Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengemis Berdasi dan Pengemis Jalanan

27 Mei 2018   21:12 Diperbarui: 27 Mei 2018   21:36 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengemis berdasi? Ya pengemis berdasi. Istilah ini belum banyak di dengar dan dikenal di masyarakat. Yang sering dikenal dan didengar adalah kejahatan berdasi atau kejahatan kerah putih yaitu suatu tindak kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki posisi melindungi dan mengayomi kejahatan tersebut. Jadi kejahatan berdasi atau kerah putih itu dilakukan oleh oknum yang memiliki posisi dengan tugas pokok melindungi, membina dan mengayoni justru malah melakukan kejahatan atau penipuan.

Misalnya seorang oknum penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum dan keadilan malah menjual belikan hukum dan keadilan. Oknum pelayanan kesehatan yang seharusnya melakukan pelayanan untuk memperlancar masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan justru malah melakukan penipuan dan juga menghambat masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

Seorang oknum pemimpin yang seharusnya menyalurkan bantuan kepada masyarakat justru malah mengambil atau mengkorupsi bantuan rakyatnya. Itulah kira kira contoh kejahatan kerah putih atau kejahatan berdasi.

 Lalu apa dengan istilah pengemis berdasi? Secara substansi istilah berdasi memiliki makna yang sama dengan kejahatan berdasi. Secara sosial atau kultural pengemis setidaknya di bagi dalam dua macam yaitu pengemis jalanan dan pengemis berdasi.

Pengemis jalanan biasanya diperlihatkan dengan profil seseorang yang berpenampilan kusut, lusuh, wajah memelas ( kasihan), terlihat kurang sehat, berpakaian compang camping membawa tas atau plastik yang juga kotor. Pengemis jalanan sering kali kita lihat di sudut sudut kota pusat keramaian, di perempatan lampu merah dan juga kadang kadang datang ke rumah rumah (door to door) meminta uang atau lainnya dengan suara merintih rintih seakan akan mereka tidak kuat berbicara lantaran kemiskinannya.

Banyak orang merasa iba atas penamlilan tersebut kemudian banyak juga yang memberi atas perasaan iba. Kadang kala memberi juga dilandasi oleh panggilan atau keyakinan keagamaan yaitu memberi atau shodaqah adalah bisa mendatangkan pahala yang berlipat besok di akherat.

Pengemis kadang kala bahkan mayoritas dengan membawa anak kecil bahkan bayi ( usia di bawah 1 tahun) dan juga membawa orang yang cacat penglihatan (buta) untuk meminta kepada siapun yang ada di dekatnya. Dengan cara seperti itu orang lain atau siapapun yang melihat merasa lebih kasihan sehingga semakin banyak yang memberi uang.

 Seiring dengan perkembangan waktu, banyak informasi yang beredar tentang sikap dan perilaku pengemis jalanan. Bahwa apa yang dikerjakan atau di tampilan dengan penampilan seperti dipaparkan di atas termasuk membawa atau menggendong anak kecil dan orang buta masalah trik atau cara licik untuk menarik rasa iba orang lain sehingga mereka memberi banyak kepada pengemis tersebut.

Kenyataannya mereka para pengemis sebenarnya tidak seperti yang dilakukan. Mereka tidak semiskin apa yang ditampilkan, mereka tidak sesedih seperti yang ditampilkan, bahkan anak kecil yang digendong tidak anaknya sendiri tetapi anak sewaan dari sesama pengemis yang dimaksudkan untuk meningkatkan penghasilan para pengemis.

 Begitu jahatnya para pengemis jalanan dalam melakukan aktivitasnya. Melakukan praktik meminta minta ( mengemis) itu sendiri adalah perbuatan atau perilaku yang jelek, apa lagi jiia di lakukan dengan cara cara licik dan sengaja menipu maka pengemis itu memiliki dua kesalahan sekaligus.

 Apa yang dipaparkan tersebut di atas adalah sosok pengemis realitas yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Para pengemis jalanan itu adalah sebagian kecil masyarakat yang mereka secara formal di birokrasi tidak memiliki posisi atau kewenangan apa apa. Mereka hanya sebagai rakyat biasa yang tidak memiliki posisi atau kewenangan untuk mengatur, membimbing dan membina masyarakat.

