Bagi Cynthia Hariadi, kata-kata "ulurkan tanganmu/genggamlah tanganku/..../di gengamanmu/aku tahu yang kau simpan dan tak pernah ungkap/selama menjadi anak", jauh lebih bermakna dalam hubungan penting antara anak dan ibu, dalam pengertian hidup saling memahami. Dalam pemikiran Cynthia, "tangan ibu" dan "tangan anak" lah faktor penting untuk menciptakan "surga" (hubungan yang harmonis) antara ibu dan anak, sehingga akan tercipta hidup saling memahami. Dalam pemahaman Cynthia, terciptanya "surga" hanya dapat terjadi bila seorang ibu dan anak dapat saling mengerti perasaan masing-masing. Apa yang selama hidupnya menggangu hubungan harmonis antara kedua akan lenyao bila ibu dan anak itu saling "menggenggam tangan". Diksi "tangan" dalam puisi ini dipahami secara konotatif-non-illahiah. Maka dari itu diksi "Surga" dalam judul puisi dipahami pula sebagai surga dunia semata.
Sementara itu, sebutan "surga di telapak kaki ibu" lebih disandarkan pada aspek keillahiahan seorang anak yang patuh kepada ibu karena hal itu faktor yang menyebabkan dirinya masuk ke surga. Dengan demikian, surga yang dipahami Cynthia Hariadi jelas amat berbeda maksudnya dengan surga yang dirujuk dalam pemahaman kita atas hadits Nabi Muhammad.
Meskipun terkandung maksud yang berbeda atau Cynthia memang hendak memberi pemikiran yang berlainan dengan keyakinan orang Islam (yang bersumber pada Hadits), puisi berjudul "Surga" -menurut saya- Â dapat menimbulkan kekeliruan pandangan di kalangan umum. Bagi pembaca muslim tentu tidak akan dapat menerima karena bertentangan dengan substansi hadits "al-jannatu tahta aqdam al-ummahat". Saya meyakini bahwa sebagai penulis, Cynthia Hariadi tidak mengetahui keberadaan hadits tersebut atau memang ia benar-benar tidak tahu karena di luar keyakinannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H