Setelah beristirahat sebentar, kami meneruskan perjalanan ke pos 4 Eyang Semar. Jalan menuju pos 4 ini pada awalnya landai setelah itu langsung menanjak tanpa ampun. Karena hari sudah mulai gelap, kami menyalakan senter kepala untuk menerangi jalan. Kami terus berjalan mengikuti jalan yang cukup jelas sampai tercium bau dupa yang menyengat. Kami sangat senang karena jika tercium bau dupa yang kuat berarti pos sudah mulai dekat.
Benar saja kami sudah sampai di pos 4 Eyang Semar sekitar jam 18:30 WIB. Di pos 4 kami melaksanakan sholat magrib dulu di shelter peziarah mumpung masih ada waktu. Pos ini dinamakan Eyang Semar karena di sini terdapat arca berbentuk tokoh pewayangan Semar. Konon, arca Semar ini merupakan perwujudan Semar yang paling tua.
Setelah sholat kami melanjutkan perjalanan menuju pos 5 makuto romo. Perjalanan dari pos 4 ke pos 5 ini langsung menanjak terus. Tidak perlu khawatir jika menjumpai jalan setapak yang tiba tiba bercabang karena pada akhirnya akan bertemu lagi di jalur yang sama. Pendaki bisa memilih jalur yang nanjak atau cukup landai.
Sekitar jam 8 kami sampai di pos 5 Makuto Romo. Di sini kami mendirikan tenda untuk istirahat dan persiapan untuk summit dini hari nanti. Di pos 5 ini terdapat sebuah situs berupa punden berundak yang cukup besar dan tinggi berbentuk persegi dengan beberapa tingkat. Di puncaknya terdapat sebuah batu menyerupai mahkota.Â
Pos 5 merupakan tempat yang ideal utuk ngecamp karena tempatnya yang luas juga terdapat kran air yang berfungsi dengan baik. Di sini terdapat pula kamar mandi serta WC. Namun kondisinya cukup jorok. Pada saat itu teman saya bercerita bahwa di dalam wc masih ada kotoran yang tidak disiram. Bak mandi pun juga tidak ada airnya. Bau pesing sangat menyengat ketika memasuki kamar mandi.
Jam setengah dua dini hari, kami melanjutkan perjalanan ke puncak. Kami melewati pos 6 Candi Sepilar. Dinamakan candi Sepilar karena pos ini memang berupa candi yang masih utuh. Ada 3 bangunan candi di pos ini. jarak antara pos 5 ke pos 6 hanya beberapa meter saja dengan jalur tangga kuno yang tersusun rapi dan diapit oleh arca raksasa membawa tongkat di sepanjang tangga.
Kami tidak berhenti di pos 6 dan langsung berjalan menuju pos 7 Jawa Dwipa. Jalan menuju pos 7 ini cukup melelahkan karena tanjakan yang tak habis-habis ditambah perjalanan malam hari yang minim oksigen. Sekitar 1 jam berjalan, kami tiba di pos 7 Jawa Dwipa. Pos 7 merupakan tempat untuk ngecamp terakhir sebelum menuju puncak. Di sini tidak terdapat sumber air karena sumber air terakhir ada di pos 5.di pos ini terdapat tumpukan batu yang digunakan sebagai tempat pemujaan. Hal ini bisa dilihat dengan adanya sajen di batu tersebut.
Kami istirahat sekitar 15 menit di pos tersebut. Setelah itu kami berjalan lagi menuju pos 8 Plawangan. Jam 5 pagi matahari sudah mulai menampakkan sinarnya. Gunung Bromo dan Semeru terlihat sangat jelas di jalur ini. sekitar jam 7 pagi, kami sampai di pos 8 Plawangan. Meski namanya pos, di sini sama sekali tidak ada area yang lapang. Pos 8 hanya berupa jalur persimpangan antara Purwosari atau Tambaksari dan jalur Lawang.
Kami terus melanjutkan perjalanan dengan trek yang sangat menanjak untuk menuju puncak. Jam 8 pagi kami sudah sampai di puncak Arjuno. Total lama perjalanan untuk menuju puncak saja mencapai 7 jam jika ditempuh dari pos 5. Wajar apabila jalur ini disebut sebagai jalur terpanjang untuk pendakian Arjuno.
Dari pengalaman pendakian tersebut saya sama sekali tidak merasakan keangkeran atau nuansa horor. Padahal pendakian tersebut dilakukan pada bulan suro yang diyakini sebagai bulan yang bernuansa mistis. Sebaliknya saya merasakan suatu ketenangan dan kenikmatan karena mencium aroma dupa disepanjang perjalanan. Apalagi jalur ini merupakan jalur yang terbilang sepi daripada jalur lain.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI