Mohon tunggu...
Muarrifuzzulfa
Muarrifuzzulfa Mohon Tunggu... Perawat - Pekerja profesional di rumah sakit Jerman

Kesederhanaan. Suka membaca buku, mendengar, bertukar pikiran dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ramadan dan Kesehatan (Refleksi atas fenomena di Jerman)

3 Maret 2024   16:35 Diperbarui: 29 Juni 2024   13:44 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ramadan dan Kesehatan*

oleh : Mu'arrifuzzulfa

            Ramadan adalah bulan yang sangat menantang bagi saya, bukan karena saya harus melakukan hal yang tidak biasa dilakukan seperti tidak makan dan minum, menahan hawa nafsu dll, tetapi Ramadan mengajari saya bagaimana bersikap sebagai seorang muslim yang baik dikalangan masyarakat nonmuslim di Jerman, disaat mereka melihat seakan akan bulan Ramadan adalah bulan yang "menyiksa" seorang muslim untuk tidak makan dan minum berjam-jam. Saya juga pernah mengalami masa Ramadhan ketika jatuh di waktu musim panas yaitu mulai puasa jam 03.30 dan buka puasa jam 21.30. Bagi orang jerman tidak makan dan tidak minum selama puluhan jam adalah suatu hal yang tidak wajar.

            Hal yang sangat sering bahkan sudah pasti diungkapkan dari teman-teman saya nonmuslim Jerman di tiap tahunnnya pada saat tiba bulan Ramadan adalah " Puasa Ramadan itu sangat extrim...okelah tidak makan masih bisa, tapi kalau tidak makan dan tidak minum...itu tidak wajar...". Ada dua pendekatan yang pernah saya alami ketika mendengar ungkapan itu. Pendekatan pertama, yaitu waktu awal-awalnya dulu saya hanya bisa berkata "ya.. bagi saya biasa saja karena sudah terbiasa dari kecil, sebenarnya puasa hanya diwajibkan bagi yang mampu melaksanakanya, beberapa orang yang tidak mampu melakukannya seperti orang hamil, sakit dll tidak diharuskan melakukannya meski harus menggantinya dilain waktu". Tetapi ketika saya menjawab seperti itu, jawaban tersebut tidak banyak berkesan bagi mereka, karena itu tidak terlalu menarik bagi mereka karena dipikiran mereka masih terbayang bahwa tidak makan dan tidak minum dalam kurun waktu berjam-jam itu tidak bisa diterima akal dan itu tidak sehat. Dengan menggunakan jawaban tersebut, maka tidak terjadi dialog dan tidak terjadi transfer ilmu mengenai Ramadan.

            Nah pendekatan yang kedua inilah yang menguji saya secara pribadi bagaimana menciptakan sebuah percakapan dengan mereka agar istilah Ramadan itu tidak berkesan "menyiksa" kaum muslim dan agar tema Ramadan itu dapat menjadi tema yang hangat untuk dibicarakan dan dapat "diterima akal" oleh mereka. Pendekatan yang kedua inilah yang sampai sekarang sering saya lakukan, karena dengan membuka percakapan dengan mereka maka minimal ada beberapa pesan dari puasa Ramadan itu sendiri yang dapat mereka terima, minimal mindset mereka tentang puasa itu tidak negatif lagi, bahkan tidak jarang dari mereka melakukan ekperimen untuk berpuasa 1 hari saja hanya untuk ingin merasakan bagaimana rasanya berpuasa itu sendiri, ada juga yang melakukan ekperimen puasa selama seminggu dan kemudian masuk Islam. Kebanyakan dari mereka adalah orang yang terbuka, artinya mereka suka belajar terhadap sesuatu yang mereka tidak tahu disamping hal tersebut selalu present di kesehariaan mereka seperti puasa Ramadan yang tiap tahunnya selalu ada. Hal yang kurang dari seorang muslim di Jerman adalah rendahnya kemauan mereka menjelaskan esensi puasa Ramadan itu sendiri secara logis dan masuk akal.

- Setiap percakapan dimulai dari sebuah penelitian

            Ada perbedaan reaksi dari mereka nonmuslim ketika mereka mengetahui bahwa saya sedang puasa dan menanyakan, "bagaimana kabarmu dengan berpuasa? aku tidak bisa membayangkan sih kalau aku berpuasa." dan saya menjawabnya dengan "saya sudah biasa puasa ramadahan tiap tahunnya, jadi saya baik-baik saja dengan berpuasa" dibanding menjawabnya dengan "Saya baik-baik saja dan bahkan ada beberapa penelitian yang menemukan bahwa terdapat hubungan antara puasa Ramadan dengan kesehatan bahkan puasa mempengaruhi kerja sel manusia".

            Saya sering menggunakan pendekatan yang kedua yaitu dengan membawakan sebuah penelitian yang berhubungan dengan puasa. Ketika saya mengungkapkan bahwa ada penelitian yang membuktikan bahwa puasa itu baik, maka biasanya mereka langsung mengeluarkan ekspresi wajah mereka seperti orang yang ingin tahu secara detail sambil berkata "echt, wirklich?" atau bahasa indonesianya adalah "beneran...?". Nah ketika mereka sudah menunjukkan keingintahuan mereka tentang apa yang dikatakan penelitian tersebut mengenai puasa, maka dialog tentang puasa inilah mulai terjadi. Bahkan pendekatan seperti ini semakin seru karena tingkat keingintahuan mereka semakin meningkat dan ingin benar-benar tahu apa sebenarnnya yang terjadi di dalam tubuh ketika seseorang berpuasa. Terkhusus lagi saya sekarang mendapat kesempatan untuk bekerja di rumah sakit sebagai perawat di bagian kardiologi (penyakit dalam yang berhubungan dengan jantung dan pembuluh darah) dan endokrinologi (sistem endokrin yang mengatur hormon di dalam tubuh). Tentunnya rekan kerja saya adalah orang orang yang paham tentang kesehatan, dari para perawat sendiri sampai para dokter ahli, kami bekerja sama dalam satu team. Hal ini juga yang memicu saya untuk lebih giat lagi untuk membaca penelitian-penelitian baru tentang hubungan puasa Ramadan dengan kesehatan.

- Dehidrasi selama puasa

            "Tidak makan sih masih oke, tetapi kalau tidak minum sama sekali, ini tidak bagus untuk tubuh". Itulah ungkapan kebanyakan dari mereka yang nonmuslim di Jerman. Apa yang dikatakan penelitian mengenai ini?. Ternyata terdapat ilmuan yang meneliti hal ini. Penelitian yang terbit di British Journal of Nutrition dilakukan oleh tiga orang peneliti yang berasal dari Malaysia. Mereka menguji bagaimana efek puasa Ramadan pada laki-laki muslim di Malaysia dengan mengamati beberapa variabel urin, diantaranya juga output urin dan osmolalitas, dan total zat terlarut, ion natrium, ion kalium, dan ekskresi urea. Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa terdapat perubahan aktifitas dan waktu makan pada bulan puasa mengakibatkan perubahan pada kandungan urin yang dikeluarkan. Jumlah urin yang dikeluarkan pada malam hari tidak begitu banyak perubahan dibandingakan sebelum Ramadan. Pada sore dan pagi hari terdapat pengurangan jumlah urin. Tetapi terdapat penambahan jumlah urin lagi pada pagi hari setelah dua minggu pertama bulan Ramadan. Dari hasil penelitian ini, peneliti menyimpulakan bahwa para partisipan tidak mengalami stres berat dikarenakan kekurangan air selama bulan Ramadan. Tubuh dapat beradaptasi dengan baik terhadap kekurangan air selama bulan Ramadan.(1) Penelitan lain juga mengungkapkan hal yang sama bahwa keseimbangan air pada bulan Ramadan tidak memiliki efek negetif terhadap kesehatan.(2)

- Ramadan dan kesehatan jantung

            Sudah tidak diragukan lagi bahwa secara umum puasa Ramadan tidak memiliki efek negatif pada kesehatan, apalagi kaitannya dengan kesehatan jantung. Sebuah hasil penelitian dari LORANS (London Ramadan Study) dan meta analisis yang terbit di Journal of American Heart Association mengungkapkan bahwa puasa Ramadan memilifi efek yang menguntungkan terhadap tekanan darah. Hasil dari LORANS mengatakan bahwa puasa Ramadan berkaitan erat dengan penurunan SBP (Systolic blood pressure) dan DBP (diastolic blood pressure) secara independen dari berat badan, TBW(total body water), dan massa lemak. Begitu juga hasil yang sama didapatkan dari meta analisis dari 33 studi dengan peserta berjumlah 3213 (termasuk LORANS) bahwa puasa Ramadan berkaitan dengan penurunan SBP dan DBP. Yang menjadi catatan penting dalam penelitian ini adalah tidak ada penurunan SBP dan DBP hanya pada pasien dengan CKD (Chronic kidney disease).(3) Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada efek negatif dari puasa Ramadan terhadap kesehatan jantung.

- Ramadan dan kerja otak

            Ada sebuah ungkapan bahwa jika kita tidak cukup minum maka tingkat konsentrasi kita menurun. Hal itu memang benar dan itu salah satu symtomatik pada dehidrasi. Lalu bagaimana ketika puasa yang mana lebih "ekstrim" lagi tidak minum dan tidak makan? Pada saat puasa tubuh kita tidak mengalami dehidrasi sehingga tingkat konsentrasi kita tidak menurun, justru terdapat beberapa protein yang mendukung konsentrasi otak yang diproduksi lebih banyak pada saat berpuasa, diantaranya adalah Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) dan Nerve Growth Factor (NGF). BDNF ini berfungsi mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel otak. BDNF berfungsi sebagai modulator neurotransmitter dan berperan penting untuk pembelajaran dan memori.(4) NGF berfungsi sebagai pemelihara interaksi yang seimbang antara sistem imun, endokrin, dan saraf.(5)

            Sebuah studi meneliti bagaimana sebenarnya pengaruh puasa Ramadan terhadap konsentrasi neurotropin serum dan neurotransmiter, yaitu seretonin, dopamine, Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) and Nerve Growth Factor (NGF). Serum BDNF mengalami peningkatan yang signifikan pada orang yang berpuasa dibandingkan dengan orang yang tidak berpuasa. Serotonin dalam plasma pada orang yang berpuasa juga meningkat dibandingkan orang yang tidak berpuasa. Begitu juga NGF mengalami peningkatan yang signifikan pada orang yang berpuasa. Hal ini menunjukkan bahwa puasa dapat meningkatkan kesehatan otak melalui induksi kadar NGF.(5)

- Ramadan dan kesehatan mental

            Ada banyak tanggapan ketika bulan puasa akan datang. Ada yang sangat senang karena ini merupakan bulan spiritual yang datang hanya sekali setahun, tetapi ada juga yang menganggap ini adalah hal biasa saja, sekedar puasa saja dan setelah itu datang hari raya idul fitri. Jawaban yang sulit dipahami bagi mereka orang Jerman nonmuslim yang menanyakan "bagaimana kabarmu, sebentar lagi akan datang puasa Ramadan.?" adalah "saya sangat bahagia dan senang menyambut bulan Ramadan.". Jawaban seperti ini sangat sulit untuk dipahami bagi mereka, bagaimana seseorang bisa bahagia menunggu suatu bulan yang seseorang tidak boleh makan dan minum berjam-jam, bukankah makan dan minum itu justru memuat kita bahagia?. Untuk menjelaskan kepada mereka, kita perlu penelitian. Lalu, apakah benar terdapat penelitian bahwa puasa Ramadan mempunyai efek kesehatan mental?.

            Akhir-akhir ini terdapat tinjauan studi yang menjelaskan perbedaan penelitian tentang bagaimana efek puasa terhadap kesehatan mental. Pertama bahwa terdapat beberapa penilitan yang mengungkapkan bahwa puasa secara jangka pendek dapat meningkatkan emosi (depresi, kecemasan, kemarahan, lekas marah, kelelahan, dan ketegangan) dan menurunkan emosi positif dan vitalitas. Tetapi di beberapa penelitian yang lain mengatakan hal yang berbeda, bahwa puasa secara jangka pendek dapat meningkatkan suasana hati, yang mana ini merupakan reflesi meningkatnya mood positif dan menurunnya mood negatif.(6)

            Peneliti memberikan catatan terhadap perbedaan hasil penelitian tersebut. Pertama bahwa keyakinan keagamaan yang kuat bagi seorang yang berpuasa dapat menimbulkan efek yang positif terhadap fisik dan psikologinya. Bagi mereka puasa merupakan pengalaman yang menyenangkan. Disisi lain, bagi mereka yang berpuasa dan tidak memiliki keyakinan keagamaan yang kuat, maka puasa dapat menimbulkan efek yang negatif terhadap psikologinnya. Kedua bahwa puasa memiliki kaitan yang sangat erat dengan pengendalian emosi diri. Pada satu sisi seseorang membutuhkan usaha untuk mengontrol diri untuk menahan diri untuk tidak makan dan melanjutkan puasanya dan hal ini sangat berat, sedangkan sisi lain jika seseorang sukses dapat mengendalikan diri sampai puasa selesai, maka dia akan merasa dapat mengontrol dirinya.(6) 

            Dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental seorang muslim dalam hubungannya dengan puasa tergantung bagaimana dia beranggapan tentang puasa itu sendiri. Kalau dia menganggap puasa adalah sebuah paksaan maka puasa akan berefek negatif terhadap mental seseorang, sebaliknya jika seseorang menganggap puasa adalah sebuah kewajiban yang ikhlas untuk dilaksanakan dan tidak ada paksaan, maka puasa akan berefek positif terhadap mental seseorang.

- Ramadan meningkatkan kebahagiaan

            Bagaimana bisa tidak makan dan minum dapat meningkatkan kebahagiaan seseorang? Jika ramadhan menurut orang non muslim Jerman atau mayoritas dari mereka memiliki definisi bahwa puasa Ramadan adalah ketika seorang muslim tidak makan dari beberapa menit sebelum matahari terbit sampai matahari terbenam (memang mayoritas mengetahuinya hanya sebatas ini saja), maka pernyataan bahwa puasa Ramadan dapat meningkatkan kebahagiaan itu sangat abstrak. Karena perasaan bahagia hanyalah dapat dinikmati oleh orang yang merasakan kebahagiaan. Seperti halnya orang yang suka dengan lawan jenis, perasaan itu sulit untuk dijelaskan kecuali hanya orang yang sedang merasakan rasa suka terhadap lawan jenis tersebut, begitu juga dengan puasa. Kebahagian dalam puasa hanya dapat dirasakan bagi mereka yang melakukan puasa.

            Lalu apa yang menyebabkan orang yang berpuasa itu merasakan kebahagiaan? Bukannya "dipaksa untuk tidak makan dan tidak minum" itu mengekang manusia dari kebutuhan dasarnya?. Menurut saya ada beberapa faktor yang secara pribadi saya rasakan bagaimana kebahagiaan saya meningkat. Pertama adalah kebiasaan buka bersama di masjid dan sholat tarawih. Ada beberapa masjid di tempat saya tinggal yang mengadakan buka bersama setiap hari. Kalau saya ada waktu longgar dan tidak ada halangan, pasti saya menyempatkan buka bersama sekalian tarawih di Masjid. Meskipun masyarakat muslim di Jerman termasuk masyarakat minoritas, tetapi kebersaan kaum muslim disini sangat kuat. Dalam satu masjid kita akan bertemu dengan banyak orang muslim dari berbagai belahan dunia, dari negara yang secara ekonomi kaya sampai yang miskin, dari benua Afrika, negara-negara Arab, Amerika dll, tetapi malah jarang dari negara asia atau terkhususnya Indonesia. Saya merasakan bahwa disitulah saya menemukan apa itu Islam sebenarnya, tidak memandang dari mana dia berasal, apa warna kulitnya, bahasa apa yang mereka pakai, dari ras golongan apa mereka datang. Islam adalah Islam. Semuanya terbuka satu sama lain dan mereka menganggap saudara satu sama lain, yaitu saudara se Islam. Itulah mungkin saya dapat merasakan, memahami dan memaknai sabda rosulullah saw, "Muslim adalah saudara muslim lainnya". Momen-monen ketika duduk bersama di Masjid secara rapi dengan saudara-saudara dari belahan dunia menunggu tibanya adzan magrib inilah suatu momen yang tidak dapat didapatkan diluar bulan Ramadan. Semuanya sangat senang dan sabar menunggu momen berbuka. Tidak ada yang tidak bahagia pada saat itu.

            Seorang peneliti dari Ankara yaitu Zeynep B. Ugur melakukan penelitian dengan mengajukan hipotesis apakah puasa Ramadan mempunyai efek terhadap kebahagiaan seseorang. Penelitian ini dilakukan kepada 287 partisipan. Metode yang dilakukan adalah dengan melakukan observasi menjadi 5 gelombang. Yang pertama dilakukan sebelum ramadan, yang kedua, tiga dan empat dilakukan ketika bulan ramadan. Yang kelima dilakukan setelah bulan ramadan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada masa bulan ramadhan seseorang merasakan kebahagian yang lebih dibandingkan masa sebelum dan sesudah puasa ramadan. Terdapat catatan menarik dari penelitian ini adalah bahwa bersosialisasi ketika bulan ramadhan memiliki skor kebahagiaan yang lebih tinggi secara statistik daripada sampel pra-Ramadan.(7) Penelitian lain yang juga menyimpulkan bahwa puasa memiliki dampak positif terhadap kebahagian suatu masyarakat.(8)

            Dari pengamatan dan pengalaman saya berbuka puasa dan tarawih berjamaah di masjid selama bulan puasa, saya merasakan sebuah persatuan dan kebahagian yang meningkat dikarenakan kita adalah kaum muslim yang merupakan saudara satu sama lain, tidak memandang dari mana seseorang tersebut berasal, ras dll. Kebersaamaan diantara kaum muslimin, merasakan nikmatnya seceguk air putih dan tiga buah biji kurma disamping mereka semua adalah perantau dan imigran yang harus meninggalkan negara mereka masing-masing dan harus sendiri hidup di negara yang mana muslim adalah minoritas, menjadikan kekeluargaan seorang muslim ini menjadi sangat kuat. Terdapat perasaan kangen untuk bersosialisasi bersama dan menjalankan ibadah bersama-sama. Tidak dapat dibayangkan bagaimana mereka bersasama-sama menuju ke masjid hanya untuk merasakan berbuka bersama dengan saudara mereka disamping cuaca diluar sangat dingin terkadang 5C bahkan samapi minus. Jamaah tarawih selalu penuh meskipun sholat selesai jam 23.00 malam dan banyak dari mereka yang hari besoknya harus bangun pagi dan bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat sebuah kabahagiaan yang dirasakan oleh para jamaah ketika mereka berbondong-bondong datang ke masjid untuk saling bertemu saudara mereka seiman dan saling bersosialisasi dengan sesama mereka.

Ramadan dan Kesehatan

            Dari beberapa uraian diatas, kita dapat mengambil intisari bahwa kita sebagai muslim hanya diwajibkan untuk menjelaskan mengenai apa itu Islam kepada mereka nonmuslim dengen tema-tema yang nyaman bagi mereka. Dalam konteks ini, orang Jerman nonmuslim membutuhkan penjelasan tentang Islam melalui puasa Ramadan dengan penjelasan akal, salah satunya adalah dengan membawakan beberapa hasil penelitian yang bersangkutan dengan puasa. Anggapan awal mereka bahwa puasa Ramadan itu tidak baik untuk dilaksanakan dikarenakan tidak baik untuk kesehatan sudah dijelaskan dengan berbagai penelitian yang mengatakan bahwa puasa Ramadan sangat baik untuk dilakukan dan memiliki efek positif untuk kesehatan. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa puasa memiliki hubungan yang erat dan positif terhadap kesehatan manusia.

* Tulisan ini ditulis selama bulan Ramadan 1444/April 2023 di perpustakaan Württembergische Landesbibliothek Stuttgart, Jerman.

Referensi :

1. Cheah, S. H., Ch'Ng, S. L, Husain, R., Duncan, M. T.(1990). Effects of fasting during Ramadan on urinary excretion in Malaysian  Muslims. British Journal of Nutrition , 63, 329-337.

2. Leiper JB., Molla, AM.,  Molla, AM.(2003). Effects on health of fluid restriction during fasting in Ramadan. European Journal of Clinical Nutrition  57, Suppl 2, S30--S38

3. AlJafar, R., Themeli, M. Z., Zaman, S., Akbar, Sharmin., Lhoste, V., Khamliche, A., Elliott, P., Tsilidis, K. K., Dehghan, A. Effect of Religious Fasting in Ramadan  on Blood Pressure: Results From  LORANS (London Ramadan Study) and a Meta- Analysis. Journal of American Heart Association. 2021;10:e021560.

4. Bathina S, Das UN. (2015). Brain-derived neurotrophic factor and its clinical implications. Arch Med Sci. Dec 10;11(6):1164-78.

5. Bastani A, Rajabi S, Kianimarkani F. (2017)The Effects of Fasting During Ramadan on the Concentration of Serotonin, Dopamine, Brain-Derived Neurotrophic Factor and Nerve Growth Factor. Neurol Int. Jun 23;9(2):7043.

6. Wang Y, WuR. The effect of fasting on human metabolism and psychological health. Dis Markers. 2022;2022.

7. Ugur, Z. B. (2018). Does Ramadan Affect Happiness? Evidence from Turkey. Archive for the Psychology of Religion 40, 163-175.

8. Mousavi, S. A., Seifi, M., Baghni, S. A., & Dolat, E. (2015). The effects of fasting on the level of happiness in the general population of Kermanshah, Iran. Journal of Fasting and Health, 3(1), 29-34.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun