Sugiri, Juru Bicara Klenteng Samudra Bhakti, Bandung memberi pesan yang utama ditujukan kepada para penganut Buddha dan Konghucu perihal kelayakan penggunaan tempat ibadah mereka. Dia berpesan bahwa untuk beberapa waktu kedepan klenteng ini tak bisa digunakan dengan dalih butuh pemulihan secara utuh.Â
Bangunan yang terbakar merupakan sebuah cagar budaya karena menjadi bagian dari sejarah kota Bandung yang berdiri sejak 1885 dan tidak bisa sembarangan dalam memulihkan bangunan ini, meskipun hanya untuk keperluan mengembalikan bangunan guna kebutuhan peribadatan saja.
Pemulihan klenteng satu ini memang berbeda dengan bangunan ibadah lainnya yang bisa saja berubah struktur bangunannya agar bangunan tidak mudah rusak jika terkena hal-hal yang merusak. Menurut Perda Kota Bandung No. 19 Tahun 2009, Klenteng Samudra Bhakti merupakan satu dari 99 cagar budaya yang patut untuk dilindungi dan dilestarikan fisik serta keberadaanya.Â
Maka proses pra-pemugaran, pemugaran dan pasca pemugaran yang dioperasionalkan bersama penanggung jawab klenteng dan tim cagar budaya harus dilakukan secara detil.
Bagi yang belum tahu rinciannya, maka saya akan perlihatkan blueprint (dari kebudayaan.kemdikbud.com) mengenai pemugaran cagar budaya tersebut :
1. Pra-pemugaran
Proses terbagi menjadi dua, yaitu studi kelayakan pemugaran dan studi teknis dan perencanaan. Tim cagar budaya akan mengumpulkan dan mengolah data dengan tujuan untuk membuat kesimpulan apakah pemerintah dan pemangku kebijakan terkait harus mengeluarkan bantuan khusus untuk cagar budaya tersebut atau tidak perlu sama sekali.Â
Jika layak, maka akan dilakukan studi teknis dan perencanaan untuk pemugaran tersebut dan apabila sudah masuk pada tahap ini maka sudah dipastikan cagar budaya tersebut akan pulih dalam waktu yang ditentukan.
2. Pemugaran
Disinilah diperlukan bantuan-bantuan dari para arsitek dan antropolog untuk menilai bahan yang cocok dan layak untuk memulihkan cagar budaya. Selain itu, tata letak serta struktur bangunan struktur bangunan perlu dibuat semirip mungkin dengan aslinya, dan proses ini dinamakan "pemulihan arsitektur".Â
Setelah pulih, maka proses selanjutnya adalah perbaikan struktur dengan memasang unsur bangunan yang diharapkan mampu menanggulangi kerusakan yang mungkin terjadi, namun pemasangannya tidak menghilangkan kesan asli dari cagar budaya tersebut.
3. Pasca Pemugaran
Di sini merupakan pengambilan keputusan bentuk pemeliharaan berdasarkan kajian topografi di tempat cagar budaya tersebut. Hal ini guna memberikan aturan perawatan, penggunaan dan pengembangan cagar budaya yang layak terhadap hasil pemugaran tersebut. Pengambilan keputusan ini bisa menitikberatkan pada penanggung jawab cagar budaya dan atau juga bersama dengan tim cagar budaya.
Tahap pemugaran ini sesuai dengan aturan pemerintah tentang cagar budaya yang tertuang dalam UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Pada pasal 77, terdapat istilah rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi dan restorasi sebagai aktivitas acuan yang diperbolehkan dalam pemugaran. Dalam hal ini, proses pemugaran yang saya kutip tersebut sudah mencakup keempat aktivitas tersebut.
Kita masuk kepada besar durasi waktu pemugaran sebuah bangunan cagar budaya yang berusia lebih dari seabad dan menjadi bagian penting bangunan ibadah ini.Â
Berkaca pada Gereja Bintaran yang memiliki kemiripan status cagar budaya dengan Klenteng Samudra Bhakti, saya bisa mempatok waktu sekitar kurang dari satu tahun karena kerusakan terparah hanya ada di satu bagian, beda dengan gereja di Yogyakarta tersebut yang beberapa bagian bangunan hancur parah karena efek gempa DIY 2006 ditambah terkendala kurangnya dana pemugaran saat itu (butuh waktu sekitar 3 tahun untuk memugar (regional.kompas.com).
Meskipun saya tidak tahu hari-hari yang ditetapkan umat Buddha dan Konghucu beribadah di klenteng ini, namun saya yakin setiap hari mereka merindukan Klenteng Samudra Bhakti ini dapat digunakan kembali untuk menghantarkan keinginan spiritualitas mereka.Â
Namun ditengah kebencian terhadap sesuatu yang "beraroma oriental" masih pekat, pemerintah dan aparat lokal tetap sigap mengamankan Samudra Bhakti agar tidak mengalami kerugian yang lebih parah lagi, dan berkomitmen mengembalikannya kembali pada kondisi semula. Renovasi "siput" menjadi hal yang lumrah karena Samudra Bhakti berstatus cagar budaya golongan A yang berarti segala sisi bangunan harus kembali pada mulanya terlihat.
Referensi :
- UU No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya
- https://regional.kompas.com/read/2010/10/14/12415017/Gereja.Bintaran.Jadi.Cagar.Budaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H