Mohon tunggu...
Muchammad Nasrul Hamzah
Muchammad Nasrul Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Asli

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Bala" dan Pesan Menjadi Diri Sendiri di Tengah Dunia yang "Berisik"

14 Februari 2020   05:36 Diperbarui: 18 Februari 2020   16:17 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Bala: Istimewa

Seorang selebgram mendadak mengajukan cerai kepada suaminya, lantaran mengetahui lelaki pujaannya itu memiliki rambut yang botak. Dengan penuh amarah, ia mengatakan kalimat menohok kepada suaminya.

"Aku terkenal karena aku cantik, aku mendapatkan banyak pengikut di sosial media karena aku cantik, dari 500 komentar, 499 mengatakan aku cantik dan sekarang ternyata aku memiliki suami yang botak. Karena aku terkenal dan cantik aku ingin memiliki suami yang tampan," ujar wanita itu.

Sang suami juga salah, karena selama ini ia menutupi kekurangannya dan tidak berani jujur akan kebotakannya pada sang istri.

Ia tidak bisa menghadapi kenyataan bahwa di usia muda, sudah mengalami kebotakan. Mengurangi daya tariknya kepada perempuan.

Kisah yang saya sitir di atas merupakan penggalan adegan dari film India berjudul Bala yang rilis pada akhir tahun 2019 lalu. Penting film ini saya ulas lantaran "body shaming" hingga krisis kepercayaan diri akan kondisi tubuh yang dimiliki makin tak terbendung akhir-akhir ini.

Pengaruh media sosial, terkadang menyebabkan beberapa orang harus terjebak pada kondisi sosial tertentu. Ingin tampil cantik, tampan, putih, dan seakan tanpa kekurangan dalam tubuh, lalu diumbar ke media sosial kini semacam menjadi kebutuhan.

Tidak salah jika kini banyak orang ingin tampil cantik atau tampan dengan berbagai caranya. Penyebabnya, adalah cara pandang beberapa orang yang lebih memberi nilai lebih pada kondisi fisik, bukan kemurnian hati.

Tapi, memaksakan diri untuk berada dalam kondisi tersebut dengan menegasikan beberapa hal, termasuk menyangkal keadaan tubuhnya, sembari menyalahkan nasib dan gen dari orangtua, justru bukanlah hal yang bijak. Hidup dalam "kepalsuan" sosial sungguh bukanlah hal yang nyaman untuk dilakukan.

Termasuk, mencela orang karena kondisi fisiknya yang kurang, juga seakan hal normal yang dilakukan. Entah itu dilakukan melalui bubuhan komentar di media sosial, atau dalam sebuah percakapan bernada "ghibah". Yang jelas, perilaku tersebut tidak bisa dibenarkan dan merupakan salah satu penyakit sosial.

Film "Bala" yang dibintangi aktor muda berbakat Ayushman Kurana, Yami Gautam dan Bhumi Padnekar ini memetakan secara tuntas masalah sosial seperti penulis singgung diatas.

Film ini berkisah tentang seorang bernama Bala (Ayushman Kurana) yang pada masa sekolahnya kerap melakukan perundungan terhadap temannya bernama Latika (Bhumi Padnekar) karena memiliki kulit yang gelap.

Pada usia remaja, Bala harus menghadapi kenyataan bahwa rambutnya harus rontok satu persatu yang menyebabkan ia mengalami kebotakan.

Kondisi ini menyebabkan ia gusar, lantaran daya tariknya sebagai lelaki akan berkurang. Apalagi, Bala dikenal sebagai sosok tampan yang pandai merayu. Tentu kebotakan di usia muda mengganggu hidupnya.

Kebotakan juga tidak berujung baik pada karirnya. Bala yang menjadi marketing di produk pemutih wajah dan kulit, terpaksa harus "dikandangkan" di kantor lantaran penampilannya kurang menarik.

Berbagai hal dilakukan oleh Bala untuk menumbuhkan rambutnya. Apa daya, semuanya gagal. Karena stres usahanya gagal, ia sampai menyalahkan orang tuanya karena memberikan gen yang buruk terhadap dirinya.

Hingga pada suatu saat ia harus memalsukan diri dengan memakai rambut palsu untuk mengembalikan ketampanannya, sembari mengatakan kepada rekannya jika rambutnya sudah tumbuh kembali. Bala hidup dalam kepalsuan sosial.

Bala akhirnya bertemu dengan Pari, seorang selebgram cantik yang namanya tenar. Mereka berdua memadu asmara dan akhirnya menikah.

Hingga satu hari usai pernikahannya, Pari terpaksa mengajukan cerai setelah mengetahui suaminya botak. Bala harus kehilangan istrinya akibat kepalsuan dirinya itu.

Pesan besar yang disampaikan film "Bala" tak lain adalah penghargaan terhadap kemanusiaan, tidak memandang manusia dari kondisi fisiknya.

Lebih dari itu, "Bala" juga membuka mata kita agar lebih bersyukur menjadi diri sendiri dengan apa yang diberikan oleh Tuhan kepada kita.

Menjadi diri sendiri dalam dunia yang serba "berisik" ini bukanlah hal yang mudah. Ia membutuhkan keberanian dan komitmen yang kuat dari dalam diri.

Masyarakat saat ini seakan tahu apa yang terbaik bagi orang lain, terutama untuk ukuran fisik, namun gagal memahami apa yang baik untuk diri sendiri. Karena itu, berani menjadi diri sendiri adalah kekuatan itu sendiri.

Karakter Latika dalam film ini yang enggan memutihkan wajah dan tubuhnya adalah salah satu contohnya. Bukan Latika lalu tidak berdandan, namun ia lebih memilih untuk tidak hidup dalam "kepalsuan" fisik dan menginginkan seseorang yang dengan tulus mencintainya tanpa menitikberatkan pada fisik.

Apa yang Latika lakukan, adalah kebalikan dari perilaku Bala yang dalam film ini dinarasikan sebagai seseorang yang gagal melawan diri sendiri.

Pada akhirnya, film Bala adalah sebuah alternatif film yang membawa pesan agar kita mengenali jati diri kita dengan baik.

Mencoba menjadi orang lain dengan gaya tertentu atau mengubah fisik tertentu, nyatanya membuat orang hidup dalam ketidaknyamanan.

Bala adalah contoh korban, di mana hidup dalam kepalsuan fisik membawanya kepada kedukaan. Ia kehilangan istri dan juga pekerjaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun