesia.
Jika ada sebagian masyarakat yang menganggap salah atau tidak puas dengan PKPU, bukan menyalahkan atau tidak puas terhadap larangan terpidana korupsi menjadi calon anggota legislatif. Justru yang kurang dan perlu ditambah atau disempurnakan adalah dalam PKPU harus  mengatur atau memasukkan terpidana terorisme kedalam PKPU tersebut karena  terpidana terorisme termasuk kreteria kejahatan luar biasa yang sama dengan korupsi, bandar narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak.Â
Makna yang dapat diambil dari PKPU tersebut adalah semua elemen termasuk para hakim agung di Mahkamah Agung (MA) harus memiliki semangat dan komitmen yang sama dengan komisioner KPU untuk melarang para terpidana kejahatan luar biasa (bandar narkoba, kejahatan seksual kepada anak dan korupsi) agar tidak bisa menjadi calon legislatif agar proses pemilu benar benar bisa melahirkan para pemimpin publik yang berintegritas atau memiliki  moralitas yang dapat dihandalkan.
 Elemen bangsa Indonesia tidak perlu lagi mempersoalkan PKPU apa lagi berniat menggugat ke MA, justru yang perlu dilakukan adalah memberikan usul untuk menambah klausul yaitu terpidana terorisme juga harus dilarang untuk ikut kompetisi sebagai calon anggota DPR, DPRD propinsi dan DPRP Kabupaten/Kota. Mari kita tunggu, semoga Hakim Agung di MA memiliki komitmen yang sama dengan KPU sehingga PKPU nomor 20 tahun 2018 benar benar bisa dilaksanakan dalam pemilu legeslatif tahun 2019.
Dr. M. Saekan Muchith, M.Pd, Mantan Wakil Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Kudus dan Mantan Sekretarsi Tim Seleksi anggota KPU Kabupaten Kudus tahun 2008, Peneliti di Tasamuh Indonesia Mengabdi (Time) Jawa Tengah, Dosen IAIN Kudus Jawa Tengah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H