Mohon tunggu...
Muara Alatas Marbun
Muara Alatas Marbun Mohon Tunggu... Guru - Alumni U Pe' I

Seorang lulusan yang sudah memperoleh pekerjaan dengan cara yang layak, bukan dengan "orang dalem", apalagi dengan "daleman orang"

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Lagu di Radio, antara Selera dan Budaya

3 Maret 2019   10:20 Diperbarui: 4 Maret 2019   00:47 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"rreewwkk" suara berpindah saluran radio selalu terdengar dari perangkat radio yang digunakan oleh keluargaku dulu. Meskipun kini radio sudah lama mampu diakses lewat gawai, namun "rreewwkk" masih saja ada karena masalah frekuensi yang tak balance antara satu saluran dengan saluran lainnya. 

Seleraku tersendiri dalam mencari-cari hiburan dikala TV dikuasai emak-emak dan Internet yang masih saja berisi hiburan tiktok yang meracuni moral hidup yang bisa saja terpengaruh.

Tak pelak, lagu di radio selalu menjadi hiburan bagi para penikmat radio dikala menikmati tugas atau menikmati tidak adanya tugas. Sensasi tersendiri dalam mencari radio mirip seperti mencari harta karun atau berbelanja di bazar pinggir jalan. 

Menemukan lagu yang nyaman dengan mood adalah inti dari mendengarkan lagu tersebut dengan lama, entah itu lagu lama, baru atau yang dulu pernah terlewat dari mp3 playlists.

Lagu dan radio tidak bisa dipisahkan begitu saja mengingat saat ini radio pun memiliki kebutuhan yang sama dengan media massa elektronik lainnya. Rating yang dicari antara lain: seringnya para pemirsa menggunakan media tersebut, dan durasi menikmati media tersebut. 

Maka, hiburan seperti lagu seakan menjadi ujung tombak dari media radio yang tak lekang oleh waktu agar para penikmat radio tidak beralih hiburan ke media elektronik lainnya.

Itu kembali lagi kepada selera masing-masing penikmat hiburan, namun bagi saya sendiri itu semua tidak akan terganti. Radio selalu menghadirkan kejutan dibalik suara apa yang akan muncul. Seakan-akan kita memasuki ruang gelap dimana suara dan rabaan jari kita menjadi mata untuk menemukan hal-hal esensial bagi mood kita dalam mencari hiburan maupun informasi.

Oke, zaman radio memang berpeluang berakhir karena internet dan TV masih menguasai industri hiburan dengan keunggulan visualnya. Tapi, keduanya tidak bisa membantah konsep penyajian auditori yang makin hari makin kreatif diolah oleh para pemilik saluran radio. Mereka terus berubah sehingga radio pun tak semena-mena ditinggalkan karena cuma masalah sepele macam visual.

Puak* orang zaman dulu sering sekali bergerombol memasang telinga untuk menangkap ide dari informasi atau sekedar memperjelas lagu yang melewati gendang telinga mereka. Puak-puak tersebut saat ini tidak akan kita temukan lagi ditengah arus globalisasi yang menghadirkan earpiece, headphone, mp3 system, dan yang terbaru adalah DAB (Digital Audio Broadcast). 

Mereka membuat segerombol orang yang bercengkrama bersama radio menjadi terpisah dengan lagu favorit mereka, memperlebar jarak mereka berkumpul dalam satu hobi.

Budaya mencari hiburan pun mau tidak mau ikut berubah, berubah kearah individualitas yang digemerlapi kenyamanan. Sosialitas kita dipaksa untuk menghilang demi kenyamanan tersebut dan membuat kita hanyut dalam keyakinan bahwa hiburan kita adalah yang terbaik. Tahu apa yang terjadi? yups, orang saling mengejek bahkan merendahkan hiburan orang lain seakan mereka tidak lebih berbudaya dari seleranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun