Setiap orang punya perjalanan hidup yang berbeda. Ketika kamu menghadapi masalah, mungkin kamu butuh lebih dari sekadar nasihat untuk "tetap positif." Kamu butuh seseorang yang mau mendengarkan dan menghargai perasaanmu. Toxic positivity bisa membuatmu merasa pengalamanmu tidak dihargai atau tidak penting.
Menghambat Proses Pemulihan
Pemulihan emosional tidak terjadi dalam semalam. Rasa sedih atau kecewa adalah bagian dari proses itu. Ketika kamu diminta untuk segera "berpikir positif" tanpa memberi waktu untuk merasakan perasaan yang ada, kamu kehilangan kesempatan untuk benar-benar menyembuhkan diri.
Apa Bedanya Healthy Positivity dan Toxic Positivity?
Penting untuk diingat, berpikir positif itu sebenarnya baik—tetapi harus dilakukan dengan cara yang tepat. Ada perbedaan besar antara healthy positivity dan toxic positivity. Healthy positivity mengakui bahwa ada masalah atau kesulitan, tapi juga memberimu ruang untuk merasakan dan memahami emosi negatif yang muncul.
Contohnya, kalimat seperti "Aku tahu ini sulit, tapi kita bisa mencari solusi bersama" adalah bentuk healthy positivity yang memberi ruang bagi perasaanmu sambil tetap memberikan dukungan. Sebaliknya, toxic positivity memaksa kamu untuk mengabaikan hal-hal negatif, seolah-olah hanya sisi baik saja yang boleh ada.
Bagaimana Menghadapi Toxic Positivity?
Jika kamu merasa sering terjebak dalam situasi toxic positivity, ada beberapa hal yang bisa kamu lakukan:
- Mulailah dari dirimu sendiri. Saat kamu sedang bersama teman atau keluargamu yang sedang menghadapi kesulitan, cobalah untuk tidak langsung memberikan saran. Dengarkan mereka terlebih dahulu, validasi perasaan mereka, dan biarkan mereka merasakan emosi yang ada. Kadang, yang mereka butuhkan hanyalah didengarkan, bukan nasihat untuk "berpikir positif."
- Izinkan dirimu merasa. Ketika kamu sendiri sedang menghadapi situasi sulit, jangan merasa harus selalu tampak kuat dan positif. Kamu boleh merasa sedih, marah, atau kecewa. Semua emosi itu wajar dan manusiawi. Beri dirimu ruang untuk merasakan semuanya, dan jangan terburu-buru untuk menutupi dengan sikap positif.
Kapan Positivitas Diperlukan?
Meskipun toxic positivity bisa berbahaya, bukan berarti kamu harus selalu fokus pada hal-hal negatif. Sikap positif tetap penting, tetapi harus dilakukan dengan seimbang. Saat kamu sudah melewati tahap mengakui dan menerima emosi negatif, sikap positif bisa menjadi kekuatan untuk bangkit dan melangkah maju. Yang paling penting adalah memastikan bahwa kamu tidak mengabaikan atau menekan emosi yang sah.
Baca juga: Bahaya Nomophobia: Mengapa 'No Signal' Lebih Menakutkan dari Kehilangan Pekerjaan?