Publik Korea Selatan dikabarkan mendadak mengenal kata "pelakor" yang sudah menjadi istilah tren di Indonesia. Kata "pelakor" merupakan anonim dari kalimat perebut laki orang atau julukan bagi wanita yang menjalin hubungan asmara dengan suami orang.
Asal muasal publik Korea Selatan mengenal istilah pelakor tak lain adalah dari drama seri berjudul "The World of Married" yang diproduksi di negara Gingseng itu.
Kata pelakor, disematkan oleh para warganet Indonesia di kolom komentar Instagram artis Korea Selatan bernama Han Soo Hee. Tidak satu warganet saja yang menghujat Han Soo Hee sebagai pelakor, namun banyak akun yang menurut sepengamatan penulis adalah para "emak-emak" dan kaum hawa.
Han Soo Hee terpaksa "dilabeli" sebagai pelakor di kolom komentar akun Intsagramnya lantaran memerankan sosok Da Kyung dalam drama seri itu.Â
Ya, Da Kyung dalam drama "The World of Married" diceritakan sebagai wanita muda cantik yang menjalin hubungan dengan Lee Tae Oh yang sudah beristri Ji Sun Woo. Hingga dalam drama itu dikisahkan Lee Tae Oh sampai harus menceraikan istrinya.
Sontak saja, kisah semacam ini langsung meradang di hati para "emak-emak" dan kaum hawa yang berada di garda terdepan menolak aksi pelakor. Belum lagi, akting Han Soo Hee yang terbilang cukup cemerlang dalam film itu, menambah geram para kelompok garis keras anti pelakor tersebut.Â
Alhasil, Han Soo Hee menjadi sasaran "kemarahan" para warganet yang anti pelakor. Meski Han Soo Hee sendiri sebenarnya masih lajang dan jauh dari kisa merebut suami orang di kehidupan nyata.
Bahkan ketika anda mencoba mengetik kata "Da Kyung" di mesin pencati Google, maka otomatis yang keluar atau direkomendasikan adalah pencarian "Da Kyung Pelakor". Artinya, banyak warganet yang penasaran dan mencari artikel atau hal apapun yang menarik dari sosok pelakor di drama seri itu.
Bahkan, drama seri yang dijadwalkan tayang 16 episode itu menjadi buah bibir di kalangan masyarakat terutama pecinta Drama Korea (Drakor). Saking terlalu terkenalnya sampai-sampai banyak media sosial membahas "The World of Married".
Kondisi inilah mungkin yang menyebabkan salah satu televisi swasta lokal hendak menayangkan drama seri atau sebut saja Drakor yang sedang fenomenal itu.
Lantas pertanyaanya, apakah drakor ini layak menjadi tontonan khalayak umum di Indonesia? Mengingat banyak kontroversi, pemikiran dan beberapa adegan yang menurut penulis perlu menjadi kajian bersama.
Sekilas tentang The World of Married
Bagi penulis "The World of Married" bukan saja sekadar drama biasa ala Korea Selatan yang selalu mengundang air mata di setiap emosinya. Bahkan, untuk menontonnya anda harus menyiapkan mental yang kuat karena benar-benar drama seri ini sangat menjengkelkan.
Lebih lagi, drama ini tidak saja diulas dari satu pihak, melainkan dari beberapa sudut pandang dan disajikan dengan sangat detil bagian-bagiannya pada tiap episode.
Pada dasarnya kisah "The World of Married" sama dengan kisah film perselingkuhan lainnya. Intinya, ya begitulah, kisah kehidupan rumah tangga yang pecah akibat datangnya orang ketiga.Â
Namun, "The World of Married" mengelaborasi kisah itu hingga hal yang paling detil sehingga mampu membawa penonton tergerus emosi dengan banyak plot adegan di dalamnya.
Berbeda dengan film yang mengangkat tema serupa seperti  di India ada "Kabhi Alvida Naa Kehna" yang diperankan Shah Rukh Khan dan Rani Mukherjee atau film Hollywood "Unfaithftul" yang diperankan Richard Gere dan Julianne Moore, bahkan "The Boy Next Door" yang diperankan oleh Jennifer Lopez tidak selengkap "The World of Married".
Jika di "Unfaithful" perselingkuhan hanya digambarkan untuk kepuasaan seksual dan cinta sesaat saja, atau di "Kabhi Alvida Naa Kehna", perselingkuhan terjadi karena ketidaknyamanan dalam rumah tangga hingga jatuh cinta dengan orang lain, maka "The World of Married" mencoba untuk mencakup semua kawasan itu dalam satu kisah drama yang begitu memeras emosi.
Bisa jadi, karena memang serial drama dengan banyak episode atau juga karena penulis skenarionya ingin dengan detil menampilkan drama perselingkuhan yang lengkap dengan berbagai permasalahannya, mulai selingkuhan yang hamil, masalah ekonomi, hingga pertarungan hati antara istri korban perselingkuhan dan juga pelakor yang mencoba merebut suami orang.
