Sekitar 1000 film diproduksi setiap tahunnya, dan tidak kurang dari 4 miliar penonton dari segala penjuru dunia menjadi pasar industri tersebut.
Tentu saja, pasar terbanyak adalah mereka yang hidup di India. Artikel saya di Kompasiana berjudul "Film India dari Penyebaran Ideologi Kiri hingga Lahan Kampanye Politisi", sedikit memaparkan bagaimana film dimanfaatkan untuk penyebaran ideologi maupun strategi pemenangan politik Perdana Menteri Narendra Modi.
Artinya, film bagi masyarakat India masih menjadi pedoman standar. Jika ada perilaku menyimpang, maka bisa jadi kebanyakan disebabkan oleh adegan dalam film.
Seperti halnya fenomena "Eve Teasing". Ia adalah ungkapan lebih halus dari pelecehan seksual yang digunakan di seluruh Asia Selatan meliputi, India, Pakistan, Bangladesh dan Nepal.
Sebuah video eksperimen sosial di India tentang "Eve Teasing" menggambarkan bagaimana perilaku ini ternyata normal di negara Sungai Gangga itu.
Dalam video itu, ada seorang wanita menggunakan pakaian warna hitam melintas di antara dua pria yang sedang berada di sebuah taman.
Mendadak sang pria menyeletuk kepada temannya dengan kalimat "aku akan memberikan wanita berbaju hitam untukmu secara gadis"
Sontak, kalimat itu membuat wanita berbaju hitam itu marah sampai mengeluarkan kalimat "apakah aku ini komoditas bagimu?"
Tentu aksi semacam itu, bisa jadi karena mereka meniru beberapa adegan dalam film India. Banyak film india yang saya tonton, mengandung unsur tersebut. Ada adegan wanita pemeran utama lewat, lantas digoda oleh sang "hero" dan mengamini godaannya.
Seorang Profesor bidang film India dari London University, Rachel Dwyer dalam sebuah wawancara di The Guardian mengatakan, "Walaupun film India itu tidak realistis, namun bagi sebagian penontonnya beberapa perilaku menyimpang seperti eve teasing atau pelecehan seksual dapat diterima dan dipraktikkan dalam dunia nyata".
Ia sampai pada kesimpulan itu, setelah melakukan beberapa penelitian terhadap beberapa film India.