Sebagai warga negara yang sudah memiliki hak pilih, saya sendiri beranggapan bahwa topik politik bisa jadi merupakan topik yang biasa dan juga dapat menjadi topik yang menarik. "Biasa saja" di sini artinya adalah politik merupakan sebuah dinamika, perseteruan di antara elite misalnya, itu merupakan sebuah hal yang "biasa", politik memang penuh dengan kepentingan.
Topik politik bisa menjadi pembahasan yang menarik apabila dinamika-dinamika tersebut dapat menjadi rumusan atas apa yang terjadi. Misal, polarisasi politik yang dianggap "biasa" dapat menjadi menarik apabila kita dapat mengambil pelajaran di dalamnya. Output dari ini adalah kita dapat menghindari fanatisme di dalam politik, kita dapat menggunakan hak pilih dan memberikan suara kepada mereka yang layak menduduki jabatan di bidang eksekutif ataupun di bidang legislatif.
KESADARAN BERPOLITIK PADA GENERASI MILENIAL
Ada banyak cara yang dapat dilakukan setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam bidang politik. Menurut Teorell, et al, (2007) partisipasi politik warga diantaranya dengan memberikan suara dalam Pemilu/Pilkada, mengirim surat/pesan kepada pemerintah, ikut dalam aksi protes atau demonstrasi, menjadi anggota partai politik, menjadi anggota organisasi kemasyarakatan, mencalonkan diri untuk jabatan publik, memberikan sumbangan kepada partai atau politisi, hingga ikut dalam acara penggalangan dana (Morrison, 2016).
Jika dihubungkan dengan perkembangan zaman saat ini, partisipasi politik generasi sekarang jauh berbeda dengan generasi sebelumnya yang terbilang masih konvensional misalnya dengan melakukan aksi demontrasi dengan turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi. Meski aksi ini masih juga dilakukan namun dengan jumlah yang tidak banyak. Partisipasi politik dewasa ini  lebih banyak di melalui internet dan media online. EACEA (2012) menyebut partisipasi politik generasi muda masa kini memiliki sifat cenderung lebih individual, spontan, ataupun berdasarkan isu tertentu.
Contoh sederhana adalah ketika kegiatan Pemilu Serentak 2020 yang berlangsung di masa pandemi, partisipasi politik generasi milenial lebih cenderung terpengaruh pada isu yaitu pandemi Covid-19. Meski terbilang sukses, Pemilu 2020 masih menyisakan PR terutama mengenai partisipasi politik (penggunaan hak pilih) pada generasi milenial. Generasi milenial yang biasanya cenderung acuh dengan Pemilu tiba-tiba dibuat ramai ketika pembahasan Pemilu dikaitkan dengan isu kesehatan (pandemi). Banyak di antara pemilih pemula (termasuk penulis) memilih untuk golput alias tidak menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2020. Selain karena isu pandemi, isu lain adalah soal estafet kepemimpinan (sosok) yang memang belum bisa menandingi calon petahana. Misalnya Pemilu di Kabupaten Serang yang lalu, sosok Ratu Tatu adalah sosok yang punya elektabilitas kuat dan sulit ditandingi. Paslon lawan pun seperti kalah "pamor" dibandingkan Ratu Tatu. Akhirnya, banyak generasi muda yang memilih acuh karena mereka yakin bahwa calon petahana akan menang (seperti anggapan penulis juga). Prediksi itu ternyata benar, Pasangan Calon Ratu Tatu - Panji Tirtayasa memenangkan Pemilu 2020 dengan perolehan 64.4 persen (428.297 suara).
Kilber, et al (2014) menyebutkan bahwa karakteristik yang terbentuk pada generasi milenial atau generasi Y adalah kecanduan internet, percaya diri dan harga diri tinggi dan lebih terbuka dan bertoleransi terhadap perubahan. Sedangkan Lyons (2004) mengungkapkan bahwa generasi milenial memiliki karakteristik pola  komunikasinya yang sangat terbuka dibanding generasi-generasi sebelumnya, pemakai  media sosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan perkembangan teknologi.
Sementara hasil riset Ali dkk (2017) Â juga menyebutkan bahwa salah satu karakteristik generasi milenial kelas menengah urban adalah generasi yang connected. Mereka merupakan generasi yang pandai bersosialisasi, terutama dalam komunitas yang mereka ikuti. Selain itu, mereka juga berselancar di sosial media dan internet. Karakter milenial ini, banyak dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan teknologi, khususnya gadget dan internet.
Media digital yang merupakan teknologi baru yang canggih yang merupakan konvergensi antara media dan teknologi (Folkerts, et al, 2008). Jika generasi milenial banyak menggunakan media digital, itu juga karena mereka lahir dan tumbuh pada era dimana internet masif digunakan (Lyons, 2004). Â Ali (2017) menyebutkan bahwa generasi milenial tumbuh bersama dengan mulai berkembangnya internet. Bagi generasi milenial, internet sudah menjadi kebutuhan pokok, setara dengan kebutuhan dasar akan sandang, pangan dan papan.