Meski pengambilan gambar, plot dan alur cerita yang menarik, "The World of Married" memiliki banyak hal untuk dianalisis sehingga harus dipertimbangkan dengan matang apalah serial seperti ini layak ditayangkan di televisi lokal.
Dari Adegan Dewasa hingga Kultur yang berbeda.
Harus diakui "The World of Married" adalah film yang dikhususkan bagi mereka yang cukup usia. Anak-anak atau penikmar drakor di bawah usia 17 tahun tentu tidak direkomendasikan menonton drama seri ini. Kenapa?Â
Karena pada episode pertama di adegan pembuka, sudah dipampangkan oleh sang sutradara adegan "ranjang" antara suami istri dan disusul adegan dewasa antara suami dengan pelakornya.Â
Hal itu seingat penulis ada di beberapa episode. Meski tak secara gamblang menunjukkan adegan seksual, namun jelas hal ini akan menjadi sasaran sensor dari lembaga di Indonesia.
Hal lain yang patut dikritisi secara mendalam dari film ini adalah tentang bagaimana Ji Sun Woo membalas perilaku selingkuh suaminya dengan memilih meniduri tetangganya yang tak lain adalah teman Lee Tae Oh. Meski ada kompleksitas cerita kenapa Ji Sun Woo memilih jalur tersebut, tetap saja itu bukanlah cara yang cukup pantas bagi kultur di Indonesia.Â
Hal yang patut ditakutkan adalah, ketika perilaku itu lantas menjadi pembenar dan dipraktikkan karena terinspirasi dari drakor. Apalagi, pada saat melakukan itu, Ji Sun Woo masih berstatus sah istri orang lain dan teman prianya itu juga berstatus sah suami orang lain. Tentu hal ini menjadi tidak cocok baik bagi kultur dan hukum yang ada di Indonesia.
Drama seri ini juga menunjukkan bagaimana aksi balas membalas antara suami - istri yang masih dalam proses perceraian hingga nanti seusai perceraian. Bahkan, lebih para lagi nanti di salah satu episode ditunjukkan bagaiman Lee Tae Oh yang sudah bercerai dengan Ji Sun Woo masih berhubungan intim.
Penulis tidak bermaksud spoiler, namun ketika mengulas kenapa penulis tidak sepakat drama ini tayang di televisi lokal harus menyertakan alasannya.Â
Apalagi, dengan psikologis masyarakat kita yang cukup "baper", maka film ini bisa memantik "api dalam sekam" di dalam rumah tangga yang mungkin pernah mengalami hal yang sama.
Hal lain yang penulis tidak sepakat adalah unsur misoginis yang cukup kuat. Beberapa adegan menunjukkan bagaimana dominasi laki-laki yang terlalu kuat dalam hubungan suami - istri bahkan sampai aksi main tangan. Lee Tae Oh dalam film itu ditunjukkan memukuli istrinya hingga babak belur.
Apa yang ditampilkan "The World of Married" sebenarnya mirip dengan drakor lain berjudul "9,9 Billion Woman" yang cukup kental aroma misoginisnya. Wanita dalam konteks drakor itu adalah seorang Istri yang dipandang sebagai orang nomor dua dalam rumah tangga dan bisa mendapat perlakuan seenaknya dari suami, tanpa menghargai batas-batas kemanusiaan dan hak asasi.
Tak Layak Tayang di Televisi Lokal
"The World of Married" sebagai sebuah drama seri yang menurut penulis menampilkan banyak hal tersebut, jelas tidak layak ditayangkan di televisi lokal. Meski anda yang sudah berlangganan "Viu" sudah bisa menonton episodenya dengan cara berbayar.
Lantas apa beda menonton di "Viu" dengan televisi lokal, toh keduanya juga sama-sama bisa diakses oleh masyarakat pecinta film? Jawabannya adalah pada akses di masyarakat.Â
Tidak semua orang bisa menonton drama ini di Viu apalagi dengan cara berbayar, tapi kemungkinan besar masyarakat akan menontonnya di televisi lokal dengan jangkauan skala nasional dan terlebih gratis.
Jika The World of Married ditayangkan di televisi lokal hanya karena sensasi viral semata untuk meraup untung, tentu ini bukan pilihan yang bijak.Â
Harus diakui beberapa film dengan tema perselingkuhan seperti "Kabhi Alvida Naa Kehna" The Boy Next Door" pernah tayang di televisi lokal. Â Namun, "The World of Married" berbeda. Film ini lebih emosional dengan detil yang sangat luar biasa.Â
Apalagi, berdasarkan analisis penulis terdapat berbagai masalah sosial dan kultur yang tidak layak bagi masyarakat kita. Sehingga drama seperti ini, cukup ditayangkan secara terbatas saja seperti melalui akun berbayar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H