Mohon tunggu...
Muammar Saudi
Muammar Saudi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Long Life Learner | Student at Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), Universitas Gadjah Mada

menyukai aroma kopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Resensi Buku: Ahmad Syafii Maarif, Percaturan Islam dan Politik; Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

28 Februari 2023   08:57 Diperbarui: 28 Februari 2023   09:18 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maarif, Ahmad Syafii. Percaturan Islam dan Politik; Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Yogyakarta: IRCiSoD, 2021; 290 hlmn. ISBN 978-623-6699-46-1

Buku ini merupakan edisi revisi dari judul sebelumnya "Islam dan Politik; Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965) yang berasal dari tesis master penulis di bidang kajian sejarah pada Ohio University, Ohio, Amerika Serikat yang sudah mengalami penambahan dan pengurangan. 

Sengaja diubah untuk menggambarkan secara lebih tajam tentang situasi dan kondisi sosial bangsa Indonesia pada umumnya dan partai-partai khususnya. Ungkapan "belah bambu" diistilahkan untuk mengisyaratkan perlakuan pemerintah di bawah pimpinan Presiden Soekarno terhadap partai-partai Islam: Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia, NU (Nahdlatul Ulama), PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia), dan Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah). 

Sementara itu, tujuan pokok kajian buku ini adalah melihat secara kritis realitas politik yang tercermin dalam tingkah laku politik praktis partai-partai Islam pada periode Demokrasi Terpimpin (1959-1965), suatu periode singkat dalam sejarah modern Indonesia, tetapi cukup penting dan genting bila ditempatkan dalam suatu perspektif sejarah perjuangan partai-partai Islam di Indonesia.

Dalam buku ini, Maarif mencoba menunjukkan posisi partai-partai Islam agar tetap hidup di bawah sistem politik yang otoriter, juga tentang kajian Islam dan kaitannya dengan politik praktis secara kritis. Sebagai kajian sejarah unsur subjektif tidak dapat dimusnahkan, setiap analisis harus bertujuan mencari kebenaran berdasarkan fakta. 

Penulis menilai subjektivitas dalam kajian sejarah itu adalah suatu hal yang esensial, tidak terkutuk. Penulis tetap berpijak pada fakta-fakta yang ada meskipun subjektifitas dalam menyoroti kasus-kasus tertentu. Dalam menganalisis tulisan ini penulis mengutip pandangan dua sejarawan pemikir: Ibnu Khaldun (1332-1406) dan Benedetto Croce (1866-1952).

Di awal Bab 2 dalam buku ini, penulis menjelaskan tentang perjuangan umat Islam yang mencoba merumuskan pola masyarakat dan cita-cita politik, di mana konsep ummah selalu dikaitkan dengan implementasi syariah dalam kehidupan individu dan kolektif mereka, cita-cita kekuasaan selalu terhubung dengan wawasan moral sebagai keyakinan sendiri. Tanpa kekuatan politik, sistem hukum Islam tidak mungkin berfungsi dengan baik dalam masyarakat Muslim. 

Atas dasar inilah gerakan-gerakan Islam berusaha mencapai hal tersebut. Terbentuknya Masyumi memiliki sejarah yang panjang, dimulai dengan berdirinya Dewan Islam A'la' Indonesia pada tahun 1937 yang didorong oleh kesadaran akan perlunya terciptanya hubungan baik antara partai-partai Islam. Meski akhirnya dibubarkan oleh Jepang karena pengaruhnya dianggap mengancam Jepang.

Sepahit apa pun pengalaman Indonesia di bawah penjajahan Jepang, umat Islam tetap mendapatkan pengalaman. Jika gerakan Islam sebelumnya ingin mempererat persaudaraan umat, maka Masyumi baru yang didirikan pada November 1945 mengabdikan dirinya untuk berjuang di bidang politik sebagai satu-satunya partai politik Islam di Indonesia. 

Tujuan Masyumi bukan untuk mengubah ideologi negara menjadi Islam, melainkan untuk mewujudkan negara yang demokratis berwawasan Islam dengan tetap memberikan kebebasan kepada kelompok lain untuk bertindak sesuai agama dan ideologinya masing-masing. 

Ayat persatuan yang pada mulanya merupakan landasan Islam Indonesia akhirnya dikalahkan oleh perbedaan kepentingan dan persepsi terhadap politik sehingga kelemahan tersebut digunakan oleh kekuatan politik dengan mengadu domba tokoh-tokoh muslim yang berbeda persepsi politik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun