Mohon tunggu...
Muarif Essage
Muarif Essage Mohon Tunggu... Guru - pembaca sastra

lahir di Tegal, 25 Mei 1969. Seorang guru, ia lebih sering membaca karya sastra dan membicarakannya dalam bentuk ulasan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kolam Itu Masih Terlalu dalam Untukku, Sapardi

19 Januari 2022   13:09 Diperbarui: 19 Januari 2022   13:12 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

       Ketika kita membuka buku ini apakah lembaran-lembaran

kertas ini bertanya untuk apa?

       Ketika kita berjalan-jalan sore hari apakah trotoar bertanya

mau ke mana?

       Ketika kita diam dan tidak berbuat apa pun apakah hati

kita suka bertanya kenapa?

Memang hanya tiga pertanyaan yang Sapardi ajukan, namun amat terasa untukku ada semacam genangan air dalam kolam yang tenang, jernih, dan nyaman untuk dimasuki tapi tak terlalu berani untuk menyelami hingga ke dalam "kolam" puisi. 

Aku hanya berpikir, bahwa dalam logika manusia, tentu saja "lembaran-lembaran kertas" dan "trotoar" tak mungkin dapat mengajukan pertanyaan. Sebagai nomina, kedua kata itu tidak sedang dipersonifikasikan oleh Sapardi karena kedua benda itu tetap dihadirkan dalam wujudnya sebagai benda mati yang tak akan mungkin dapat bertanya kepada kita. 

Tentu saja keduanya hanya bisa "diam". Namun, apabila kedua nomina itu disandingkan dengan "hati", maka akan terasa "kolam" puisi Sapardi memperlihatkan adanya "air yang bukan sekadar air kolam ". "Air" itu -yang bukan sekadar air kolam- mampu menghidupi kerohanianku sebagai pembaca. Dengan perkataan lain, ada "air" yang bisa kita reguk bersama untuk kehidupan pembaca (manusia). 

"Hati", meski sama nomina dengan "lembaran-lembaran kertas" dan "trotoar", ia hidup dalam jiwa manusia. Dengan puisi itu, Sapardi hendak mengatakan, bahwa hanya manusia yang tidak berhati yang akan diam dan tidak berbuat apa pun melihat ketimpangan, ketidakadilan, keserakahan, kecongkakan, penindasan, dan apa pun bentuk yang mengingkari kemanusiaan. Hanya manusia yang bertindak untuk diri dan lingkungannya lah yang akan disebut manusia yang berhati.

Sapardi, maafkan aku yang belum sepenuhnya menyelami "kolam" puisi-puisimu. Masih terlalu dalam "kolam" itu untuk aku menangkap pesan-pesanmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun