Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memaknai PKPU Nomor 20 tahun 2018

7 Juli 2018   15:03 Diperbarui: 7 Juli 2018   15:08 3080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota resmi diberlakukan untuk pemilu legislatif tahun 2019. 

Ada yang menarik untuk dimaknai dari regulasi itu khususnya tentang syarat calon anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang tertera dalam  pasal 7 (tujuh) nomor 1 (satu) huruf h bahwa salah satu syarat sebagai calon anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten /Kota bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak atau korupsi. 

Seperti biasa, setiap ada kebijakan baru pasti memunculkan pro dan kontra dari masyarakat (publik). Kebijakan KPU yang tergolong paling kontroversial dan mendapat banyak sorotan dan penolakan sampai sekarang adalah PKPU nomor 20 tahun 2018. Prosesnyapun sangat alot, banyak pihak yang menduga akan ada  ganjalan dari berbagai pihak. 

Pada saat hari pertama diundangkan, Ketua KPU Arif Budiman menyatakan jika ada pihak pihak yang tidak menerima PKPU ini dipersilahkan mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA), KPU siap memebrikan argumentasi secara detail di forum persidangan uji material. Pernyataan itu menggambarkan bahwa PKPU tersebut ada potensi besar untuk digugat melalui jalur hukum.

Pertanyaan yang perlu  diajukan, apa yang salah dari PKPU tersebut?  Apakah pantas kita mempersoalkan regulasi yang memiliki semangat mulia yaitu ingin menghasilkan para wakil rakyat atau para pemimpin bangsa yang bersih dari kejahatan korupsi dan kejahatan lain yang berdampak luas bagi moralitas bangsa Indonesia?.

Rasionalisasi

PKPU nomor 20 tahun 2018 memiliki rasionalisasi sangat kuat, setidaknya jika dilihat dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang otoritas atau kewenangan institusi dan sudut pandang substansi materi regulasi.

Pertama, dari sudut pandang otoritas instutusi. PKPU dibuat oleh lembaga yang memiliki kewenangan mutlaq dalam pelaksanaan semua tahapan pemilihan umum (pemilu). Dalam Undang Undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu  pasal 13 tentang kewenangan KPU dijelaskan bahwa KPU memiliki sekian banyak kewenangan diantaraanya kewenangan untuk menetapkan peraturan untuk setiap tahapan pemilu. 

Proses pencalonan calon anggota legeslatif bagian dari tahapan pemilu yang harus diatur oleh KPU sebagai lembaga independen yang diberi mandat untuk menyelenggarakan pemilu yang  langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luberjurdil). Sangat tepat dan sangat rasional, suatu peraturan tentang tahapan pemilu dan dibuat atau dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki tugas utama sebagai penyelenggara pemilu. Jika KPU tidak diperbolehkan menyusun tahapan atau tehnis pemilu, lalu siapa yang akan membuatnya?. Itulah pertanyaan yang layak diajukan kemudian.

Kedua, dari sudut pandang Substansi regulasi. Memang sebagian ada yang menyatakan, bahwa PKPU tersebut bertentangan dengan perundang undanag diatasnya yaitu undang undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dimana letak pertentangannya? Undang Undang nomor 7 tahun 2017, pasal 182 tentang syarat calon peserta pemilu perseorangan  secara tekstual membolehkan mantan terpidana yang ancaman pidananya 5 (lima) tahun atau lebih  untuk  maju sebagai calon legislatif dengan syarat sanggup mengemukakan secara jujur ke publik bahwa dirinya sebagai mantan terpidana. 

Yang dimaksud mantan terpidana dalam pasal tersebut berlaku semua jenis tindak pidana apapun asalkan perbuatannya diancam dengan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Seluruh pasal dalam undang undang nomor 7 tahun 2017 tidak ada yang mengatur atau membolehkan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak dan korupsi untuk maju sebagcalon legeslatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun