Belajar dari berbagai kegagalan itu, nampaknya, ada satu kesimpulan yang bisa diambil. Biaya fantastis belum tentu berbuah manis. Kondisi seperti itu bisa saja ada banyak faktor dan salah satunya adalah perihal konsep dan perencanaannya.
Bandingkan misalnya dengan film fenomenal berjudul Joker. Tak banyak kocek dirogoh untuk pembuatan film tersebut, namun penghasilannya sangat fantastis. Kekuatan film Joker yang diperankan Joaquin Phoenix tak lain adalah keseriusan dalam hal perencanaan serta penulisan naskah yang kuat.
Sama halnya, dalam bidang pemerintahan seluruh proyek pasti diawali dengan perencanaan dan skala prioritas. Maka dari situ munculah berbagai istilah seperti Detail Engineering Design (DED) atau Feasibility Study (FS). Bahkan, juga ditambah kajian lain termasuk kajian Analisis Dampak Lalu Lintas (Amdal Lalin) dan Analisi Dampak Lingkungan Hidup, kajian ekonomi, sosial dan sebagainya. Berbagai kajian ini penting sebagai prolog untuk disampaikan kepada publik terkait pentingnya suatu pekerjaan proyek tertentu, alasan kenapa harus dibangun dan tujuan serta output kepada masyarakat.
Berbagai kajian lantas menimbulkan perdebatan baik secara akademis maupun politis dalam pembahasan antara legislatif dan eksekutif. Pembahasan tersebut harusnya berujung pada dua hal. Proyek diterima, atau ditangguhkan sementara waktu karena masih ada prioritas tertentu yang harus diselesaikan terlebih dahulu.
Kembali ke kasus MCC di Kota Malang. Beberapa Anggota DPRD Kota Malang merasa tidak pernah mendapatkan paparan menyeluruh soal rencana pembangunan MCC dengan biaya fantastis. Bahkan para wakil rakyat bersikap realistis dengan menanyakan peran dan hal yang sudah dilakukan untuk pengembangan ekonomi kreatif. Artinya, harus ada kajian dan perencanaan yang jelas terkait dengan gedung MCC, sebelum digelontorkan anggaran ratusan miliar rupiah untuk pembangunannya.
Sebuah harian cetak lokal di Kota Malang, sempat membandingkan anggaran untuk pembangunan gedung kreatif antara di Kota Malang dan Kota Bandung. Jika Kota Malang membutuhkan Rp 185 miliar, maka Kota Bandung cukup menggelontorkan anggaran sekitar Rp 40 miliar untuk membangun gedung kreatifnya. Pembandingan ini bisa saja setara dengan contoh film gagal berbiaya besar, dengan film Joker yang minim biaya namun hasilnya maksimal.
Malang, 8 November 2019 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H