Apa dan Siapa Pengemis Berdasi?

Pengemis berdasi adalah pengemis yang dilakukan oleh oknum oknum yang secara birokrasi memiliki posisi strategis untuk melayani. Secara politik memiliki kewajiban untuk membantu dan mengayomi masyarakat. Secara formal memiliki posisi atau strata atau kasta yang tinggi ( elit ) dibanding dengan kelompok kelompok lainnya di masyarakat. Secara sosial mereka seharusnya memiliki sikap, perilaku yang baik dan dapat dijadikan contoh bagi masyarakat dalam bertindak dan dalam menyelesailan persoalan kehidupan sosial.

Terdapat persamaan antara pengemis jalanan dan pengemis berdasi yaitu sama sama meminta uang atau bentuk laonnya yang secara formal dan sosial tidak menjadi haknya. Dalam islam mengajarkan manusia diperbolehkan meminta apa yang menjadi haknya. Misalnya fakir miskin yang benar benar fakir miskin memiliki hak atas harta yang dimiliki orang kaya. Sehingga orang yang fakir miskin wajar jika meminta kepada orang yang lebih kaya.

Pengemis jalanan dan pengemis berdasi sama sama meminta minta kepada orang lain dengan cara cara yang licik dan tidak manusiawi. Perbedaannya pengemis jalanan ketika meminta tidak memiliki standar atau patokan tertentu sehingga memberi berapapun akan diterima. Pengemis berdasi ketika meminta memiliki standar atau payplan tertentu sehingga memberi kapada pengemis berdasi harus sesuai standar yang ditentukan.

Pengemis jalanan semuanya adalah oknum oknum yang tidak memiliki posisi birokrasi dan politik sehingga seluruh pengemis jalanan tidak memiliki bergaining sosial politik apapun. Orang lain yang ridak memberi uang atau materi apapun tidak memiliki resiko sosial politik apapun.

Pengemis berdasi adalah oknum oknum yang secara sosial politik memiliki posisi kuat di jajaran birokrasi sehingga semua oknum pengemis berdasi memiliki bergaining kuat untuk menentukan nasib orang lain minimal nasib yang dimintai uang atau materi lainnya. Sudahasti jika yang diminta uang kok tidak memberi kepada pengemis berdasi secara otomatis nasibnya akan terganggu atau bernasib sial secara sosial dan birokrasi.

Oknum pengemis berdasi berkeliaran di mana saja, kapan saja dan dalam bentuk apa saja. Setiap melakukan proses urusan selalu dibayang bayangin oleh pungutan dari oknum tertentu dengan alasan atau dalih yang di cari cari. Seakan akan sikap dan perilaku pengemis berdasi sudah menjadi tradisi yang dan wajar bahian di benarkan. Sehingga apapun urusan hatus ada pungutan atau potongan atau sebutan lain seperti uang mahar, uang administrasi, uang diam, uang terima kasih, uang cetak, uang beli kertas, bahkan ,menggunakan istilah agama seperti shodaqah, infak dan lain lain.

 Pengemis berdasi bisa terjadi di dalam dunia pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa praktik potongan atau pungutan yang tidak seharusnya dilakukan. Potongan itu di kemas dengan istilah yang sesuai dengan nilai nilai edukatif, misalnya sebenarnya melakukan tarikan uang gedung tetapi di kemas dengan istilah uang infaq.

Infaq adalah penyaluran sesuatu atau dana yang tidak ada unsur paksaan dan tidak memiliki resika apapun, sehingga jika ada orang yang tidak memberi infaq seharusnya tidak memperoleh konsekuensi apapun. Tetapi infaq di sekolah yang sebenarnya tarikan uang gedung jika ada oknum orang tua tidak memberi infaq, akan menerima konsekuensi atau resiko baik langsung maupun tidak langsung.

Pengemis berdasi juga berkeliaran di jajaran birokrasi pemerintah. Sektor yang dihuni oleh Aparatur Sipil Negara atau biasa disebut Pegawai Negeri Sipil ( PNS) yang memiliki jargon melayani justru telah banyak melakukan praktik praktik pengemis berdasi.

Sudah menjadi rahasia umum ( diketahui banyak orang) bahwa di jajaran birokrasi telah banyak praktik meminta minta yang dilakukan oleh uknum yang secara posisi tidak pantas menerima sumbangan dari manapun. Permintaan sejumlah uang atau materi lain sering di kemas dengan berbagai istilah seperti uang tasyakuran, uang administrasi, bahkan dengan tegas tegas meminta sejumlah uang sebagai imbalan jasa yang telah diberikan. 

Padahal apa yang di lakukan bukan bayian dari jasa tetapi sudah konsekuensi logis dari tugas dan tanggung jawabnya sebagai aparatur sipil negara. Misalnya, sebagai pengawas sekolah atau pejabat di kementerian yang memiliki tugas membina dan menandatangani dokumen para guru saat menjelang pencairan sertifikasi. Tanda tangan berkas atau dokumen berkas sertifikasi meripalan konsekuensi dari tugas dan tanggung jawabnya agar para guru bisa menikmati tunjangan sertifikasi profesinya.

Pada saat tunjangan sertifikasi profesi guru cair, maka akhirnya oknum pejabat yang ikut berperan atau andil tanda tangan dalam dokumen tersebut merasa berjasa atas keluarnya tunjangannpeofesi guru. Ini meripakan praktik nyata pengemis berdasi karena mereka pada hakekatnya adalah pengemis kepada para guru yang memiliki hak untuk menikmati tunjangan profesinya.

Pengemis berdasi juga menjelma pada saat proses penerimaan atau pengangkatan pegawai atau pejabat striktural ataupun fungsional. Banyak oknum pejabat yang memanfaatkan kesempatan atau situasi saat orang lain membutuhkan karir atau jabatan. Ada istilah uang mahar jabatan dan karir, akhirnya ada berbagai tarif yang harus dibayarkan kepada oknum tertentu agar seseorang bisa menjadi pegawai atau bisa menduduki kabatan tertentu.

Tidak tanggung tanggung, konon tarif untuk menduduki jabatan tertentu mencapai rathran juta rupiah. Ini juga bukti nyata adanya pengemis berdasi karena mereka terang terangan meminta sesuatu kepada orang lain dengan alasan atau istilah yang dikemas dengan istilah yang maklum.

Pengemis berdasi juga banyak berkeliaran di dunia peradilan atau penagak hukum. Oknum penegak hukum memiliki kesempatan untuk meminta sesuatu kepada orang orang yang terlibat kasus hukum. Hal ini bisa dilihat dari berbagai kasus operasi tangkap tangan ( OTT) yang dilakukan oleh KPK bahwa semua kasus hasil operasi tangkap tangan adalah berkaitan dengan meminta sesuatu atau sejumlah uang yang biasa disebut tindak pidana suap.

Pengemis berdasi memiliki andil sangat besar dalam melahirlan sikap, mental kepribadian dan perilaku sosial yang berpotensi merisak tatanan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengemis jalanan juga memiliki peran sangat besar dalam melahirkan tusaknya tatanan sistem kehidupan soaial, tetapinpengemis berdasi lebih besar madharatnya dari pada pengemis jalanan.

Meskipun demikian, pengemis jalanan dan pengemis berdasi harus dieliminir dan dihilangkan secara sistematis dan prosedural agar tatanan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara benar benar sesuai harapan yaitu baldatun thoyyibatun watobbum ghofuur. Mari kita hilangkan berbagai bentuk dan perilaku seeprti yang dimiliki pengemis berdasi dan pengemis jalanan, karena sikap dan perilaku itu tidak sesuai dengan nilai nilai ajaran islam. 

Sadarlah para oknum pejabat, hentikan mentalitas sebagai pengemis berdasi, dan segera sadarlah para masyarakat yang bermental miskin yang suka meminta minta di lorong lorong, perempatan lampu merah dan pusat pusat keramaian. Bekerjalah dengan kemampuan dan pengetahuanmu, agar menjadi orang yang terhormat. Hidup dengan hasil karya sendiri lebih mulia dari pada hidup dengan meminta minta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun