Mohon tunggu...
Nurhadi Mubarok
Nurhadi Mubarok Mohon Tunggu... Freelancer - Alumni S1 Tadris ilmu pengetahuan sosial UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

gemar membaca, menulis, jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pendakian Gunung Arjuno Via Tambaksari, Jalur Pendakian Yang Terkenal Mistis

26 Januari 2025   15:07 Diperbarui: 26 Januari 2025   15:07 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gunung Arjuno terletak di perbatasan Kota Batu, Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan yang dikelola di bawah naungan Taman Hutan Raya Raden Soerjo. Dengan memiliki ketinggian mencapai 3.339 meter di atas permukaan laut, menjadikan Arjuno sebagai gunung tertinggi nomor 2 di Jawa Timur setelah gunung Semeru. Gunung ini memiliki status istirahat sehingga aman untuk kegiatan pendakian.

Kegiatan pendakian di gunung Arjuno sempat ditutup sejak bulan Agustus 2023 silam akibat kebakaran hutan dan dibuka kembali pada 15 Juni 2024 lalu. Ada 4 jalur untuk mendaki gunung ini yaitu Tretes, Sumber Brantas, Lawang dan Tambaksari atau dikenal juga dengan Purwosari. Dari ke empat jalur tersebut, jalur Tambaksari menjadi jalur terpanjang dan cukup landai dari jalur lainnya. 

Saya dan beberapa teman kuliah melakukan pendakian ke gunung Arjuno via Tambaksari pada 10-11 Juli 2024 lalu. Kami berlima memilih jalur ini karena penasaran dengan cerita kemistisannya dan juga tertarik dengan situs bersejarah yang banyak ditemukan di sepanjang jalur ini.

Pendakian kami awali dengan melapor di basecamp. Sebelumnya, pendaftaran pendakian dilakukan secara online melalui website Tahura Raden Soerjo. Basecamp ini terletak di Dusun Tambakwatu, Desa Tambaksari, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan. Di basecamp, kami melakukan laporan dan pengecekan perlengkapan serta logistik yang akan dibawa saat pendakian. Biaya registrasi sebesar Rp.20.000 per orang selama satu hari dan maksimal pendakian adalah 3 hari 2 malam. Menurut SOP terbaru, anggota pendakian minimal 3 orang.

Setelah melakukan laporan dan pengecekan di basecamp, kami menuju pos 1 dengan menggunakan sepeda motor pribadi. Sekarang sepeda motor sudah bisa langsung parkir di pos 1 Goa Antaboga. Biaya parkir sepeda motor di sini sebesar Rp.15.000.

Pos 1 dinamakan Goa Antaboga karena di sini terdapat sebuah goa dan masyarakat sekitar meyakininya sebagain mulut dari ular naga raksasa bernama Antaboga. Goa ini memiliki kedalaman 1,5 meter dan lebar 1 meter serta ketinggian 1,25 meter. Antaboga sendiri diambil dari nama tokoh pewayangan yakni Sang Hyang Antaboga yang memiliki wujud ular naga raksasa sebagai dewa penguasa bawah tanah.

Di depan goa sudah dibangun cungkup sehingga dapat dimanfaatkan pendaki untuk melepas lelah dan juga sering digunakan masyarakat untuk ziarah dan melakukan ritual. Aroma dupa sudah sangat terasa di pos ini. Pos 1 memiliki fasilitas yang sangat lengkap mulai dari musholla, kamar mandi, tempat wudhlu dan warung-warung.

Setelah dari pos 1, kami melanjutkan perjalanan ke pos 2 dengan berjalan kaki. Waktu itu kami mulai berjalan kaki sekitar jam 4 sore sehingga tidak terasa panas. Trek yang dilalui sangat mudah karena berupa paving yang tersusun rapi hingga pos 2. Disepanjang jalur menuju pos 2 kami melewati perkebunan kopi di kanan kiri jalur. Di tengah tengah perjalanan kami mencium aroma dupa yang sangat kuat. Ternyata berasal dari sebuah batu di pinggir jalur. Batu tersebut diberi sejumlah dupa dan bunga-bunga yang terlihat masih baru.

Sekitar 40 menit berjalan, akhirnya kami tiba di pos 2 Tampuono. Di pos 2 ini terdapat warung dan juga gubuk-gubuk untuk para peziarah. Ada salah satu bangunan di pos ini yang menjadi tujuan ziarah yaitu petilasan Eyang Sekutrem. Di pos 2 ini juga terdapat sumber air yang melimpah bernama Sendang Dewi Kunti. Petilasan Eyang Sekutrem berada di dalam bangunan kecil. Bentuknya seperti sebuah reruntuhan makam.

Lepas dari pos 2 kami berjalan menuju pos 3. Jalan dari pos 2 menuju pos 3 ini sudah mulai berupa tanah padat dan tangga alami dari akar-akar pohon. Sepanjang jalan selalu tercium bau dupa karena situs-situs untuk berziarah tidak hanya di pos-pos saja, melainkan di sepanjang jalur pendakian. Jalur ini sudah mulai banyak tanjakan. Menjelang magrib, kami sampai di pos 3 Eyang Sakri.

Pos 3 ini diberi nama Eyang Sakri karena di sini terdapat petilasan Eyang Sakri di dalam sebuah bangunan kecil. Pos ini memiliki halaman yang cukup luas untuk mendirikan beberapa tenda. Namun tidak disarankan mendirikan tenda di sini karena merupakan tempat berziarah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun