Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Surga Dibeli dengan Uang, Bukan dengan Bom!

26 Mei 2018   07:33 Diperbarui: 26 Mei 2018   07:41 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Biaya untuk pencalonan sebagai kepala daerah, sebagai wakil rakyat, mengeluarkan uang ratusan juta bahkan milyaran merasa biasa dan tidak merasa "eman-eman", tetapi jika diminta sumbangan untuk yatim piatu mereka sangat berhemat dengan berbagai alasan. 

Baru saja membeli mobil mewah, tetapi jika dimintai sumbangan untuk pembangunan masjid ataupun musholla meraka bilang tidak punya uang, bahkan dengan bangga pamer barus aja membeli mobil mewah. Mentalitas yang seperti itulah yang menyebabkan harta dan anak itu akan menjadi fitnah di kemudian hari.

 Umat Islam harus memiliki komitmen bahwa aloaksi uang yang dimiliki untuk kepentingan beramal dan shodaqh harus ditingkatykan minimal 5 % dari kekayaan, agar peluang untuk memiliki surga lebih besar. 

Semakin sering manusia mampu membelanjakan uanganya untuk kepentingan praabdi, maka harus diikuti dengan frekuensi untuk mengeluarkan uang untuk shodaqoh dan beramal. Setelah beli baju atau paralatana rumah tangga, maka saat itu juga harus mengeluarkan sebagian uangnya untuk beramal atau shodaqoh, agar apa yang dibelanjakan itu memiliki nilai kemanfaatan yang hakiki.

 Konsekuensi selanjutnya untuk memperoleh tiket surga, setiap manusia harus memiliki komitmen atau kemauan untuk mengalokasikan sebagian besar kekayaannya untuk kepentingan umum atau sosial khususnya sosial keagamaan. 

Setiap umat Islam harus memiliki patokan atau standard tentang penggunaan uang yang dimiliki, semakin banyak uang yang dimiliki maka alokasi untuk beramal atau shodaqoh juga harus ditingkatkan. 

Misalnya, jika tahun ini, penghasilannya setiap bulan mencapai 1 juta, sedangkan shodaqohnya hanya berkisar 10 ribu rupiah, maka jika tahun depan penghasilnya meningkat 2 juta, maka secara otomatis dana untuk beramal atau shodaqoh harus naik minimal 20 ribu rupiah. Selanjutnya jika tahun berikutnya, mengalami kenaikan menjadi 5 juta rupiah, maka dana untuk beramal harus minila 50 ribu rupiah.

Dengan kata lain, uang bisa untuk membeli surga, jika umat Islam memiliki komitmen untuk selalu mengeluarkan shodaqah atau beramal lebih banyak dan selalu ditingkatkan setiap saat. Semakin banyak rizki yang dimiliki harus diikuti dengan semakin banyaknya kuantitas shodaqah atau beramalnya. 

Itulah yang uang akan bisa dijaidkan alat untuk membeli surga. Ternyata surga tidak bisa dibeli dengan Bom tetapi hanya dengan kemampuan memanfaatkan uang secara tepat dan benar sesuai syariat Islam yang nantinya bisa ditukar dengan tiket masuk surga. 

Dr. M. Saekan Muchith, S.Ag, M.Pd Dosen IAIN Kudus, Peneliti Tasamuh Indonesia Mengabdi (Time) Jawa Tengah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun