Soekarno muda seperti halnya remaja pada umumnya yang penuh akrab dengan teman sebayanya dan terpukau dengan hal yang menarik.Â
Hari ini adalah hari lahir Ir. Soekarno (6 Juni) yang kemudian hari nanti akan menjadi Presiden pertama Republik Indonesia.
Lahir dari pasangan suami istri yang beda pulau (Jawa dan Bali) membuat "keindonesiaan" Soekarno seperti paten sejak lahir. Soekarno berkembang menjadi seorang lelaki yang bisa orasi, memimpin negeri, namun mati dalam kesendirian. Semua orang bisa mengetahui Soekarno adalah seorang presiden, proklamator, dan pahlawan dari berbagai media atau narasumber kesukaan mereka.
Tapi pernahkah kita berpikir bahwa Soekarno di usia muda adalah remaja yang biasa saja dengan segala kenaifan, ingin pacaran, dan bergaul dengan siapa saja ?
Karena jarang dipelajari di tingkat sekolah, pengetahuan akan masa muda Soekarno sangat minim dan rentan cocoklogi. Tapi bukan berarti tidak ada orang yang menyampaikan perilaku Soekarno usia muda. Ada beberapa literatur yang mengungkapkannya agar kita mengetahui dan merasakan bagaimana Soekarno menjalani masa mudanya, serta literatur itu bisa berupa buku biografi hingga novel sejarah.
Beberapa literatur banyak yang bersumber dari Soekarno langsung hingga ada yang dijadikan kisah novel. Namun semuanya jadi penting bila mengalami keterikatan narasi satu sama lain. Dalam hal ini, ada beberapa hal yang cukup menarik untuk diungkit yang bisa saja mengubah pandangan kita mengenai sosok Soekarno yang sering digambarkan dalam buku pelajaran di sekolah.
Pertama, Soekarno sudah pintar sejak usia setara sekolah dasar (ELS) dimana dia bisa menguasai beberapa mata pelajaran yang mengantarnya mudah ke sekolah-sekolah elit di Surabaya. Lulus ELS merupakan satu kesempatan yang langka bagi pribumi karena jejak pendidikannya akan lancar sampai tingkat universitas (Tirto, 2019). Pada pendidikan setara sarjana, Soekarno berkuliah di THS (sekarang Institut Teknologi Bandung) dengan mengambil jurusan teknik sipil.
Kedua, Soekarno muda adalah seorang remaja yang pernah menjadi bucin (budak cinta). Salah satu gadis yang membuatnya larung dalam 'laut asmara' adalah Mien Hessels, siswi HBS yang pernah ia pacari sebelum putus berkat bantuan ayah sang gadis. Bantuan yang dimaksud adalah hinaan bernada rasis dan --banyak literatur yang menyebutkan pula---hal itulah yang membuat pintu asmara untuk noni Belanda menjadi tertutup bagi Soekarno muda.
Ketiga, Soekarno sangat aktif dengan kegiatan kepemudaan macam Jong Java Surabaya. Di sini pun dia tetap mendapat banyak teman dan terlibat dalam pentas-pentas yang diselenggarakan organisasi karena awalnya memang tujuannya adalah melestarikan kebudayaan lokal. Pelestarian kebudayaan tersebut tidak berubah dalam misi Jong Java yang dulu bernama Tri Koro Dharmo (Sugiharti, 2016). Dalam pentas teater, Soekarno sering memainkan peran seorang gadis dan memerankannya dengan sangat baik (jpnn.com, 2019).
Soekarno muda juga merupakan orang yang mudah terpukau, dan terpukaunya ini ditujukan pada bapak kos-nya sendiri, HOS Tjokroaminoto. Priatna (2015) menggambarkan narasi di antara mereka berdua yang bermula dari bincang-bincang mengenai revolusi Perancis hingga berlanjut dengan terlibat mendampingi mas Tjokroaminoto ke berbagai kegiatan Sarekat Islam.Â