Mohon tunggu...
Muara Alatas Marbun
Muara Alatas Marbun Mohon Tunggu... Guru - Alumni U Pe' I

Seorang lulusan yang sudah memperoleh pekerjaan dengan cara yang layak, bukan dengan "orang dalem", apalagi dengan "daleman orang"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesta Pomparan, Pesta Etnik di Tengah Globalisasi

27 Februari 2019   08:57 Diperbarui: 27 Februari 2019   10:49 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbeda jabatan, berbeda budaya keluarga inti, perbedaan lainnya bercampur dan menyatu dalam cinta atas dasar keturunan yang sama. 

Semua menari, semua bernyanyi, semua memuji dan semuanya larut dalam kebersamaan yang terlihat kala manortor. Inilah Pesta Pomparan yang merupakan kebiasaan marga-marga Batak yang merantau untuk memperkuat tali silaturahmi.

Pomparan punya artian yang sama dengan kata "keturunan" yang bermakna bahwa adanya relasi identitas individu atas dasar keturunan yang sama. 

Marga-Marga Batak sangat menjunjung tinggi pomparan sebagai dasar eksistensi mereka dimanapun, kapanpun, dan untuk siapapun. Jika sampai tidak ada yang mengetahui pomparan mereka sendiri, itu akan dipandang sangat keterlaluan bagi budaya Batak yang menghargai ikatan keluarga.

Sekelompok orang dari pomparan yang sama akan membentuk paguyuban khusus mereka agar setiap orang yang terelasi akan mempunyai wadah untuk mengetahui kondisi "saudara-saudari" mereka agar tidak kesusahan satu sama lain. Selain itu, paguyuban itu pula bisa berfungsi sebagai sensus dan tolak ukur ekonomi dalam lingkup satu pomparan. 

Jika kondisi pomparan diketahui sedang dalam kondisi mengenaskan, maka setiap orang dalam pomparan harus mencari cara dan saling membantu sama lain sebisa mereka untuk keluar dari kondisi tersebut. Ikatan keluarga dalam keturunan secara pasti dapat meningkatkan rasa simpat dan empati satu sama lain.

Pesta pomparan yang saya ikuti adalah Pesta Pomparan Lumban Gaol Se-Bandung Raya pada Bulan Februari. Hal ini dikarenakan karena saya adalah keturunan dari Lumban Gaol yang merupakan leluhur saya (meskipun akar leluhur saya yang paling kolot justru Toga Marbun, ayah dari Lumban Gaol). 

Lumban Gaol adalah anak bungsu dari Toga Marbun, dan anak Toga Marbun yang lainnya adalah Lumban Batu (anak sulung) serta Banjar Nahor. Jadi, meskipun ada orang yang berbeda dari ketiga keturunan tersebut, tetap mereka akan disebut sebagai "Marbun" sebagai nama keluarga. Just like me.

Meskipun tidak jelas berapa yang hadir pada pesta tersebut, saya bisa pastikan jumlahnya sekitar kurang lebih 650 orang yang hadir. 

Perkiraan tersebut berdasarkan ukuran jumlah kursi yang diisi ditambah dengan para panitia di mana dari 1000 kursi yang diisi, lebih dari setengahnya telah diisi dan panitianya berjumlah 50 orang. Dibalik dari perkiraan angka itu, saya masih meyakini bahwa niat mereka berkumpul tetaplah kuat dan hanya ini cara satu-satunya untuk menikmati hawa Batak di Tanah Pasundan.

Bagian utama pesta dimulai dari prosesi penyerahan kepengurusan Pomparan diseluruh jajaran, di mana pengurus utama hingga cabangnya (Bandung Pusat, Bandung Timur, Bandung Selatan (satu dan dua), serta Bandung Barat). 

Prosesi ini menggunakan adat yang kental dimana alunan gondang bertabuh sangat cepat dan padu dengan gerakan para pengurus selama prosesi. Menurut saya, prosesi ini merupakan hal sakral dan bermakna bahwa kepengurusan harus suci dalam adat istiadat.

Prosesi selanjutnya adalah kegiatan manortor pada masing-masing cabang daerah pomparan. Di sini para bapak-bapak dan ibu-ibu saling berdansa dan berbalas umpasa (pantun) untuk menghidupkan suasana dan mengentalkan kebersamaan selama manortor. 

Ulos berkibar, musik kontemporer mengalun harmonis bersama musik tradisional Batak, dan gerakan penuh antusias mereka adalah pandangan yang menyenangkan hati karena mereka menikmatinya dengan bahagia.

Sebagai keluarga, mereka memberi banyak kesempatan untuk senang dan bangga, termasuk anak-anak yang mereka bawa. Bentuk pemberian beasiswa serta doorprize menjadi bentuk fisik dari pemberian kebahagiaan tersebut yang juga bertujuan memberikan motivasi bagi anak-anak untuk berjuang bagi keluarga dengan mempersembahkan prestasi. Kebetulan, saya juga mendapatkan beasiswa tersebut sebesar Rp 500.000,- karena meraih IPK yang menurut mereka layak untuk diberi.

Inti dari pesta ini jelas, memperkuat tali silaturahmi dalam kehidupan perantau orang Batak yang bernaung dalam pomparan. Globalisasi memang "menjauh"-kan tatap muka dan perbincangan secara langsung, meski hal ini efektif dalam komunikasi yang rutin namun tidak mampu membangkitkan rasa sehati dalam bercakap-cakap karena yang berbicara adalah aplikasi tak berhati. 

Paguyuban ini adalah hal baik bagi suku etnik manapun agar mereka tetap menyadari bahwa sesukses apapun hidup mereka, pada akhirnya pulang kepada keluarga merupakan kebahagiaan tiada tara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun