Mohon tunggu...
Muchamad Iqbal Arief
Muchamad Iqbal Arief Mohon Tunggu... Freelancer - Independent Content Writer

Halo, saya Iqbal Arief. Sebagai penulis aktif di Kompasiana, saya senang berbagi wawasan dan informasi menarik dengan para pembaca. Minat saya cukup luas, meliputi berbagai topik penting seperti marketing, finansial, prinsip hidup, dan bisnis. Melalui tulisan-tulisan saya, saya berharap dapat memberikan perspektif baru dan pengetahuan yang bermanfaat bagi Anda. Mari bergabung dalam perjalanan intelektual saya di Kompasiana, di mana kita bisa bersama-sama menemukan inspirasi dan wawasan baru dalam berbagai aspek kehidupan dan karier. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Etika vs Kenyamanan: Budaya "Ngaret", Kebiasaan yang Sudah Melekat?

13 Agustus 2024   06:13 Diperbarui: 13 Agustus 2024   06:17 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto memukul jam oleh Dragen Zigic/Freepik

Kamu pasti pernah merasakan atau bahkan terlibat dalam situasi ini: janjian ketemu teman jam 10 pagi, tapi yang datang tepat waktu cuma segelintir.

Atau, saat rapat kantor yang harusnya mulai jam 9, tapi baru ramai-ramainya setengah jam kemudian.

Ya, itulah yang kita kenal sebagai budaya "ngaret"---sesuatu yang, mau tak mau, sudah jadi bagian dari keseharian kita.

Tapi pernahkah kamu berpikir, apakah kebiasaan ini hanya soal kenyamanan atau ada hal lebih penting yang kita abaikan?

 "Ngaret": Kenyamanan yang Terasa Aman, Tapi...

Banyak dari kita menganggap "ngaret" sebagai cara untuk memberi diri sedikit kelonggaran.

"Nggak usah buru-buru, paling telat juga cuma 15 menit," mungkin itu yang sering kamu dengar atau bahkan kamu katakan sendiri.

Di satu sisi, ini memang terasa nyaman.

Kamu jadi punya waktu lebih untuk bersiap-siap, dan kalau ada halangan di jalan, nggak terlalu panik.

Tapi, ada sisi lain yang mungkin luput dari perhatian kita.

Setiap kali kamu terlambat, ada orang lain yang mungkin sudah menunggu---mereka rela menyisihkan waktunya untuk menepati janji.

Pernah nggak, kamu membayangkan bagaimana perasaan mereka saat menunggu, sementara kamu datang dengan alasan yang mungkin terdengar sepele seperti "bangun kesiangan" atau "ketahan macet"?

Mungkin buat kamu itu hal kecil, tapi buat mereka, itu bisa terasa seperti kamu nggak menghargai waktu mereka.

Baca juga: Mengubah Luka Menjadi Kekuatan

 Etika Waktu: Mengapa Ini Penting Buat Kamu dan Orang Lain

Di luar kenyamanan pribadi, ada hal yang lebih dalam yang patut kita pikirkan---etika.

Waktu adalah sesuatu yang nggak bisa diulang.

Setiap menit yang berlalu nggak akan pernah kembali, dan ketika kamu terlambat, secara nggak langsung kamu sedang 'meminjam' waktu orang lain tanpa izin.

Etika mengajarkan kita untuk menghargai waktu---baik waktu kita sendiri maupun waktu orang lain.

Ketepatan waktu bukan sekadar soal sopan santun, tapi juga cerminan dari bagaimana kita menghargai janji dan komitmen.

Ini adalah bentuk penghormatan kepada orang lain dan cara menunjukkan bahwa kita adalah orang yang bisa diandalkan.

 "Ngaret" Sudah Jadi Kebiasaan, Tapi Masih Bisa Diubah

Memang, kalau dilihat dari sekitar, budaya "ngaret" ini seperti sudah jadi kebiasaan yang sulit dihilangkan.

Banyak orang yang menganggap keterlambatan sebagai hal biasa, asal tujuannya tercapai.

Tapi apakah ini berarti kita harus terus-menerus memaklumi keterlambatan?

Tentu saja tidak.

Perubahan selalu mungkin terjadi, dan itu bisa dimulai dari hal kecil.

Cobalah untuk lebih tepat waktu setiap kali kamu punya janji.

Kalau kamu tahu akan terlambat, usahakan untuk memberi kabar lebih awal.

Tindakan sederhana ini bisa membawa dampak besar, terutama dalam mengubah cara pandang orang-orang di sekitarmu.

Baca juga: Spiritual di Era Modern: Bagaimana Generasi Muda Menemukan Makna Hidup 

 Menuju Budaya yang Lebih Menghargai Waktu

Mengubah budaya "ngaret" menjadi budaya yang lebih menghargai waktu bukan berarti kamu harus hidup dengan tekanan untuk selalu tepat waktu.

Ini lebih tentang bagaimana kita bisa menemukan keseimbangan antara kenyamanan dan etika.

Dengan mulai menghargai waktu, kamu nggak hanya membuat orang lain merasa dihargai, tapi juga membangun lingkungan yang lebih baik dan lebih produktif.

Jadi, apakah budaya "ngaret" ini sudah terlalu akrab dengan kita?

Mungkin iya.

Tapi apakah kita harus terus hidup dengan kebiasaan ini?

Tentu tidak.

Perubahan bisa dimulai dari kamu---dari kebiasaan kecil yang kamu bangun setiap hari.

Jangan biarkan kenyamanan membuatmu lupa akan pentingnya menghargai orang lain.

Mari kita ciptakan budaya yang lebih baik, di mana setiap orang merasa dihargai---mulai dari hal sederhana seperti datang tepat waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun