Mohon tunggu...
Firzy Mubin
Firzy Mubin Mohon Tunggu... Jurnalis - z

yuk bisa yuk

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Budaya Ngopi di Kalangan Anak Muda

16 Januari 2021   11:00 Diperbarui: 16 Januari 2021   11:02 2239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ngopi sejatinya tak sekadar minum kopi. Penyederhanaan istilah 'minum kopi' menjadi 'ngopi' justru menunjukkan kompleksitas kegiatan tersebut. Seperti yang kita lihat saat ini yaitu ngopi sudah bukan lagi sekedar minum kopi, tetapi sudah menjadi sebuah rutinitas bagi anak-anak muda jaman sekarang. Berdiskusi atau bercengkerama sambil minum kopi adalah budaya masyarakat Indonesia, terutama dikalangan anak-anak muda.

Sesuai namanya, ngopi adalah aktifitas minum kopi. Kopinya bisa robusta bisa arabika. Asal kopi bisa pilih, mau Kopi Gayo, Kopi Toraja, Kopi Lampung, dan kopi-kopi lain dari berbagai daerah penghasil kopi atau eks impor. Racikannya mau kopi tiam, capucino, expresso, dalgona, ataupun kopi sacheta-an sekalipun, tinggal pilih sesuai mood atau keinginan mereka masing-masing.

Sejauh ini ngopi sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat perkotaan. Ngopi tidak lagi menjadi monopoli kaum pria, tetapi juga sudah menyentuh kaum wanita. Sore menjelang malam selepas jam kantor coffee shop dan caf serta resto yang menyajikan minuman kopi biasanya ramai dipenuhi pelanggan.

Pada saat ini kebanyakan anak muda datang ke coffee shop bukan hanya untuk menikmati secangkir kopi, tetapi mereka datang untuk saling bercengkerama dan bertukar pikiran. Karena zaman sekarang masyarakat Indonesia khususnya para anak muda mencari sebuah tempat yang bagus atau tempat-tempat yang instagramable untuk berfoto dan mempostingnya di media sosial, mereka lebih mementingkan tempat yang bagus dan unik ketimbang rasa minuman kopinya.

Seperti contoh foto diatas, terlihat beberapa anak muda yang sesekali malah asyik mengabadikan moment kebersamaan mereka di coffee shop. Selain bercengkrama dan berdiskusi, mereka tak luput dari  tempatnya yang dinilai instagramable, sehingga dinilai cocok untuk sekedar posting ke media social  mereka masing-masing.

Tren gaya hidup ini pun disambut baik para pengusaha dan pengelola untuk menghadirkan sebuah tempat ngopi yang nyaman, cozy dan instagramable pastinya. Mereka pun tidak hanya menyajikan beragam jenis minuman kopi, tetapi juga melengkapi kedainya dengan berbagai fasilitas. Salah satu fasilitas wajib sebuah kedai kopi modern adalah layanan internet nirkabel bahkan colokan sekalipun.

Hadirnya kedai kopi sebagai alternatif nongkrong anak muda era sekarang ini banyak menimbulkan strotype yang menjadikan anak muda sebagai pribadi yang konsumtif dan gemar menghabiskan uang hanya untuk sekedar nongkrong. Hal ini terlihat dari beberapa kafe yang bagus dan terlihat estetik menjadi pilihan bagi setiap anak muda yang ingin nongkrong.

Harga yang ditawarkan untuk satu gelas kopi atau minuman cukup bervariatif, dari pengalaman saya sendiri harganya relatif standart di angka Rp. 20.000 keatas.

Tak heran, meskipun harga yang dibandrol jauh lebih tinggi dibanding warkop, kedai kopi tak pernah sepi pengunjung. Mulai dari pagi, siang, sore, hingga malam hari, tetap ramai pengunjung. Bahkan, beberapa kedai melayani pelanggan selama 24 jam nonstop.

Mungkin itu sebab tak sedikit kedai kopi yang desain interiornya dibuat sedemikian rupa sehingga pelanggan betah berlama-lama di dalamnya. Menu kopinya sih itu-itu saja, tapi tukang rumpi dan maniak selfie tak akan ragu menghabiskan waktu untuk saling curhat sampai cekrak-cekrek sepuasnya.

Tapi apa itu berarti kopi tak lebih sekadar pelengkap saat kita nongkrong? Saya yakin para penikmat kopi tak sependapat. Kopi memang kadung lekat sebagai teman saat kita berbincang. Tapi yang lebih penting, ia adalah media 'pemersatu'. Minimal menyatukan mereka khususnya anak-anak muda  yang betah melek dan ngobrol di meja yang sama.

Kopi punya kemampuan untuk mencairkan suasana dan mendekatkan emosi para penikmatnya, yang membuat perbincangan mereka cair dan hangat. Mungkin, ini yang membuat banyak orang nyaman berbincang sambil minum kopi, meski mungkin topik perbincangan mereka agak serius.

Mulai dari menyelesaikan masalah, sembari minum kopi akan membuat kerawanan-kerawanan diskusi lebih mudah dihindari. Selain itu, kebuntuan berpikir, kesalahpahaman dengan lawan bicara, bahkan kekeliruan mengambil keputusan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadi.

Secara mental, ngopi membuat kita sangat rileks. Beda halnya jika kita berada di ruang rapat atau tempat lain yang bersifat formal. Di kedai kopi, kita adalah kita yang sesungguhnya, tanpa embel-embel pangkat atau jabatan. Semua melebur dan menjadi satu di kedai kopi.

Di samping itu, ingat sekali pertama kali ketika saya ditawari kopi ketika bertamu ke rumah salah satu teman sebaya, hal ini sangat jarang karena biasanya tuan rumah hanya menawarkan kopi kepada bapak, dan seumuran saya pasti akan dipaksa memilih antara teh manis atau sirup dingin. Maka ketika saya ditawari apakah ingin kopi hitam atau kopi susu, walaupun sebatas kopi sachet,  seketika saya berfikir sah sudah rasanya saya menjadi seorang anak muda bahkan bisa dibilang pria dewasa.

Namun di lain hal, banyak orang di luar sana yang menyebut bahwa anak muda yang sering nongkrong dijuluki sebagai "bocah tongkrongan", hal ini tak sedikit anak muda yang bangga atas labelling yang diterima dari masyarakat. Mereka seolah merasa bahwa dirinya mampu dan bisa bergaul serta menjadi sosok yang humble karena sangat gampang untuk diajak nongkrong.

Kebanyakan anak muda jaman sekarang cenderung ingin menunjukan jati dirinya sebagai remaja. Artinya mereka ingin diakui oleh sesama temannya bahwa mereka juga anak kekinian dan suka bepergian. Selain itu nongkrong di tempat kopi yang memiliki harga cukup mahal rela dijadikan tempat ngopi bersama teman karena disisi lain terlihat adanya gengsi dari dalam diri mereka sendiri.

Saya rasa hal ini kurang dapat diterima bila budaya nongkrong diartikan sebagai aksi unjuk diri bukan sebagai media untuk bertukar cerita, sharing dan memenuhi kebutuhan minum kopi itu sendiri. Waktu yang diberikan anak muda terhadap "tongkrongan" relatif sangat besar. Mereka senang berkumpul bersama teman dan sekedar menghabiskan waktu untuk minum kopi.

Mungkin ini yang menyebabkan kebannyakan anak muda sekarang yang kurang waktu bersama keluarga karena aktivitas nongkrongnya yang berlebihan. Hal tersebut kurang mencerminkan anak muda yang memiliki integritas tinggi. Artinya dalam hal ini bisa saja lahir anggapan bahwa anak muda yang gemar nongkrong dianggap sebagai pengacara atau pengganguran banyak acara.

Namun dibalik kenikmatan kopi yang sering mereka rasakan, ternyata menyimpan beberapa resiko penyakit bila di konsumsi secara berlebihan. Kafein yang terkandung di dalam kopi bisa sangat berbahaya jika di konsumsi secara terus-menerus. Kemungkinan besar, anak muda akan merasakan efek buruk kafein, seperti insomnia, sakit kepala, lekas marah, gugup, atau bahkan jantung berdebar-debar. Bahkan, kafein juga dapat mengganggu penyerapan kalsium pada remaja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun